Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar kembali menangkap warga-warga yang melakukan perlawanan terhadap mereka. Baru-baru ini, mereka menahan 39 warga yang beberapa di antaranya dituduh sebagai dalang atas aksi pembakaran di Myanmar. Adapun kabar itu pertama kali muncul dari media yang dikuasai junta, Global New Light of Myanmar.
"Militer Myanmar juga telah mengamankan 48 ranjau, 20 batang dinamit, detonator, sumbu, serta bahan baku lainnya dalam penggrebekan," klaim Militer Myanmar dalam keterangan persnya, dikutip dari Reuters, Rabu, 12 Mei 2021.
Tidak semua warga ditangkap karena aksi pembakaran. Beberapa di antaranya juga ditangkap karena mencoba bergabung dengan latihan militer yang digelar kelompok etnis bersenjata. Latihan itu sendiri mengambil lokasi di negara bagian Kayah.
Keluarga dari salah satu warga yang ditahan, Khant Sithu, menyampaikan bahwa Kepolisian Myanmar sempat menggeledah rumah mereka untuk mencari bukti. Namun, dari penggeledahan itu, tidak ditemukan bukti apapun.
Mayor Hein Thaw Oo melatih rekrutan di wilayah perbatasan yang dikendalikan pemberontak Myanmar.[Supplied/Myanmar Now]
Pihak keluarga tidak membantah bahwa Khant Sithu bergabung dengan gerakan pemberontakan sipil. Namun, kata mereka, Sithu sudah lama berhenti sejak Militer Myanmar kian agresif menyasar warga-warga yang melakukan perlawanan.
Sejak kudeta Myanmar terjadi pada 1 Februari lalu, bentrokan antara warga sipil dan militer memang terus terjadi. Dari sisi warga, mereka mendesak Militer Myanmar untuk menghentikan kekerasan, membebaskan tahanan politik, memulihkan demokrasi, serta mengembalikan pemerintahan sebelumnya.
Militer Myanmar bergeming, menuduh pemerintahan sebelumnya memenangi pemilu tahun lalu secara tak sah. Oleh karenanya, mereka terus berdalih kudeta bertujuan untuk membentuk administrasi yang "sah". Namun, hingga hari ke-100 krisis Myanmar, tidak ada tanda-tanda junta akan menggelar pemilu baru.
Alih-alih ada pemilu baru, bentrokan antara warga dan Militer Myanmar kian intens. Pembantaian dan penangkapan secara paksa terjadi di berbagai kota. Menurut Asoasiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, yang dianggap junta tidak sah, total ada 783 orang tewas dan 3.859 ditangkap sejak kudeta 1 Februari lalu.
Di sisi lain, Junta Myanmar juga membatasi akses internet dan membredel media independen. Aksi-aksi itu yang kemudian mendorong warga Myanmar meminta bantuan kepada Kelompok Etnis Bersenjata untuk ikut melawan kekuasaan junta.
Baca juga: Mayor Desertir Latih Warga Sipil Myanmar untuk Bertempur Lawan Junta Militer
ISTMAN MP | REUTERS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini