HARAPAN, itulah mungkin yang mendorong sebagian rakyat Rusia tetap memilih Boris Yeltsin sebagai presiden. Sampai Ahad petang kemarin, perhitungan referendum Rusia baru bisa dipastikan hasilnya untuk pertanyaan pertama dari empat pertanyaan: ''Apakah Anda mempercayai Boris Yeltsin sebagai presiden?'' hampir 60% menjawab ''ya''. Logikanya, untuk pertanyaan kedua, ''Apakah Anda mendukung reformasi Yeltsin?'', rakyat Rusia pun akan menjawab ya. Sebab, untuk apa mendukung Yeltsin bila tak mendukung reformasinya. Dan tentunya, pertanyaan ketiga akan dijawab oleh mayoritas pemilih dengan ''tidak''. Inilah pertanyaan yang berbunyi, ''Apakah Anda menginginkan pemilihan presiden dipercepat?'' Dan kalau sudah begitu, pertanyaan keempat mestinya dijawab oleh mayoritas pemilih dengan ''ya'' juga. Inilah pertanyaan yang berbunyi, ''Apakah Anda menginginkan pemilihan anggota parlemen dipercepat?'' Harapannya, Kongres Wakil Rakyat atau parlemen baru akan terdiri dari mayoritas pendukung Yeltsin. Sesungguhnya, beberapa pengumpulan pendapat yang dilakukan di Rusia menyimpulkan hasil seperti itu. Poll dari Voter Research and Survey di 96 lokasi di seluruh Rusia dengan 6.000 responden, misalnya, menyimpulkan bahwa sekitar tiga perempat responden tak lagi mempercayai Kongres. Dan itu mestinya bukan hanya berkat gencarnya kampanye yang dilakukan para pendukung Yeltsin. Hampir setiap malam, dua saluran televisi Rusia yang dikuasai Yeltsin tak henti-hentinya menayangkan gambar pemimpin Rusia itu bersama para imam Gereja Ortodoks serta film dokumenter Yeltsin bersama keluarganya. Tapi itu juga karena sebagian rakyat Rusia tak punya pilihan lain. Kata Valera Shestakov, seorang insinyur berusia 37 tahun, kepada wartawan Asian Wall Street Journal, ''Saya memilih dia (Yeltsin) karena sekarang ini belum ada alternatif lainnya.'' Dan para pendukung Yeltsin itu tampaknya bukan pendukung buta. Mereka sadar bahwa reformasi belum berhasil, dan hidup semakin susah. ''Tentu saja saya sangat kecewa bahwa hidup semakin sulit dari hari ke hari dalam dua tahun terakhir ini,'' tutur Galina Gorbinova, seorang operator telepon, ''tapi saya belum sepenuhnya melepaskan harapan bahwa segalanya akan berubah lebih baik nanti.'' Di sini tampaknya harapan Ruslan Khasbulatov, ketua parlemen yang bermusuhan dengan Yeltsin, terkubur sudah. Dalam wawancaranya dengan majalah Time, Khasbulatov masih melihat di Rusia ada alternatif kepemimpinan, karena di Rusia hidup 150 juta rakyat. Ia menyebut-sebut nama Wakil Presiden Alexander Rutskoi, juga perdana menteri, dan para gubernur di Rusia sebagai alternatif. Hanya saja, seandainya benar Yeltsin memenangkan keempat pertanyaaan itu, masih jadi pertanyaan, adakah ia bisa menjalankan reformasi seperti yang diinginkannya. Referendum Ahad kemarin, yang diselenggarakan atas inisiatif Kongres Wakil Rakyat, sama sekali tak menyinggung-nyinggung perubahan konstitusi. Padahal, di situlah terletak kunci masalah: selama ini reformasi Yeltsin berjalan terbata-bata karena dihalangi oleh Kongres Wakil Rakyat. Dan itu bisa terjadi karena Konstitusi Rusia mengatakan Kongres berhak mengontrol beberapa institusi, antara lain bank sentral Rusia dan pemilihan perdana menteri. Akibatnya, tak semua rencana Yeltsin bisa diwujudkan. Dengan kata lain, biarpun menang dan tetap menjadi presiden, Yeltsin harus bersedia mengadakan banyak kompromi dengan Kongres. Dijelaskan atau tidak, kompromi sudah dilakukan Yeltsin pekan lalu. Dalam harian Rossiiskiye Vesti, Yeltsin menulis bahwa dalam masa transisi menuju ke sistem ekonomi pasar, ''Kami terpaksa melakukan perubahan.'' Perubahan itu, ujarnya lagi, tak hanya dalam strategi, tapi juga berupa perubahan orang. Maka, pekan lalu Yeltsin mengangkat Oleg Lobov sebagai wakil pertama perdana menteri, menggantikan Andrei Nechayev, salah satu arsitek reformasi ekonomi Rusia. Oleg Lobov, 55 tahun, meskipun teman dekat Yeltsin, sikapnya lebih dekat ke kelompok garis keras. Padahal, sebagai wakil pertama perdana menteri, Lobov mengontrol dua hal yang diperlukan dalam reformasi ekonomi: program penswastaan dan kementerian keuangan. Tapi memang, kompromi tak ada jeleknya bila itu tak menghalangi reformasi ekonomi. Melihat yang terjadi di Rusia selama ini, hal yang sebaliknya yang lebih mungkin terjadi. Maka, bila ternyata kompromi itu menjadi halangan, dan kehidupan di Rusia bertambah sulit, boleh diharapkan bahwa orang-orang seperti Galina Gorbinova, pendukung Yeltsin yang sudah dikutip pendapatnya itu, bakal berbalik memusuhinya. Ketika itulah sang reformis yang mengarsiteki runtuhnya Uni Soviet akan tersingkirkan. Tak begitu jelas, adakah Khasbulatov tak sabar menunggu saat para pendukung Yeltsin berbalik karena ekonomi yang semakin sulit, ataukah ia melihat bahwa Yeltsin akan berhasil dengan reformasinya, ia meminta Kongres mengadakan sidang darurat, Senin pekan ini. Tujuannya, menggalang sikap anti-Yeltsin. Melihat situasi ini, tampaknya tarik tambang kekuasaan antara Yeltsin dan Khasbulatov belum akan usai dalam waktu dekat: sebuah persaingan yang korban terdekatnya adalah reformasi Rusia. Mungkin sebuah pendapat perlu dicatat, yakni pernyataan bahwa Yeltsin atau Khasbulatov, atau siapa pun yang berkuasa di Rusia, tidak penting. Yang diperlukan adalah sebuah pemerintahan yang kuat, yang bisa menjalankan reformasi dengan mulus. Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini