Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Singh boleh bermimpi

Vishwanath pratap singh dilantik menjadi perdana menteri india menggantikan rajiv gandhi. sebulan waktu untuk membentuk kabinet. kelompok kanan dan kiri tak bersedia berkoalisi. janji-janji pm singh.

9 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI hari yang bersejarah, akhir pekan lalu, perdana menteri baru India dilantik. Disaksikan berpuluh juta manusia lewat layar TV, di tengah kilatan lampu juru kamera yang memantul dari ornamen ruang Ashoka, Istana Kepresidenan di New Delhi, Presiden Ramashawamy Venkataraman mengambil sumpah jabatan Vishwanath Pratap Singh, 58 tahun, sebagai perdana menteri baru India. Sesaat setelah dilantik, lelaki yang mengenakan pakaian warna abu-abu dengan kopiah warna senada itu langsung menyalami bekas PM Rajiv Gandhi, yang malam itu ikut hadir bersama istrinya. Singh menyatakan langkah pertamanya adalah berupaya untuk menyelesaikan masalah separatis Sikh di Punjab, dan mempersatukan bangsa India. Ia berniat menggalang persahabatan dengan negara tetangganya. "Kami prihatin dengan pengiriman pasukan India ke Sri Lanka," ujarnya. Sementara itu, Rajiv Gandhi, yang baru pertama kali minum teh bersama dengan para wartawan, menyatakan akan mendukung kepemimpinan laki-laki yang berkaca mata tebal itu. Dia lalu berdoa, "Semoga kepemimpinan India yang baru dapat bertahan selama lima tahun mendatang." Kekhawatiran Rajiv barangkali ada benarnya. Sebab, tiga jam sebelum V.P. Singh dilantik menjadi PM, kekisruhan muncul dari dalam tubuh Front Nasional (FN), yang merupakan koalisi 4 partai oposisi besar dan 3 partai daerah. Alkisah, adalah Chandra Shekhar, pemimpin Partai Janata, yang berambisi menjadi PM, merasa kecewa setelah Singh menunjuk Devi Lal, pemimpin FN lainnya, sebagai kandidat PM. Lebih-lebih setelah Devi Lal ternyata tak bersedia, dan meminta kembali Singh, sementara ia sendiri menjadi wakil PM. Partai Bharatiya Janata (BJP) -- partai sayap kanan yang memenangkan 88 kursi di Lok Shaba -- secara agak mendadak menyatakan pihaknya tak bersedia berkoalisi dengan pemerintahan baru. "Kami tak akan berpartisipasi, sekarang atau di masa datang," ujar Ketua BJP Lal Krishna Advani, tanpa memberi alasan. Sikap itu ternyata didukung CPM dan Partai Komunis India (CPI). Dengan demikian, V.P. Singh dengan partainya, Front Nasional, yang hanya meraih 141 kursi ini, akan menemui kesulitan membentuk pemerintahan baru, yang harus terbentuk selambat-lambatnya dalam waktu 29 hari mendatang. Pemerintahan baru India pun harus bergulat menghadapi krisis ekonomi. "Devisa negara sedang kosong," tutur Singh di depan televisi Ahad lalu. Kemiskinan rakyat India, katanya, disebabkan inflasi yang tinggi. Maklum, anggaran negara yang menderita defisit US$ 5 milyar diduga bakalan semakin bengkak. Selain itu, menurut data yang ada, defisit perdagangan India pun naik menjadi US$ 5,4 milyar, sementara utang luar negerinya -- menurut Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan -- sudah menggapai angka US$ 55 milyar. "Calon investor asing akan berpikir dua kali bila ingin menanamkan modalnya di sini," kata Vallabhy Bhansali, seorang pialang dari Bombay. Namun, Singh agaknya tak begitu peduli. Perdana Menteri kelahiran Allahabad tersebut berniat menghapus utang kaum petani. Ia pun berjanji akan memprioritaskan pembangunan di kawasan pedesaan yang dihuni lebih dari separuh 810 juta penduduk India. "Pembangunan selama ini hanya mencapai puncak gunung es. Kami akan membuatnya seperti air gunung yang menyiram rakyat di lapisan terbawah," katanya. Suatu janji yang lebih mudah diucapkan, memang. Tapi janji itulah yang sering diulang-ulang Singh selama kampanye. Tapi, yang agaknya pasti, PM Singh akan melepaskan pengawasan pemerintah bagi radio dan TV swasta menjadi media elektronik yang independen. Bagaimana ihwal skandal penyuapan Bofors senilai US$ 1,3 milyar yang melibatkan keluarga Gandhi? "Ah, kami tak menaruh dendam pada pribadi seseorang," ujar Singh, yang berkumis tipis itu. Didi Prambadi (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus