Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lintas Internasional

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Lintas Internasional
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Bangladesh Pengungsi Kelaparan

Sekitar 13 ribu pengungsi muslim Myanmar dilanda kelaparan dan penyakit di Distrik Cox Bazar, Bangladesh, 400 kilometer di tenggara Ibu Kota Dhaka. "Kami hanya menanti kematian yang akan membebaskan kami dari penderitaan," kata Kala Miah, 75 tahun. Kala Miah serta pengungsi Myanmar lainnya yang beragama Islam menyelamatkan diri dari penganiayaan rezim militer Myanmar sembari mencari kerja di Bangladesh selama 10 tahun terakhir.

Di Damdia, 80 kilometer dari Cox Bazar, para pengungsi mengeluh tak punya makanan kecuali sedikit beras dan gandum. Itu pun hasil belas kasihan penduduk lokal setiap dua atau tiga bulan. Untuk mendapatan air harus menunggu datangnya hujan. Tak mengherankan, tiga pengungsi telah meninggal dalam beberapa bulan ini. Ratusan orang menderita mencret, demam, dan sakit kulit. "Pemerintah Bangladesh dan lembaga bantuan internasional harus memberi perhatian karena mereka juga manusia," kata Kazi Azizul Hug dari Pusat Studi Pembangunan Bangladesh.

Irak Matador vs Bom

Pejuang Irak menculik Gubernur Provinsi Anbar, Raja Nawaf Farhan al-Mahalawi, pada Selasa pekan lalu. Penculikan itu adalah upaya untuk menghentikan gelombang serangan besar-besaran pasukan Amerika Serikat dalam Operasi Matador. Operasi ini digelar untuk memburu para pengikut Abu Musab al-Zarqawi—tokoh paling dicari militer AS di Irak—di Qaim, dekat perbatasan Suriah. Amerika mengaku operasi itu menewaskan 100 militan Irak dalam serangan terbesar selama enam bulan terakhir. Setidaknya, tiga anggota marinir terbunuh hingga hari ketiga operasi itu. "Tak ada lagi surga yang aman (bagi pejuang Irak)," ujar Kolonel Bob Chase, Komandan Operasi Matador.

Pihak AS mengerahkan 1.000 marinir, pesawat tempur, tank, dan kendaraan militer bersenjata ke kawasan persembunyian pejuang asing di Irak. Pejuang Irak membalas dengan meledakkan dua bom mobil di pasar kawasan timur Bagdad yang mengakibatkan 21 orang tewas dan 90 orang luka-luka. Tiga di antara yang terluka adalah pasukan Amerika. Pejuang Irak juga menembak mati dua pejabat Departemen Pertahanan Irak, Brigjen Iyad Imad Mahdi dan Kolonel Fadil Muhammad Mubarak. Mereka juga meledakkan bom mobil saat konvoi militer AS melintas di dekat gedung bioskop di Al-Nasr Square. Tujuh orang tewas dan 16 orang terluka dalam insiden itu.

Amerika Serikat Tes Keamanan

Gedung Putih geger ketika satu pesawat Cessna tiba-tiba menyelonong masuk ke wilayah udara terlarang di Washington pada Kamis siang pekan lalu. Pesawat itu hanya butuh 10 menit untuk mencapai Gedung Putih. Tanda bahaya menyala merah. Segera satu helikopter Black Hawk dan dua jet tempur F-16 melesat dari pangkalan udara Maryland dengan melepas empat kali semburan api peringatan sebelum pesawat gelap itu berbalik arah dan dituntun ke bandara terdekat. Dua awak Cessna ditahan tapi tak dituntut karena tindakan mereka tak disengaja.

Situasi gawat itu berlangsung selama 45 menit. Secara tak sengaja peristiwa itu menguji sistem pengamanan udara di Washington yang diterapkan sejak serangan 11 September. "Tindakan keamanan berlangsung secara efektif," ujar juru bicara keamanan dalam negeri Brian Roehrkasse. Saat itu di Gedung Putih ada Wakil Presiden Dick Chaney, istri Presiden Bush, Laura Bush, dan bekas ibu negara Nancy Reagan. Mereka segera diungsikan ke tempat yang aman.

Di mana Presiden Bush? Dia justru sedang santai dengan sepeda bersama bekas kawan sekolahnya tak jauh dari Gedung Putih di sebuah kawasan pusat penelitian. Bush tidak tahu situasi gawat yang tengah terjadi. Anggota agen rahasia pengawal Bush memutuskan untuk tidak memperingatkan keadaan bahaya kepada Bush. "Presiden dinilai dalam keadaan aman," kata juru bicara Gedung Putih, Scott McClellan.

Brasil Aliansi Baru

Satu aliansi baru untuk menghadang kedigdayaan Amerika Serikat dan negara Barat lahir di Brasil pekan lalu dalam pertemuan 12 negara Amerika Selatan dan 22 negara Arab. Tercantum dalam "Deklarasi Brasilia", inti aliansi itu adalah mempertautkan hubungan politik dan ekonomi yang berseberangan dengan kepentingan Amerika Serikat. "Pertemuan ini menandai dimulainya momen baru dalam hubungan kita," ujar Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Sekjen Liga Arab Amir Moussa menyamakan pertemuan ini dengan Gerakan Nonblok pada 1955. "Pada abad baru ini satu gerakan baru telah diluncurkan," kata Moussa.

Menurut Silva, aliansi baru ini adalah upaya menandingi dominasi AS dalam arena politik dan ekonomi global yang mengakibatkan negara kaya menjadi lebih kaya, sedang negara miskin tetap miskin. Ia menunjuk hidung Amerika yang mengambil keuntungan dari ekonomi global, termasuk soal hak intelektual. Pertemuan ini akan dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan kawasan perdagangan bebas kedua wilayah. Deklarasi juga mengecam pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina dan sanksi ekonomi Amerika terhadap Suriah. Pertemuan berikutnya dijadwalkan di Maroko pada 2008.

Rusia Intel Barat Mengobok-obok Rusia

Era kasak-kusuk dunia intelijen pada masa Perang Dingin tampaknya akan kembali. Badan intelijen baru Rusia, Federal Security Service (FSB), tengah berupaya mematahkan operasi intelijen Amerika Serikat, Inggris, Kuwait, dan Arab Saudi di sejumlah negara bekas Uni Soviet. Langkah ini diambil pemerintah Rusia setelah terbongkar operasi intelijen empat negara di atas pada Kamis lalu di Georgia, Ukraina, dan Kirgistan. Tujuan Amerika dan tiga negara lain itu adalah mengempiskan pengaruh Rusia di negara-negara bekas Federasi Uni Soviet itu. Operasi intelijen itu juga dilakukan lewat kegiatan lembaga nonpemerintah di Rusia. "Badan intelijen asing menggunakan metode nontradisional serta teknik mata-mata klasik," ujar Kepala FSB Nikolai Patrushev,

Menurut Patrushev, lawan mereka (AS dan Inggris) berupaya keras melemahkan pengaruh Rusia di belahan bekas Uni Soviet dan di dunia internasional. Patrushev yakin target Amerika berikutnya adalah Belarusia. AS terang-terangan meminta sahabat Moskow, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, agar menggelar pemilu bebas tahun depan. Patrushev menyatakan, sekitar US$ 5 juta (sekitar Rp 48 miliar) telah disiapkan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat asing untuk membiayai pemilu Belarusia.

Prancis-Inggris Korupsi Minyak

POLITISI Inggris George Galloway dan mantan Menteri Dalam Negeri Prancis Charles Pasqua diduga terlibat skandal program Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Minyak untuk pangan di Irak. Hasil penyelidikan Subkomite Tetap menuduh Galoway menerima jatah 20 juta barel dan Pasqua 11 juta barel dari pemerintah Saddam Hussein. "Mereka membeli minyak mentah Irak di bawah harga standar dan mendapat komisi 3-30 sen (dolar) per barel," kata Senator Norm Coleman, Ketua Komite Republik di Senat, pekan lalu.

Tuduhan itu didukung dokumen Kementerian Minyak Irak dan hasil wawancara dengan pejabat Irak semasa rezim Saddam. Dokumen itu menyebutkan identitas Pasqua dan Galoway sebagai penerima bagian. Program PBB senilai US$ 60 miliar (sekitar Rp 76 triliun) ini diluncurkan pada 1996. Pemerintah Bagdad diizinkan menjual minyak untuk membeli bahan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Irak yang menderita akibat embargo AS. "Saya tak pernah memperdagangkan satu barel pun," sangkal Galloway. Selasa pekan ini, ia dipanggil ke Washington untuk pemeriksaan.

RFX & EKD (BBC, AP.,AlJazeera.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus