Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tembok Merah Berlin Pun Terancam...

Presiden Erich Honecker tak berkutik menghadapi kubu reformis & menyerahkan kursi pemimpin Partai Komunis kepada Egon Krenz. Muncul gerakan buruh mirip solidaritas, menuntut hak mogok, pers bebas.

28 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENTENG komunisme paling kolot di Eropa Timur akhirnya runtuh pada Rabu pekan lalu. Presiden Erich Honecker tak berkutik menghadapi serangan kubu reformis, dan terpaksa menyerahkan kursi pemimpin Partai Komunis Jerman Timur (PKJT) kepada Egon Krenz. Kancah politik di negeri komunis itu pun makin semarak, dan rakyat jadi lebih berani berhamhuran di jalan untuk menyuarakan tuntutan. Bahkan kaum buruh mulai terpancing menjadikan Solidaritas sebagai kiblat perjuangan. Pekan lalu, para buruh perusahaan elektronik Wilhem Pieck menyatakan telah membentuk organisasi buruh bebas bernama Pembaruan. Dengan alasan, organisasi yang telah ada tak mewakili kepentingan mayoritas buruh, kurang percaya diri, dan hanya menjadi onderbouw Partai Komunis. Organisasi gelap itu juga mengajak para buruh di seluruh Jerman Timur bergabung. "Dalam situasi kritis seperti sekarang, kami mengimbau semua kolega dan seluruh buruh di republik kita agar ikut bertanggung jawab terhadap masa depan bersama," bunyi selebaran gelap mereka. Organisasi gelap ini pun menuntut hal yang dituntut oleh Solidaritas: hak mogok, hak demonstrasi, kebebasan pers, pencabutan pembatasan melancong ke luar negeri, serta penghapusan hak-hak istimewa golongan elite Partai dan pemerintahan. Untuk menjaga kemandirian, Pembaruan tak mau tunduk kepada organisasi atau partai politik mana pun. Kabar tentang pemogokan memang belum terbetik. Tapi sebuah gebrakan sudah dilontarkan. Sejak akhir pekan lalu, Pembaruan menunjukkan sikap tak bersahabat kepada manajemen dan Partai. Persis seperti dilakukan Solidaritas di awal kelahirannnya. Lihat saja, tak kalah semarak dengan demonstrasi di pabrik galangan kapal di Gdansk, Polandia, Sabtu pekan lalu ribuan warga Berlin Timur dan Plauen berkeliling kota sambil bergandeng tangan. Mulut mereka bungkam. Hanya pamflet-pamflet yang bersuara lantang. Isinya membantah berita surat-surat kabar resmi yang menganggap sepi guncangan demonstrasi kala Presiden Soviet Mikhail Gorbachev bertandang ke sana dua pekan lalu. Para demonstran itu semula berjalan menuju Palast de Republik alias istana keperesidenan, di pusat Kota Berlin. Lalu mereka menuju Alexanderplatz untuk menemui Wali Kota Krack dan Guenter Schabowski dari Politbiro. Di sana mereka berdialog dan memperoleh kabar baik. "Pemerintah sedang mempersiapkan undang-undang baru tentang izin perjalanan ke Barat," ujar Schabowski. Paling mengejutkan dari rencana undang-undang itu, para pelancong tak wajib lagi memberikan alasan komplet tentang maksud perjalanannya. Menurut koran Partai Neues Deutschland, "Kebijaksanaan itu akan memenuhi keinginan banyak orang." Tapi semulus-mulus jalan, ada juga benjolnya. Pihak "konservatif" mencoba menjegal pengesahan rencana undang-undang itu, dengan mengungkit-ungkit sikap Jerman Barat yang dengan santai mengabulkan permintaan paspor dari warga Jerman Timur, dan memberikan status sebagai warga negara penuh kala mereka yang memasuki perbatasan Jerman Barat. Kata mereka, itu sama dengan pelanggaran terhadap kedaulatan Jerman Timur. Alasan lainnya menyangkut soal keuangan. Tahun lalu, tercatat lebih dari 7 ribu orang Jerman Timur yang melancong ke Barat. Mereka menghabiskan US$ 1,9 milyar. Menurut kaum konservatif, peristiwa itu merupakan ancaman serius terhadap cadangan mata uang asing Jerman Timur. Tapi Krenz, bos baru dalam Partai, tampaknya tak peduli. Negara ortodoks tak akan bisa bertahan di tengah gelombang perubahan di Eropa Timur, dan "Eksodus ke Barat adalah luka yang menyakitkan, sekaligus membuktikan bahwa Partai terlalu lamban menghadapi tuntutan pembaruan," kata Krenz. Kiblat pembaruan Krenz sudah jelas. Sabtu pekan lalu, dia berbicara lewat telepon dengan Gorbachev. Katanya, "Pengalaman Soviet dalam merestrukturisasi negara juga penting bagi Republik Demokrasi Jerman." Maka, dia langsung merencanakan kunjungan ke Moskow dan membuka dialog dengan masyarakat luas. Ahad pekan lalu, hal kedua sudah dilaksanakannya. Sejumlah anggota Partai, sebagian memakai lencana bergambar Gorbachev, tampil di depan para demonstran di Alexanderplatz. Beberapa aktivis partai bawah tanah juga tampak hadir. Lalu berlangsunglah tanya jawab. Ternyata, yang bertanya maupun yang menjawab sepakat: setuju pembaruan. Soal bagaimana bentuk pembaruan yang ideal, itu jelas masih perlu waktu dan pemikiran lebih serius. Ada yang menghendaki pembaruan dengan mencontoh model Barat, ada pula yang model Soviet. Agar klop, para pendukung kedua kutub itu biasanya harus rela berkompromi, yang biasanya lalu menimbulkan persoalan baru. Paling tidak menimbulkan konflik di dalam, karena masing-masing sebenarnya tetap lebih menyukai pilihan sendiri. Krenz tampaknya paham betul pada bahaya itu. Karena itu, dia mengajak kerja sama Gereja Protestan, yang selama ini dikenal sebaai oposan damai dan paling kompak dan tangguh menghadapi rezim Honecker. Hanya saja, dia belum mengibarkan isyarat untuk membuka dialog dengan partai-partai oposisi yang punya kontak luas dengan para pengungsi Jerman Timur di Barat. Sementara ini, jawaban Gereja masih perlu ditunggu. Yang pasti, Gereja Gethsemani di Berlin Timur setiap hari mengadakan kampanye damai dengan membakar lilin pada malam hari. Sementara itu, di dalam gereja bertumpuk berbagai pamflet yang bebas dibaca oleh siapa pun. Pamflet-pamflet itu berkisah dari awal terjadinya eksodus, jumlah orang yang ditahan, sampai keinginan masyarakat Jerman Timur sekarang. Pameran dokumentasi dadakan itu sangat laris, karena orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap media massa resmi. Biasa, sebagaimana di negeri-negeri komunis, media massa memang cuma dijadikan alat propaganda oleh penguasa. Dalam hal ini, surat kabar dan majalah di Jerman Timur menyebut eksodus, misalnya, dengan istilah "perdagangan manusia". Baru menjelang kejatuhan Honecker, mereka mulai mau melansir berita-berita secara lebih obyektif. Soal pembaruan, yang dulu diharamkan oleh Honecker, juga mulai kerap dibahas. Sedangkan televisi tak lagi dilarang menayangkan kegiatan para demonstran. Kritik-kritik pun mulai bermunculan. Koran Neues Deutschland dan Junge Welt, misalnya, mengingatkan, "Kebocoran-kebocoran pembangunan yang dilakukan oleh aparat negara harus diatasi." Lebih berani lagi, sungguh berbeda dengan nada tulisan-tulisan sebelumnya, adalah De Morgen. Media ini mengusulkan perlunya penghapusan monopoli negara terhadap pembangunan fasilitas energi bagi masyarakat, seperti gas dan listrik. Toh itu semua belum cukup untuk memulihkan kepercayaan rakyat. Maklum, 11 tahun rakyat berada di bawah kekuasaan Honecker. Dan selama itu Krenz dikenal sebagai putra mahkota. Jabatan Krenz terpenting adalah kepala sekuriti nasional, yang secara de facto paling dekat dengan kekuasaan pemimpin Partai. Maka, tak aneh bila rakyat beium 100% menaruh kepercayaan terhadap upaya pembaruannya. Masih terlontar berbagai celetukan tak sedap terhadap kehadiran Krenz di puncak kekuasaan. "Dia orang lama. Huh!" Yang lain bilang, "Tak akan ada perubahan besar, percayalah." Ada pula yang berandai-andai, "Seperti menggantikan kuda putih yang lumpuh dengan kuda cokelat yang juga lumpuh." Mungkin mereka bisa mempercayai Krenz, bila ramalan koran Jerman Barat Bild Zeitung tak meleset. Perlu dicatat surat kabar ini dikenal sangat dekat dengan pusat kekuasaan di Berlin Timur. Prestasi terakhirnya adalah ramalannya tentang kejatuhan Honecker sampai ke soal tanggalnya. Nah, kata Bild Zeitung tentang Krenz, ia akan melakukan perombakan besar-besaran di lapisan elite Partai. Pada 10 dan 15 November mendatang, komite pembuat kebijaksanaan Partai akan bersidang untuk menggusur 5 tokoh garis keras dari Politbiro. Mereka adalah Perdana Menteri Will Stoph, Kepala Ideologi Kurt Hager, Menteri Sekuriti Erich Mielke, Ketua Komisi Pengendalian Partai Erich Mueckenberger, dan Deputi Perdana Menteri Alfred Neuman. Mereka, menurut rencana, akan digantikan oleh para tokoh bergaris moderat. Posisi Krenz sebagai kepala sekuriti akan diserahkan kepada Markus Wolf, 66 tahun, yang dua tahun lalu pensiun dari dinas intelijen. Wolf dipilih lantaran punya nama di Barat dan dikenal sangat gandrung pada pembaruan. September lalu, Wolf bahkan bilang kepada koran Jerman Barat tentang perlunya menyelenggarakan perdebatan umum yang menyangkut pembaruan. Padahal, saat itu kaum konservatif masih berkuasa. Dunia pers juga akan lebih semarak. Sebab, Krenz akan mengangkat Schabowski sebagai kepala propaganda Partai Komunis Jerman Timur. Kepala Partai Cabang Berlin Timur ini dikenal sebagai tokoh moderat dan pernah punya pengalaman sebagai redaktur Neues Deutschland. Orang ini diharapkan melakukan pelonggaran sensor terhadap media massa. Bila nanti Jerman Timur mengikuti jejak Polandia atau Hungaria, bisa jadi satu masalah internasional akan muncul. Bukannya mustahil Tembok Berlin runtuh, Jerman bersatu kembali. Asal jangan muncul Hitler baru. Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus