Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq, menyoroti peran media sosial dalam berpolitik yang diibaratkan seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, sosial media dapat melampaui batas-batas konvensional dalam berpolitik sehingga meningkatkan demokratisasi, namun di sisi lain media sosial juga berpotensi melahirkan narasi merugikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu benar-benar membuat saya khawatir,” kata Saddiq di kantor FCPI,Jakarta, Jumat,15 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saddiq mengingatkan kampanye politik dapat mengeksploitasi rasa takut hingga xenofobia di kalangan masyarakat. Di Malaysia, saat ini isu-isu dapat digiring ke media sosial untuk memengaruhi opini publik.
“Itulah mengapa saya menekankan hal ini, media sosial jika disalahgunakan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Saddiq mengatakan media sosial lebih berpengaruh dalam kampanye politik sebab pertarungan yang sebenarnya terjadi di sana. Sebagai contoh, seorang kandidat anggota parlemen di Malaysia kehilangan kursinya, sebagian karena kampanyenya gagal memanfaatkan media sosial secara efektif, sementara pada saat yang sama, kampanye lain berhasil dengan memanfaatkan platform seperti TikTok.
Menurut Saddiq, kondosi Ini adalah masalah serius karena banyak politikus yang tidak memperkirakan pengaruh TikTok pada narasi politik. Dia juga menyebut di Belanda, kandidat populis memperoleh dukungan melalui platform digital. Saddiq turut menyoroti keberhasilan kampanye ‘gemoy’ yang berhasil dilakukan Presiden RI Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
“Ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya belajar dan beradaptasi. Permainan telah berubah, dan mengabaikan kekuatan media sosial bukan lagi pilihan,” tuturnya.
Saddiq dilantik menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia pada 2 Juli 2018 saat berusia 25 tahun. Ketika itu, dia mencatatkan diri sebagai menteri termuda di Malaysia.
Sebelum menjadi menteri, Saddiq mendapat penghasilan dengan aktif mengajar sejumlah mata pelajaran seperti hubungan internasional, debat, hingga pengucapan awam. Mengajar adalah minatnya sejak dulu. Di Indonesia, dia pernah memberikan kuliah di Universitas Bina Nusantara. Saddiq mengaku telah mengajar di 25 negara di dunia.
Dalam panggung politik Malaysia, Saddiq pernah dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, dua kali hukum cambuk, dan denda RM10 juta atau sekitar Rp 33 miliar oleh Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur pada Kamis, 9 November 2023, karena terbukti bersalah melakukan korupsi. Kantor Berita Bernama mewartakan Saddiq dinyatakan bersalah atas empat dakwaan yakni melanggar kepercayaan, penyelewengan properti dan pencucian uang. Setelah itu Saddiq mengajukan banding dan dijerat hukuman cambuk.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini