Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Seteru nan tak kunjung padam

Kerusuhan hindu-muslim di ahmadabad, gujarat, menelan 60 korban jiwa dan 150 luka-luka. berawal dari arak-arakan prosesi tahunan orang hindu yang melewati perkampungan muslim. (ln)

19 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pemuda Muslim India dengan tenang memasuki salah satu ruang atas Rumah Sakit Vadilal Sarabhai, Ahmadabad, India. Mereka akan menengok kawannya yang sedang dirawat di sana. Tiba-tiba saja, sekitar 50 orang Hindu menyergap, dan memukuli mereka hingga pingsan. Setelah puas, tubuh kedua pemuda itu dilemparkan ke bawah melalui jendela. Di pelataran bawah, kedua tubuh itu langsung diguyur minyak tanah oleh kerumunan orang di sana. Lalu . . . "blep" tubuh-tubuh ini disulut dengan korek api. Pembakaran hidup-hidup yang terjadi Ahad lalu merupakan ekor peristiwa kerusuhan agama yang melanda Kota Ahmadabad Negara Bagian Gujarat -- sebelah barat India. Ketika itu, Rabu pekan lalu, 50.000 orang Hindu melakukan prosesi tahunan sambil membawa patung Dewa Jaganath (Kresna). Arak-arakan itu, yang diawali dengan beberapa ekor gajah lengkap dengan hiasan keemasan, melewati perkampungan kaum Muslim India. Di situlah terjadi saling mengejek antara kedua kaum itu, kemudian diikuti dengan saling melempar batu. Perkelahian masal pun tak dapat dihindari. Baku hantam itu langsung menjalar ke seluruh penjuru Kota Ahmadabad dan Baroda di dekatnya. Rumah dan toko dibakar, dan korban pun mulai berjatuhan. Sugara Bibi, 34, misalnya. Wanita Muslim ini terkapar di RS Vadilal Sarahhai, karena leher dan dadanya disayat pisau lipat oleh 3 orang Hindu. "Polisi hanya menyaksikan kejadian brutal itu, tanpa memberi pertolongan," tuturnya kepada kantor berita Press Trust of India (PTI). Lain lagi cerita Vinu Bhai, 40, seorang penjaja buah beragama Hindu. Bhai, yang kini tergeletak di lantai rumah sakit itu, ditusuk dada dan perutnya dengan pisau belati oleh 40 orang Muslim. Semuanya itu diceritakan Bhal dengan isyarat tangan. Ia tidak bisa bicara karena tenggorokannya disumbat pipa pernapasan plastik. Yang lebih gila terjadi di kawasan industri tekstil di pinggir Kota Ahmadabad. Sepasang suami istri Muslim dengan tiga anaknya dibakar hidup-hidup di dalam rumah mereka yang sengaja dikunci oleh kaum perusuh. Hingga Senin pekan ini telah tercatat 60 korban jiwa dan mencederai 150 orang. Jam malam pun diberlakukan bagi penduduk kota yang berjumlah 2,5 juta jiwa ini, 40 persen di antaranya beragama Islam. Sekitar 700 perusuh ditahan, sementara 10.500 petugas keamanan berjaga-jaga di dalam Kota Ahmadahad. Menteri Negara Bagian Gujarat, Amarsinh Chaudhary, hanya bisa berharap bahwa keadaan damai akan pulih dalam beberapa hari mendatang. Namun, bisakah kedamaian ditemukan lagi di kawasan itu? Konflik Hindu-Muslim telah berlangsung sejak Islam masuk ke India pada ahad ke-8. Empat abad berlalu. Setelah berdirinya kekaisaran Mogul, pengaruh Islam dirasakan semakin menekan pemeluk Hindu. Pertikaian kedua agama itu akhirnya memecah kawasan India, yang pernah dijajah Inggris selama 200 tahun, menjadi dua bagian: Pakistan bagi Islam, dan India untuk Hindu. Kesadaran kasta yang tinggi dan keper cayaan Hindu bahwa para penyembelih dan pemakan daging sapi dianggap sebagai "insan yang nista" membuat jurang antara kedua kaum itu. Kelompok Muslim telah lama mengeluh karena merasakan diskriminasi yang selalu muncul, baik dalam pemerintahan maupun pelayanan sosial lainnya. Kaum Muslim, yang berjumlah 80 juta jiwa, juga sering dianggap sebagai "biang kerok" kerusuhan yang selalu meletus, meski banyak di antaranya sebetulnya direncanakan oleh kaum mayoritas Hindu yang berjumlah 500 juta dari 725 juta jiwa penduduk India. Kaum minoritas Muslim bahkan pernah dituduh menerima bantuan petrodolar dari negara Arab untuk membujuk dan "membeli" kaum Harijan, kasta terendah dalam Hindu, agar masuk Islam. Karena itulah, 12 organisasi Islam di India dilarang menerima sumbangan dana luar negeri. UMUMNYA gelombang anti-Muslim dilancarkan di kota-kota yang penduduk Muslimnya mencapai 30%. Mereka ini kebanyakan cukup berada, karena bisnis tenun dan kerajinan logam yang ditekuni, maju. Selain itu orang-orang ini memegang pembuatan barang-barang kulit berkualitas prima. Tingkat hidup yang lebih tinggi inilah yang rupanya menyebabkan iri hati kaum non-Muslim, yang kemudian menimbulkan kerusuhan. Selain itu, kaum Hindu yang berkasta itu, juga merasa lebih tinggi tingkatnya dibanding Muslim. India, yang dijuluki bekas PM Indira Gandhi sebagai "negeri dengan kerusuhan enam hari dalam seminggu" itu, memang selalu akrab dengan pertikaian agama. Pada 1946, tercatat sekitar 4.000 orang menemui ajalnya dalam pertikaian politik golongan Hindu-Muslim di Calcutta. Kemudian disusul tahun 1949, yang menewaskan 200.000 jiwa dalam pertukaran penduduk Pakistan-India. Antara 1972 dan 1982 tercatat 1.397 korban jiwa. Yang terakhir pertikaian Januari lalu, lagi-lagi di Ahmadabad, yang menewaskan 30 orang. Didi Prambadi, Laporan Kantor Berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus