Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang berhaluan kanan ekstrem mencatat kenaikan suara dalam pemilu yang digelar pada Minggu, 23 Februari 2025. Partai AfD yang terkenal dengan anti-imigrasi tersebut memperoleh 19,5-20 persen suara yang menempatkannya di urutan kedua, menurut jajak pendapat. Hasil ini menjadikannya sebagai partai terkuat kedua setelah aliansi konservatif Uni Kristen Demokrat (CDU) dan partai saudaranya di Bavaria, Uni Kristen Sosial (CSU) sebagai pemenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami telah mencapai hasil yang bersejarah," kata kandidat utama partai Alice Weidel, 46 tahun, kepada para pendukung partai yang dikutip dari NDTV. Mereka bersorak dan melambaikan bendera nasional Jerman pada pesta malam pemilihan di Berlin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi banyak warga negara Jerman dan partai-partai arus utama, hasil pemilu ini mengejutkan. Menurut Weidel, partainya sekarang sangat kuat di lanskap politik dan tidak pernah sekuat ini di tingkat nasional.
Ia kembali menawarkan kepada CDU/CSU untuk bekerja sama dalam pemerintahan. Namun gagasan ini ditolak keras oleh Friedrich Merz dari CDU/CSU.
AfD terkadang bersikeras bahwa partai tersebut konservatif-libertarian dan merupakan kerabat ideologis Presiden AS Donald Trump. Pendukung setia Donald Trump, Elon Musk telah menyuarakan dukungan penuh terhadap partai tersebut.
Weidel meramalkan bahwa jika CDU/CSU menolak bekerja sama dengan partainya maka AfD akan menyalip suara mereka pada pemilihan berikutnya, yang diperkirakan akan berlangsung empat tahun dari sekarang. Upaya untuk menutupi sejarah Nazi dan Holocaust Jerman mendorong dinas keamanan negara untuk menempatkan partai AfD di bawah pengawasan. AfD juga kerap menjadi sasaran protes di jalanan.
Selama kampanye, Weidel bersusah payah mendorong AfD lebih jauh ke arus utama politik. AfD dibenci oleh banyak orang Jerman karena secara terbuka mencela migran ilegal, Islam, dan multikulturalisme.
Di tengah perang budaya yang dipicu media sosial yang kian memecah belah demokrasi liberal Barat, AfD menyuarakan pandangan anti-"woke", meragukan perubahan iklim, dan condong membela Rusia dalam perang Ukraina. Kampanye disinformasi yang terkait dengan Rusia telah sangat mendukung pandangan dan narasi pro-AfD.
Pemimpin AfD, Alice Weidel adalah seorang perempuan. Ia tinggal bersama pasangannya yang juga seorang perempuan kelahiran Sri Lanka. Mereka membesarkan dua orang anak bersama, di sebuah kota di seberang perbatasan di Swiss. Weidel dikenal sebagai penutur bahasa Mandarin. Ia pernah menghabiskan beberapa tahun di Cina saat bekerja sebagai profesional.
Menurut Reuters, melonjaknya perolehan suara partai anti-imigrasi AfD dipicu oleh ketakutan publik terhadap imigrasi dan keamanan. Menjelang pemilu, serangkaian serangan mematikan yang dituduhkan kepada para migran dan kekhawatiran mengenai ekonomi yang sedang sakit membuat pemilih melabuhkan suaranya pada AfD.
Meskipun memperoleh hasil yang kuat, AfD tampaknya tetap tidak berkuasa untuk saat ini. Sebab calon mitra koalisinya partai CDU/CSU menolak semua kerja sama dengan partai ekstrem kanan.