Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar masih bisa mengakses uang, senjata, dan berbagai kebutuhan yang menopang upayanya memerangi kekuatan antikudeta di negara Asia Tenggara tersebut dengan bantuan bank-bank asing. Hal itu terungkap dalam laporan terbaru dari pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar yang terbit pada Rabu, 26 Juni 2024.
Laporan tersebut mengidentifikasi 16 bank di tujuh negara yang telah memproses transaksi terkait pasokan militer junta dalam dua tahun terakhir, dan 25 bank lain yang telah menyediakan layanan perbankan untuk bank-bank milik pemerintah Myanmar yang dikendalikan oleh junta.
“Bank-bank internasional yang memfasilitasi transaksi yang mencakup bank-bank milik negara Myanmar berisiko tinggi memungkinkan terjadinya serangan militer terhadap warga sipil Myanmar,” kata pelapor khusus PBB Thomas Andrews, dikutip dari laporan yang terbit di situs web Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).
Myanmar telah berada dalam kekacauan politik dan ekonomi sejak junta militer melakukan kudeta pada 2021 terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Bentrokan junta dengan kelompok bersenjata etnis minoritas sejak tahun lalu telah memaksa lebih dari tiga juta warga mengungsi.
Andrews mengatakan kini junta semakin terisolasi. Pengadaan senjata dan perlengkapan militer tahunan militer Myanmar melalui sistem perbankan formal menurun sepertiga dari tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2023 ke tahun berikutnya – dari US$377 juta menjadi $253 juta.
“Kabar buruknya adalah junta menghindari sanksi dan tindakan lain dengan mengeksploitasi kesenjangan dalam rezim sanksi, mengganti lembaga keuangan, dan mengambil keuntungan dari kegagalan negara-negara anggota (ASEAN) untuk sepenuhnya mengoordinasikan dan menerapkan tindakan,” katanya.
Laporan tersebut mengkaji perubahan signifikan dalam peran dua negara ASEAN sebagai sumber senjata dan pasokan militer untuk junta. Dikatakan, volume senjata dan perlengkapan militer yang dibeli junta menggunakan sistem keuangan internasional menurun sepertiganya — dari US$377 juta pada tahun fiskal 2022 (April 2022 – Maret 2023) menjadi US$253 juta pada tahun fiskal 2023 (April 2023 – Maret 2024).
Tahun lalu, Andrews dalam sebuah laporan mengidentifikasi Singapura sebagai sumber senjata dan bahan-bahan terkait terbesar ketiga di Myanmar. Setelah itu, pemerintah Singapura meluncurkan penyelidikan terhadap entitas berbasis di Singapura yang terlibat dalam perdagangan tersebut.
Pada tahun fiskal 2023, aliran bahan senjata ke Myanmar dari perusahaan yang terdaftar di Singapura turun hampir 90 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dari lebih dari US$110 juta menjadi lebih dari US$10 juta. Ekspor perlengkapan militer dari Rusia dan Cina ke Myanmar juga merosot.
Namun, pengadaan militer melalui Thailand justru meningkat. Thailand menjadi sumber utama pasokan militer junta yang dibeli melalui sistem perbankan internasional. Transfer senjata dan material terkait dari perusahaan yang terdaftar di Thailand meningkat dua kali lipat dari lebih dari US$60 juta pada tahun fiskal 2022 menjadi lebih dari US$120 juta pada tahun fiskal 2023.
Junta Myanmar mengimpor senjata dan perlengkapan militer senilai hampir US$130 juta pada tahun fiskal 2023 dari pemasok yang terdaftar di Thailand, lebih dari dua kali lipat total impor tahun sebelumnya.
Lebih dari 5.000 warga sipil telah tewas oleh junta militer sejak kudeta, kata Andrews dalam laporannya, dan sedikitnya 20 ribu tahanan politik masih berada di balik jeruji besi di Myanmar. Selama enam bulan terakhir, serangan udara militer terhadap sasaran sipil telah meningkat lima kali lipat, sementara pos-pos militer dan wilayah junta tergerus kelompok perlawanan.
“Dengan semakin terpuruknya junta, sangat penting bagi lembaga keuangan untuk menganggap serius kewajiban HAM mereka dan tidak memfasilitasi transaksi mematikan yang dilakukan junta. Penting juga bagi negara-negara untuk mengambil tindakan dengan mengoordinasikan tindakan mereka secara penuh, termasuk dengan menutup celah dalam rezim sanksi,” kata Andrews.
Pelapor khusus itu mendesak pemerintah yang memberikan sanksi untuk menargetkan jaringan yang memasok bahan bakar jet ke junta, juga Bank Ekonomi Myanmar, yang tidak terkena sanksi internasional dan dikatakan telah menjadi bank pilihan junta.
“Tindakan-tindakan ini dapat memainkan peran penting dalam membantu membalikkan keadaan di Myanmar dan menyelamatkan banyak orang,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REUTERS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Rusia dan Ukraina Bertukar Masing-masing 90 Tawanan Perang