Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Si Akang Sam Di Bosnia

As tetap bergaris keras terhadap serbia. tapi pertempuran diperkirakan bergeser ke bosnia tengah. mampukah akang sam?

7 Mei 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAM dari kota di mana kematian menjadi keberuntungan," tulis seorang anggota pasukan perdamaian PBB mengirim surat pada keluarganya, ketika Gorazde sedang digempur habis-habisan oleh tentara Serbia. Kata-kata itu menjelaskan betapa kematian jauh lebih baik daripada tinggal di Gorazde. Selama tiga minggu, kantong permukiman muslim di sebelah tenggara Bosnia itu memang bagai neraka, setiap hari dihujani bom dan diguyuri peluru dari senapan mesin tentara Serbia. Sekitar 700 orang tewas dan 1.900 orang luka-luka akibat aksi Serbia itu. Tapi, Ahad pekan lalu, Gorazde terasa lengang. Pihak Serbia mematuhi ultimatum NATO, menarik pasukannya pada zona 3 km dari pusat kota dan memindahkan senjata berat mereka 20 km dari Gorazde. Jika tidak, NATO, yang didukung pemerintah Amerika Serikat, akan melakukan serangan udara besar-besaran terhadap posisi Serbia. Padahal, sebelumnya, banyak pihak yang pesimistis bahwa pihak Serbia mau melepaskan Gorazde. Sebab kota itu berada pada posisi strategis, dilalui oleh Sungai Drina, yang direncanakan menjadi jalur logistik tentara Serbia di Bosnia. Ancaman dan serangan udara yang dilakukan NATO pertengahan bulan lalu tak bikin mereka jeri. Serbia membalas dengan menangkap 200 personel PBB di Bosnia. Gorazde tetap dibombardir. Bahkan mereka juga menembak jatuh satu pesawat Sea Harrier milik Inggris ketika sedang patroli di atas Gorazde. Mungkin sebab itu aksi serangan udara NATO di Gorazde, yang direstui Presiden AS Bill Clinton, itu malah menjadi bumerang. Clinton dianggap gagal menyelamatkan Gorazde, bahkan membuat posisi Serbia makin kuat dengan menyandera personel PBB. Memang Clinton beranggapan, Serbia baru bisa dijinakkan jika kekuatan militer mereka dilumpuhkan. Jika kekuatan militer mereka melemah, baru mereka mau duduk di meja perundingan dan menerima tawaran perdamaian yang diajukan AS. Yakni, membagi wilayah Bosnia-Herzegovina menjadi dua bagian: 60% untuk Federasi Bosnia-Kroasia, dan 40% ke tangan Serbia. Belakangan ini peran AS dalam upaya perdamaian di Bosnia memang cukup dominan. Berkat Washington-lah maka pihak Kroasia dan muslim Bosnia mau berunding dan membentuk republik federasi. Ibu kota Sarajevo pun berhasil diamankan, oleh ancaman serangan udara NATO, hasil desakan AS. Pesawat yang dipakai untuk melakukan serangan di Gorazde pun adalah dua pesawat F-16 angkatan udara dan dua F-18 milik marinir AS. Tapi menjalankan teori itu tak mudah. Serbia ternyata tetap membandel. Maka Clinton pun berang. Washington pun mengirim isyarat agar NATO memperluas serangan udara untuk memaksa Serbia tunduk. Rusia, yang tadinya menentang aksi serangan udara NATO itu, belakangan berubah haluan. "Cuma pemboman atas posisi pasukan Serbia yang bisa menyeret mereka ke meja perundingan," kata Boris Yeltsin. Untunglah, sebelum batas waktu yang diberikan NATO berakhir, Serbia bersedia menarik pasukannya. Pengunduran tentara Serbia itu cukup mengembalikan wibawa NATO dan PBB yang tadinya sudah dianggap mandul itu. Pihak NATO pun lalu memperluas daerah aman di Serbia dengan menetapkan 5 kantong muslim lainnya - Tuzla, Srebrenica, Zepa, Bihac, dan Sarajevo - sebagai daerah aman. Tapi, bisakah ancaman serangan udara itu menghentikan peperangan di Bosnia? Kelihatannya tidak. Alam Bosnia yang bergunung-gunung serta cuaca yang tak menentu membuat posisi tentara Serbia sulit diserang dari udara. Mau tak mau, serangan udara itu harus dipandu pasukan di darat. Padahal, kedudukan pasukan PBB di darat pun terancam. Pihak Serbia tak segan-segan menggunakan mereka sebagai tameng hidup untuk melindungi senjatanya. Karena itu, tak mengherankan jika upaya damai di Bosnia tampak seperti main kucing-kucingan. Pihak Serbia masih tetap berusaha melanggar ancaman NATO. Sampai pekan lalu, misalnya, pemerintah Bosnia masih menemukan tentara Serbia di dalam zona 3 km lingkar Gorazde, dengan mengenakan kostum polisi militer Serbia. Menurut Serbia, polisi militer tak tercakup dalam ultimatum NATO itu. Perlengkapan artileri mereka, yang diminta mundur dari sekitar Gorazde, juga langsung dipindahkan ke Brcko di Bosnia Tengah. Diramalkan, Serbia akan memindahkan ajang pertempuran ke Brcko, untuk memperluas koridor yang menghubungkan daerah kekuasaan mereka di utara dan selatan Bosnia. Tampaknya, untuk menghentikan peperangan ini tinggal menunggu ketegasan AS untuk bersedia menempatkan pasukan daratnya untuk memperkuat sekitar 30 ribu pasukan PBB yang kini berada di wilayah Bosnia. Jika tidak, cuma ada satu alternatif lagi: menarik seluruh pasukan PBB di Bosnia, memberi senjata yang cukup agar muslim Bosnia bisa membela diri, setelah itu barulah NATO bisa leluasa melakukan serangan udara. Bambang Sujatmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus