Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tentara Kemerdekaan Kachin Serbu Kamp Militer Myanmar

Tentara Kemerdekaan Kachin menyerbu kamp militer Myanmar di negara bagian Kachin ketika gerakan pembangkan sipil terus meluas pada Kamis.

12 Maret 2021 | 13.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pejuang Tentara Kemerdekaan Kachin berjalan di jalur hutan dari garis depan Mu Du menuju pos Hpalap di daerah yang dikuasai oleh pemberontak Kachin di negara bagian Kachin utara, Myanmar, 17 Maret 2018. Konflik Kachin mengakibatkan ribuan orang tewas dan 100.000 warga mengungsi. (AP Photo/Esther Htusan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pertempuran pecah di negara bagian di distrik Mohnyin, negara bagian Kachin pada Kamis kemarin, setelah kelompok etnis bersenjata Tentara Kemerdekaan (KIA) menyerbu kamp militer Myanmar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIA menyerbu kamp yang berbasis di dekat desa Sal Zin pada subuh, menurut Kolonel Naw Bu, juru bicara kelompok KIA, dikutip dari Myanmar Now, 12 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekitar pukul 10 pagi, militer Myanmar mulai menggunakan jet tempur untuk melakukan serangan balik, kata Naw Bu.

"Kami tidak tahu detailnya. Tapi komando pusat kami belum mengeluarkan perintah apapun untuk menyergap kamp militer atau bentrokan di kota-kota," katanya.

Ia mengatakan dua kamp KIA telah diserang oleh pasukan militer Myanmar di kota Kutkai negara bagian Shan utara selama sebulan terakhir.

Ketegangan meningkat antara tentara dan kelompok etnis bersenjata sejak militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari.

Sejak kudeta, tentara Myanmar telah bentrok dengan Serikat Nasional Karen dan Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan. Kedua kelompok etnis ini sepakat menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional (NCA).

Pada 20 Februari, 10 kelompok bersenjata yang telah menandatangani NCA mengumumkan bahwa mereka akan menunda pertemuan politik untuk negosiasi dengan junta.

Pengumuman itu juga mengatakan bahwa kelompok-kelompok itu mendukung Gerakan Pembangkangan Sipil dan bentuk-bentuk perlawanan rakyat lainnya terhadap kudeta militer dan akan mencari cara untuk mendukung mereka.

Sementara itu, dewan militer yang berkuasa mencabut Tentara Arakan atau Arakan Army (AA) sebagai organisasi teroris pada Kamis, setelah berbulan-bulan situasi kondusif di negara bagian Rakhine.

Para pengunjuk rasa yang mengenakan topeng yang menggambarkan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, memberikan hormat tiga jari saat mereka mengambil bagian dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. REUTERS/Stringer

Aktivis Myanmar mengadakan lebih banyak aksi unjuk rasa pada hari Jumat, sehari setelah sebuah kelompok hak asasi mengatakan pasukan keamanan menewaskan 12 pengunjuk rasa dan junta militer menuduh Aung San Suu Kyi korupsi.

Dilaporkan Reuters, Protes diadakan di Yangon, kota terbesar Myanmar, dan beberapa kota lainnya pada hari Jumat, menurut foto yang diposting di media sosial oleh saksi mata dan organisasi berita lokal.

Juru bicara Junta, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan pada hari Kamis Aung San Suu Kyi telah menerima pembayaran ilegal senilai US$ 600.000, serta emas, saat menjabat di pemerintahan, menurut tuntutan yang diajukan oleh Phyo Mien Thein, mantan menteri utama Yangon.

Dengan menambahkan dakwaan korupsi, Aung San Suu Kyi, 75 tahun, akan menghadapi hukuman yang lebih berat. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu saat ini menghadapi empat dakwaan yang relatif kecil, termasuk mengimpor enam radio walkie talkie secara ilegal dan melanggar pembatasan virus corona.

"Tuduhan ini adalah lelucon paling lucu," kata pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw, dalam pernyataan di media sosial. "Dia mungkin memiliki kelemahan lain tetapi dia tidak memiliki kelemahan dalam prinsip moral."

Angka kematian hari Kamis menambah jumlah pengunjuk rasa yang tewas sejak kudeta menjadi lebih dari 70, kata Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), kelompok advokat tahanan polistik.

Sekitar 2.000 orang juga telah ditahan sejak kudeta, kata AAPP.

Penyelidik hak asasi manusia PBB Thomas Andrews mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, bahwa militer kemungkinan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dia menyerukan sanksi multilateral terhadap junta militer dan perusahaan energi negara, Myanmar Oil and Gas Enterprise.

Militer Myanmar tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari kematian terakhir, tetapi juru bicara junta militer mengatakan pada hari Kamis bahwa pasukan keamanan didisiplinkan dan menggunakan kekerasan hanya jika diperlukan.

MYANMAR NOW | REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus