Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Pheu Thai akan bertemu pada Kamis, 15 Agustus 2024 untuk membahas pengganti mantan perdana menteri Thailand Srettha Thavisin. Ia diberhentikan sebagai perdana menteri oleh Mahkamah Konstitusi kemarin. Setelah Pheu Thai memilih calon perdana menteri, Dewan Perwakilan Rakyat akan bertemu pada hari berikutnya, Jumat, 16 Agustus untuk mengadakan pemungutan suara.
Ketua DPR Wan Muhamad Noor Matha mengirim pemberitahuan kepada semua anggota parlemen pada Rabu malam, meminta mereka untuk bersidang pada pukul 10.00 pagi hari Jumat, kata sekretaris jenderal DPR Arpath Sukhanunth, seperti dikutip oleh Bangkok Post.
Wisuth Chainarun, kepala pemerintahan dari Partai Pheu Thai, mengatakan perwakilan dari pemerintah dan partai oposisi serta kabinet sementara sepakat bahwa pemungutan suara harus diadakan sesegera mungkin.
Mahkamah Konstitusi Thailand mencopot Srettha Thavisin dari jabatan perdana menteri atas pelanggaran etika yang berat, dalam sebuah putusan pada Rabu, 14 Agustus 2024. Putusan tersebut menyatakan bahwa Srettha tidak memiliki integritas untuk menduduki jabatan perdana menteri karena mengangkat seorang menteri yang pernah menjalani hukuman penjara.
Majelis hakim mengadili kasus Srettha atas petisi dari sekelompok 40 senator yang menuduh Srettha melanggar standar etik. Dalam putusannya, mereka menyatakan Srettha jelas menunjukkan kurangnya integritas ketika ia memutuskan untuk menunjuk Pichit Cheunban sebagai menteri Kantor PM dalam perombakan kabinetnya pada 27 April lalu.
Penunjukan tersebut dilakukan Srettha Thavisin meski mengetahui bahwa Pichit telah didiskualifikasi untuk jabatan tersebut karena ia tidak jujur dan telah dipenjara pada 2008 silam atas dugaan berusaha menyuap pejabat Mahkamah Agung.
Pheu Thai harus memilih satu dari dua kandidat yang memenuhi syarat – Chaikasem Nitisiri, mantan jaksa agung dan menteri kehakiman, atau pemimpin partai Paetongtarn Shinawatra, putri berusia 37 tahun dari tokoh politik terkemuka Thaksin Shinawatra.
Sidang parlemen kurang dari 48 jam setelah pemecatan Srettha berbeda dengan tahun lalu, ketika majelis rendah memakan waktu dua bulan untuk mengadakan sidang pemungutan suara untuk memilih perdana menteri baru setelah pemilu.
Anggota parlemen yang bersekutu dengan militer saat itu bersatu untuk menghalangi pemenang pemilu, Partai Move Forward (MFP), untuk membentuk pemerintahan. Mereka bersatu di belakang Srettha dan Pheu Thai dalam pemungutan suara kedua enam pekan kemudian.
Aliansi 11 partai itu memegang 314 kursi di DPR dan seharusnya tidak mengalami kesulitan dalam memilih perdana menteri. Untuk menjadi perdana menteri, seorang kandidat membutuhkan persetujuan lebih dari setengahnya 493 anggota parlemen saat ini.
REUTERS | BANGKOK POST
Pilihan editor: Israel Umumkan Rencana Bangun Pemukiman Baru di Tepi Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini