Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ribuan Warga Rusia Berusaha Menghindari Mobilisasi Militer

Puluhan ribu warga Rusia berbondong-bondong ke luar negeri menghindari mobilisasi militer untuk berperang di Ukraina.

2 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ribuan orang Rusia kabur ke luar negeri untuk menghindari mobilisasi militer.

  • Presiden Cina Xi Jinping muncul dalam berbagai acara untuk menepis rumor kudeta.

  • Pemerintah Iran membantah adanya kekerasan dalam kasus Mahsa Amini.

RUSIA

Ribuan Orang Kabur dari Mobilisasi Militer

PULUHAN ribu warga Rusia berusaha menghindari mobilisasi militer untuk perang Rusia-Ukraina sejak Rabu, 21 September lalu. Mereka berdatangan ke perbatasan Rusia dengan Georgia, Mongolia, Finlandia, dan Kazakstan. Kolonel Aslan Atalyqov, penjabat kepala komisi imigrasi Kazakstan, menyatakan sekitar 40 ribu warga Rusia telah masuk ke negaranya dan kemudian pergi ke negara lain, terutama Uzbekistan dan Kirgizstan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami tidak takut, tapi mengapa kami harus berperang di Ukraina? Mengapa?” kata Aleksey, warga Rusia yang berencana tinggal di Mongolia sampai situasi membaik, kepada Reuters. “Jika negara lain menyerang Rusia, kami akan berjuang untuk negara kami. Tapi mengapa kami pergi ke Ukraina? Untuk apa?”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan perintah mobilisasi militer di tengah kekalahan serius Rusia dalam perang di Ukraina. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan 300 ribu orang akan dikerahkan, tapi kabar yang beredar menyebutkan Kremlin bakal merekrut lebih dari 1 juta orang.

Putin menilai terjadi kesalahan dalam proses mobilisasi. “Penting untuk memperbaiki semua kesalahan dan mencegah agar tidak terulang, misalnya mengenai orang-orang yang berhak mendapatkan penangguhan,” ujar Putin, seperti dikutip kantor berita TASS, dalam pertemuan Dewan Keamanan pada Kamis, 29 September lalu.


CINA

Xi Jinping Muncul Setelah Rumor Kudeta

SETELAH didera rumor kudeta, Presiden Cina Xi Jinping muncul dalam peringatan Hari Martir di Lapangan Tiananmen pada Jumat, 30 September lalu. Sekretaris Jenderal Komite Pusat Partai Komunis Cina (PKC) tersebut meletakkan keranjang bunga untuk para pahlawan yang gugur dalam perang kemerdekaan negeri itu. Xi didampingi sejumlah pemimpin PKC, seperti Perdana Menteri Li Keqiang, Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina Li Zhanshu, dan Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina Wang Yang.

Xi kemudian menghadiri perayaan Hari Nasional Cina, yang jatuh pada 1 Oktober, di Aula Akbar Rakyat di Beijing. Dalam sambutannya, Perdana Menteri Li mengatakan PKC akan menggelar kongres nasional pada tahun ini dan menekankan pentingnya acara tersebut. “Dalam menghadapi perkembangan yang kompleks dan menantang baik di dalam maupun di luar Cina, seluruh bangsa kita, di bawah kepemimpinan kuat Komite Sentral PKC dengan Kamerad Xi Jinping sebagai intinya, telah maju bersama dengan semangat dan tekad,” katanya, seperti dikutip Xinhua.

Rumor kudeta terhadap Xi Jinping beredar di media sosial ketika Xi tak terlihat di muka publik sejak kembali dari pertemuan puncak regional di Uzbekistan pada 16 September lalu. Kemunculannya dalam berbagai acara belakangan ini telah menepis desas-desus tersebut.


IRAN

Pemerintah Bantah Adanya Kekerasan terhadap Mahsa Amini

PEMERINTAH Iran membantah adanya kekerasan dalam kasus Mahsa Amini, perempuan Kurdi yang meninggal saat ditahan polisi syariah karena memakai hijab secara tidak benar. “Kesimpulan seperti ini (adanya pemukulan atau kekerasan) terlalu dini untuk disampaikan mengingat investigasi dan penyelidikan masih berlangsung,” begitu menurut Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta dalam keterangannya pada Jumat, 30 September lalu.

Presiden Cina Xi Jinping memperingati Hari Martir di Lapangan Tiananmen, Beijing, Cina, 30 September 2022. REUTERS/Thomas Peter

Kematian Amini telah memicu unjuk rasa besar di berbagai kota dan mengakibatkan 83 orang meninggal hingga Kamis, 29 September lalu. Keluarga Amini dan demonstran menuduh bahwa Amini tewas karena disiksa.

Kedutaan mengutip keterangan Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi bahwa hasil penyelidikan awal dan laporan dari Rumah Sakit Kasra tempat Amini diautopsi membuktikan tidak ada kekerasan dan pukulan apa pun terhadap Amini. Mehdi Faruzesh, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik Teheran, juga menyatakan penyelidikan soal penyebab kematian Amini memerlukan bukti yang kuat dan rinci. Tapi satu-satunya dokumentasi medis yang tersedia adalah kasus rawat inap untuk operasi otak Amini di Teheran pada 2007, ketika Amini berusia 8 tahun.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus