Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Taliban membentuk pemerintahan sementara Emirat Islam Afganistan.
Kabinet masih didominasi orang-orang dari rezim Taliban era 1990-an.
Sebagian menteri masuk dalam daftar teroris yang paling dicari.
TEMBAKAN dan pemukulan oleh tentara Taliban mewarnai demonstrasi yang pecah di Kabul, Afganistan, pada Selasa, 7 September lalu. Ratusan lelaki dan perempuan turun ke jalan sebagai protes terhadap kekuasaan Taliban dan menuntut hak-hak perempuan. Para demonstran juga menyerukan slogan-slogan anti-Pakistan. Mereka menuduh negara tetangga itu telah mendukung Taliban berkuasa meski Pakistan membantahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perempuan Afgan ingin negeri mereka bebas. Mereka ingin negeri mereka dibangun kembali. Kami sudah lelah. Kami ingin semua orang hidup normal. Berapa lama kami akan hidup dalam situasi seperti ini?” kata Sarah Fahim, salah seorang demonstran, kepada AFP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah demonstran juga menunjukkan dukungan kepada pasukan perlawanan yang dipimpin Ahmad Massoud di Lembah Panjshir. Sehari sebelumnya, Ahmad menyerukan “perlawanan nasional” kaum sipil terhadap Taliban.
BBC melaporkan beberapa jurnalis, termasuk wartawannya, dilarang merekam unjuk rasa itu. Kantor berita Afganistan, Tolo, melaporkan juru kameranya ditangkap dan ditahan selama hampir tiga jam.
Demonstrasi ini terjadi pada hari Taliban mengumumkan pemerintahan sementara untuk negara yang mereka sebut Emirat Islam Afganistan. “Emirat Islam telah menunjuk kabinet sementara dan berkomitmen untuk mengendalikan dan memajukan urusan pemerintahan yang baik dan akan mulai bekerja dengan segera. Mereka akan bekerja untuk menerapkan hukum Islam dan syariah di negara ini, mengamankan kepentingan tertinggi negara, mengamankan perbatasan Afganistan, serta memastikan keamanan, kemakmuran, dan kemajuan yang langgeng,” kata Amir al-Mukminin Emirat Islam Afganistan, Mullah Hibatullah Akhundzada, dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo pada Rabu, 8 September lalu.
Akhundzada menegaskan kembali komitmen Taliban untuk mengamankan Afganistan dari kelompok teroris. “Pesan kami kepada tetangga kami, kawasan, dan dunia, adalah bahwa tanah Afganistan tidak akan digunakan untuk melawan keamanan negara mana pun. Kami menjamin semua bahwa tidak ada kekhawatiran akan Afganistan,” tuturnya.
Hal ini sesuai dengan kesepakatan Taliban dan Amerika Serikat dalam perundingan di Doha, Qatar, pada Februari 2020. Saat itu Taliban berjanji tidak akan mengizinkan ada kelompok yang menggunakan tanah Afganistan sebagai basis untuk menyerang negara lain, seperti ketika Al-Qaidah membangun markas di sana untuk menyerang World Trade Center pada 2001.
Namun pemerintahan sementara itu tak sesuai dengan janji Mullah Abdul Ghani Baradar, pemimpin Taliban, untuk membentuk pemerintahan yang inklusif. “Kami akan membangun pemerintahan yang inklusif dan mewakili semua rakyat Afganistan,” demikian janji Baradar ketika tiba di Kabul untuk mengikuti perundingan pembentukan pemerintahan sementara.
Nyatanya, hampir semua jabatan di kabinet diduduki oleh orang dari suku Pashtun, etnis mayoritas di negeri itu. Hanya satu dari suku Tajik dan satu dari Uzbek. Semua anggota kabinet juga anggota Taliban.
Taliban telah memilih Mullah Hibatullah Akhundzada sebagai pemimpin tertinggi dengan jabatan Amir Emirat Islam Afganistan. Kursi perdana menteri diserahkan kepada Muhammad Hassan Akhund, salah seorang pendiri Taliban, dan Abdul Ghani Baradar sebagai wakilnya. Total ada 19 menteri, tujuh wakil menteri, dan tiga direktur dalam kabinet sementara ini.
Semua anggota kabinet adalah wajah-wajah lama yang memimpin Afganistan di bawah Taliban pada 1990-an. Hassan Akhund, misalnya, pernah menjadi wakil perdana menteri dan menteri luar negeri. Baradar pernah memegang berbagai jabatan, termasuk gubernur Herat dan Nimruz serta wakil kepala staf angkatan darat. Menteri Informasi Mullah Khairullah Khairkhwa dulu menjadi menteri dalam negeri.
Anggota delegasi Taliban bertemu dengan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai, 19 Agustus 2021. Dr. Abdullah Abdullah melalui Facebook/Handout via REUTERS
Kebanyakan dari mereka adalah anggota Quetta Shura atau Rabbari Shura, dewan pimpinan tertinggi Taliban yang dibentuk pada 2002 dan berbasis di Quetta, Pakistan. Dewan ini dibentuk setelah rezim Taliban digulingkan pada 2001 dan para pemimpinnya kabur ke Pakistan.
Sebagian anggota kabinet juga tercatat sebagai teroris di berbagai negara. Menteri Dalam Negeri Sirajuddin Haqqani adalah teroris yang paling dicari dan kepalanya dihargai US$ 5 juta. Ada pula yang disebut “Taliban Lima”, sebutan dari militer Amerika Serikat untuk Menteri Urusan Perbatasan Mullah Noorullah Noori, direktur intelijen Abdul Haq Wasiq, Menteri Informasi Mullah Khairullah Khairkhwa, dan Wakil Menteri Pertahanan Mullah Mohammad Fazil, serta Mohammad Nabi Omari, yang tidak masuk kabinet tapi dikabarkan menjadi Gubernur Provinsi Khost.
Taliban Lima pernah memegang sejumlah jabatan di pemerintahan Taliban sebelum digulingkan oleh invasi Amerika pada 2001. Noori pernah menjadi gubernur di salah satu provinsi dan Wasiq di lembaga intelijen. Khairkhwa turut mendirikan Taliban dan dekat dengan Mullah Mohammed Omar, pendiri Taliban, dan Usamah bin Ladin. Fazil bekas pejabat tinggi militer dan Omari diduga punya hubungan dengan Al-Qaidah dan kelompok teroris lain.
Tentara Amerika menangkap dan menjebloskan mereka ke penjara di Teluk Guantanamo pada 2002. Namun mereka dibebaskan pada 2014 dalam pertukaran tahanan dengan Bowe Bergdahl, desertir tentara Amerika yang ditangkap Taliban pada 2009. Donald Trump menyesali pertukaran ini. “Jadi kita mendapatkan Bergdahl, seorang pengkhianat, dan mereka mendapatkan lima orang yang paling mereka inginkan di mana pun di dunia, lima pembunuh yang sekarang kembali ke medan perang untuk melakukan pekerjaan itu,” ujar Trump dalam kampanye pemilihan presiden pada 2015.
Masyarakat internasional menyambut pemerintahan baru Afganistan ini dengan reaksi yang beragam. Cina, negara tetangga Afganistan, memandang pemerintahan baru ini sebagai langkah yang perlu untuk membangun kembali negeri itu. “Hari ini, Afganistan berdiri di persimpangan jalan bersejarah. Kami sangat berharap Afganistan dapat membuat pilihan yang tepat dan menemukan jalur pembangunan yang sesuai dengan kondisi nasionalnya,” tutur Geng Shuang, perwakilan tetap Cina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti dikutip Xinhua.
Jepang masih memantau perkembangan dan menyatakan keprihatinan atas keselamatan warganya di Afganistan. “Melalui berbagai upaya, termasuk dialog praktis dengan Taliban, kami melakukan yang terbaik untuk memastikan keselamatan warga negara Jepang dan anggota staf lokal yang tersisa,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Katsunobu Kato, seperti dikutip Euronews.
Jerman kurang optimistis terhadap komposisi pemerintahan Taliban. “Pengumuman pemerintahan transisi tanpa partisipasi kelompok lain, dan kekerasan kemarin terhadap demonstran dan jurnalis di Kabul, bukanlah sinyal yang memberi alasan untuk optimisme,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas.
Adapun Amerika Serikat masih menimbang pengumuman Taliban ini, tapi mempertegas harapan bahwa rakyat Afganistan layak mendapatkan pemerintahan yang inklusif. “Kami juga menegaskan kembali harapan kami bahwa Taliban memastikan tanah Afganistan tidak digunakan untuk mengancam negara lain dan memungkinkan akses kemanusiaan untuk mendukung rakyat Afganistan. Dunia mengawasi dengan cermat,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Ned Price, kepada VOA.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo