ANCAMAN kudeta di Phnom Penh? Rabu pekan lalu, dua anggota politbiro Partai Revolusioner Rakyat Kamboja (PRRK) ditahan. Mereka, Men Sam An -- satu-satunya wanita di antara 13 anggota politbiro -- dan Yith Kim Seng, yang juga menjadi menteri kesehatan. Bersama keduanya ditangkap pula Khieu Kanharith, redaktur koran mingguan Kampuchea, yang juga anggota dewan perwakilan rakyat. Ketiga mereka dikenal sebagai penganut reformisme. Dalam rubrik surat pembaca Kampuchea, redaktur yang punya hubungan baik dengan wartawan luar Kamboja itu suka mendorong rakyat agar berani menyatakan pendapat. Tapi benarkah penangkapan itu, sebagaimana disiarkan radio Phnom Penh yang bisa didengar di Bangkok, berkaitan dengan adanya rencana kudeta? "Musuh-musuh kita mengambil kesempatan dari kebijaksanaan pembaruan partai dengan membentuk gerakan untuk menggulingkan pemerintah," kata radio Phnom Penh Kamis pekan lalu. Tampaknya penangkapan itu ada kaitannya dengan ditahannya enam pejabat tinggi di pertengahan Mei lalu -- antara lain Menteri Perhubungan Ung Phan serta beberapa perwira tinggi di departemen pertahanan. Mereka dituduh mendirikan partai oposisi Kanapak Sangkum Pracheatipatey Serei (Partai Demokratik Sosial Liberal). Ini aneh, konstitusi Kamboja tak melarang orang membentuk partai baru. Kebetulan, keenam mereka, sebagaimana Kanharith dan dua anggota politbiro yang ditahan, dikenal sebagai orang-orang pro-pembaruan. Menurut Ek Sereywath, pejabat di kantor perwakilan Sihanouk di Bangkok, orang-orang yang ditahan itu dari kelompok para idealis yang kecewa terhadap lemahnya pemerintah terhadap merajalelanya korupsi. "Memang benar, mereka mau mengadakan kudeta pada 5 Juni," tutur Ek. Tapi, di kali lain radio Phnom Penh pun bilang bahwa penangkapan itu tak ada hubungannya dengan aksi subversi. Itu semua sekadar upaya "perombakan partai". Tapi kenyataan lain mesti dicatat. Orang-orang yang ditahan dikabarkan dekat dengan Hun Sen. Tangan yang menggerakkan penahanan itu adalah tangan Che Sim, ketua DPR, yang dekat dengan Heng Samrin. Ini mengisyaratkan adanya perpecahan di tubuh partai dan pemerintahan. Kudeta cuma dijadikan sekadar alasan dan soal "perombakan partai" bisa dilihat sebagai upaya menutupi perpecahan. Yang menarik, isu korupsi tadi. Soalnya, pihak Khmer Merah belakangan gencar menyebarkan isu korupsi di kalangan rakyat. Di desa para petani melihat Khmer Merah sebagai "o- rang yang jujur dan tidak korup". Bahkan sebuah artikel di tabloid Inggris The Guardian mengatakan, "Petani-petani Kamboja tak lagi memiliki kenangan buruk terhadap Khmer Merah." Besar kemungkinan memang benar ada perpecahan di antara Presiden Heng Samrin dan PM Hun Sen dan salah satu pihak agaknya bersimpati kepada Khmer Merah yang selama ini dianggap musuh. Yang berpihak pada Khmer Merah mugkin sudah capek dengan perang di Kamboja. Seperti diketahui, perjanjian damai baru diterima oleh pemerintah Phnom Penh, bila Khmer Merah tak diikutsertakan dalam pemerintahan koalisi. Dan tampaknya PM Hun Sen-lah yang dekat dengan Khmer Merah. Bila saja kudeta itu sukses dan Heng Samrin jatuh, bukan mustahil perundingan Tokyo akan membawa hasil besar. Bila di perundingan Tokyo, awal Juni lalu, Hun Sen tetap berpendirian tak akan menerima Khmer Merah, ini karena kudeta batal atau gagal. Terbongkarnya rencana ini mestinya membuat Hun Sen terpojok. Bila analisa itu benar, kini tinggal menunggu jatuhnya Hun Sen. Mestinya Heng Samrin akan didukung Vietnam, karena negeri ini tak akur dengan Khmer Merah. Dan perdamaian di Kamboja bisa makin jauh, dan sementara itu dukungan petani pada Khmer Merah makin kuat. Perang akan makin seru. Yuli Ismartono (Bangkok) dan BB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini