KEKUASAAN partai komunis telah terguling, tapi siapa penggantinya? Pertanyaan itulah yang sedang menghantui Polandia. Solidaritas berhasil menyabet 99 kursi dalam parlemen dalam pemilu bebas yang pertama -- setelah lebih dari 40 tahun -- yang dilangsungkan Juni tahun silam. Tapi serikat buruh yang menjadi ujung tombak pembaruan itu sekarang sedang dilanda perpecahan. Ahad lalu 63 tokoh puncak Solidaritas secara bersama menyatakan mengundurkan diri dari Komite Warganegara, dewan beranggotakan 200 orang yang mengotaki organisasi itu ke kursi kekuasaan. Tak heran bila peristiwa itu merupakan pukulan telak bagi Lech Walesa, pendiri dan ketua Solidaritas. Yang lebih menyakitkan lagi di antara yang mengundurkan diri itu terdapat juga pembantu-pembantu terdekatnya. Misalnya saja Bronislaw Geremek, pemuka kelompok Solidaritas di dalam perlemen. Juga Adam Michnik, redaktur Gazeta Wyborcza, koran yang menjadi corong organisasi buruh itu. Beberapa pemuka Solidaritas yang memegang jabatan menteri dalam pemerintahan sekarang turut juga mengundurkan diri. Dalam sepucuk surat yang ditandatangani bersama, ke-63 orang itu mengatakan, eksistensi Komite Warganegara dalam keadaan sekarang sudah tak dapat dipertahankan lagi. "Sampai hari ini kami masih bersamanya. Tapi, mulai hari ini pula pendapat kami berlainan secara fundamental mengenai apa yang demokratis dan apa yang bukan," kata Michnik. Walaupun cukup grogi lantaran ditinggalkan oleh kawan-kawan seperjuangan dan para sahabat dekatnya, Walesa kelihatan tetap teguh pada pendiriannya. "Saya takut kalau revolusi kita yang demikian indahnya itu takkan menghasilkan apa-apa, dan akhirnya akan dicaplok oleh yang tak berhak. Karena itulah saya akan tetap bertempur, walaupun harus berhadapan dengan teman-teman sendiri," katanya. Pengunduran diri ramai-ramai itu berpangkal pada hajat Walesa untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu yang akan datang. Alasannya ia tak sabar dengan reformasi ekonomi yang berjalan tersendat-sendat dan terhambatnnya proses swastanisasi industri dan BUMN. Walesa juga berpendapat konfigurasi politik Polandia seperti sekarang dengan Jenderal Wojciech Jaruzelski -- seorang komunis -- sebagai presiden dan tokoh Solidaritas Tadeusz Mazowiecki sebagai perdana menteri, tidak tepat. Jaruzelski harus disingkirkan secara konstitusional, agar muncul seorang presiden yang kuat. Dan presiden yang punya kekuasaan besar itu, menurut Walesa, sekarang ini cuma dialah yang layak. Dialah yang akan mempercepat proses perbaikan ekonomi dan politik. Solidaritas yang dewasa ini memegang pemerintahan me- nentangnya. Sistem kabinet parlementer seperti sekarang dan reformasi ekonomi dan politik bertahap, menurut mereka justru lebih cocok. Dengan demikian, proses demokratisasi ekonomi dan politik akan lebih mantap. Maka mereka menuduh Walesa sebagai orang yang haus kekuasaan, bahkan "calon tiran", dan terlampau memandang remeh usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi yang morat-marit. Para pemimpin sedang berjaya, sementara rakyat menghadapi kenyataan pahit sehari-hari. Banyak pensiunan turun ke jalan mengemis lantaran pendapatan mereka tak mencukupi. Pengangguran sudah mencapai angka 500 ribu di negara berpenduduk lebih dari 38.300.000 itu, selagi setan inflasi membayangi. "Revolusi Polandia memang dilancarkan tanpa pertumpahan darah, tapi rakyat masih harus berkorban untuk itu," kata seorang pengajar universitas. Perpecahan Walesa dengan teman-teman seperjuangannya itu masih dalam tahap awal. Sebulan dari sekarang Komite Warganegara akan bersidang lagi. Pada waktu itu akan terlihat apabila masih ada peluang untuk kompromi. Ada dugaan baik Walesa maupun para penentangnya akan membentuk partai sendiri-sendiri. Tapi. popularitas Walesa nampaknya masih kuat. Dan beberapa daerah bermunculan berbagai pernyataan cabang-cabang Solidaritas yang mendukungnya. Walaupun begitu, satu hal tak terelakkan: politik Polandia sedang memasuki babak baru. ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini