Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, sudah lama mengajukan gagasan pembentukan lembaga semacam Danantara.
Gagasan lembaga investasi pengelola laba BUMN itu ditolak menteri pemerintahan Orde Baru.
Danantara memerlukan para profesional yang tak mudah goyah oleh godaan uang dan kekuasaan.
CARA terbaik berbakti kepada orang tua adalah meneruskan apa yang gagal mereka lakukan semasa hidup. Presiden Prabowo Subianto mewujudkan gagasan ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, yang wafat pada 2001 di usia 84, dengan membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syahdan, pada akhir 1980-an, menteri ekonomi Orde Lama dan Orde Baru itu punya ide membentuk sebuah lembaga yang mengelola 1-5 persen laba badan usaha milik negara. Lembaga tersebut, dalam gagasan Sumitro, menjadi semacam investment trust sekaligus penjamin investasi atau guarantee fund. Sumitro bahkan membayangkan lembaga ini bisa membeli saham-saham perusahaan swasta yang menguntungkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika berpidato dalam rapat anggota Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia pada 16 Desember 1996, Sumitro bercerita bahwa gagasan tersebut sudah ia sampaikan kepada J.B. Sumarlin, Menteri Keuangan 1988-1993. Namun Sumarlin menolak gagasan itu secara halus dengan mengatakan Indonesia belum memerlukan lembaga semacam pengelola laba BUMN.
Sumitro mengklaim ia meneruskan ide itu kepada pemerintah Malaysia dan dieksekusi. Meski tak menyebutnya secara spesifik, pernyataan Sumitro merujuk pada Khazanah Nasional Berhad yang didirikan pemerintah Malaysia pada 1993. Khazanah adalah induk perusahaan negara yang bertindak sebagai lembaga investasi sekaligus menjadi jaminan seperti gagasan Sumitro.
Dalam buku Paradoks Indonesia dan Solusinya, Prabowo berulang-ulang menyebut Indonesia ketinggalan dibanding Malaysia. Negeri jiran itu sudah bisa membuat mobil nasional sendiri pada 1983. Pendapatan per kapita orang Malaysia tiga kali lebih tinggi dibanding orang Indonesia. Semua itu, menurut Prabowo, terwujud karena pemerintah mengendalikan ekonomi melalui BUMN.
Ia terpukau oleh cara Deng Xiaoping membangun ekonomi Cina pada 1978-1989 dengan membuat ratusan ribu BUMN untuk mengolah sumber daya alam mereka. Kini 82 perusahaan negara Tiongkok berada dalam daftar Fortune Global 500. Karena itu, Prabowo mengajukan solusi memperbaiki ekonomi Indonesia dengan mewujudkan kapitalisme negara ala Cina.
Maka Danantara menjadi semacam proyek historis Prabowo sekaligus upaya mewujudkan impiannya meniru kemajuan Cina. Agar tercapai, satu solusi lagi ada di jalan politik. Juga meniru Cina, yakni demokrasi Pancasila.
Menurut Prabowo, pemilihan langsung itu mahal dan memicu korupsi serta membuka jalan bagi oligarki mengendalikan kekuasaan. Karena itu, sistem demokrasi yang ia yakini cocok dengan Indonesia bukan demokrasi liberal yang mengizinkan pemilihan langsung seperti sekarang.
Dengan latar belakang seperti itu, Kendra Paramita mengajukan tiga gambar sebagai ilustrasi sampul laporan utama pekan ini. Tapi ia agaknya terlalu menyimak percakapan dalam rapat editorial tentang perseteruan para menteri Kabinet Indonesia Maju perihal Danantara.
Kendra terlalu menonjolkan sosok Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad. Gambarnya kurang masuk mengilustrasikan gagasan besar Prabowo membentuk Danantara.
Rancangan Sampul Tempo Danantara
Revisi Undang-Undang BUMN memang pertarungan Erick Thohir dengan orang-orang dekat Prabowo. Dalam gagasan awal, Danantara 100 persen menggantikan Kementerian BUMN. Tentu saja Erick Thohir menolak rencana ini. Itulah sebabnya peluncuran Danantara berkali-kali dibatalkan. Perebutan kekuasaan di BUMN menjadi penyebab pembentukannya mundur.
Agaknya pertempuran itu berakhir kompromistis. Kementerian BUMN tetap ada dalam Undang-Undang BUMN yang disahkan DPR pekan lalu meski hanya jadi pemegang saham 1 persen perusahaan negara. Namun Erick "menang banyak" dengan menempatkan orang-orangnya sebagai penguasa Danantara. Para penggagas awal Danantara tersingkir dari lembaga baru ini.
Maka Kendra menggambar ulang rancangan sampul untuk mengakomodasi informasi di atas. Ia mengajukan dua rancangan: Prabowo naik kapal dengan layar robek dan Prabowo mengemudikan alat berat sedang merangkai logo BUMN. Para redaktur sepakat memilih gambar Prabowo merangkai logo dengan alat berat, yang pas menggambarkan Danantara dalam liputan kali ini.
Mengemudikan alat berat butuh keahlian khusus, apalagi sambil merangkaikan logo yang berantakan agar bisa kembali menyatu. Prabowo memerlukan keahlian khusus mengendalikan Danantara, dengan menunjuk orang yang tak gampang tergoda uang, tak memakai kekuasaan untuk menyelewengkan amanah, dan menjaga tata kelola yang baik.
Danantara dan BUMN ke depan sangat bergantung pada profesionalisme Prabowo dan orang-orangnya—seperti dibayangkan Sumitro Djojohadikusumo 35 tahun lalu—mengelola Rp 10.402 triliun aset BUMN tanpa pengawasan audit dan proteksi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi. Selamat membaca. ●