Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump diam-diam mengirim pejabatnya untuk bertemu dengan Hamas. Menurut sumber Reuters, utusan urusan penyanderaan AS Adam Boehler menemui pejabat Hamas di Doha beberapa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan pertemuan tersebut, Amerika Serikat telah melanggar tabu diplomatik yang sudah berlangsung lama dengan mengadakan pembicaraan rahasia dengan Hamas. Pertemuan itu untuk membahas pembebasan sandera AS yang ditawan di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Gedung Putih, Adam Boehler memiliki kewenangan untuk berbicara langsung dengan Hamas. Gedung Putih membantah Boehler telah melanggar kebijakan selama puluhan tahun yang melarang negosiasi dengan kelompok yang dicap AS sebagai organisasi teroris.
Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan kepada wartawan bahwa Boehler berwewenang mengadakan pembicaraan langsung dengan Hamas. Menurut Leavitt, Israel telah diajak berdiskusi tanpa dijelaskan waktunya sebelum atau sesudah perundingan.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan ihwal pertemuan itu. "Israel telah menyampaikan kepada Amerika Serikat posisinya mengenai perundingan langsung dengan Hamas."
Tak dijelaskan lebih lanjut, namun Israel bersama dengan banyak negara lain menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Israel menolak berunding langsung dengan kelompok tersebut.
Taher Al-Nono, penasihat politik Hamas, mengatakan, "Saya tidak memiliki informasi tentang pertemuan dengan pejabat Amerika, tetapi pertemuan apa pun dengan pemerintahan Amerika bermanfaat bagi stabilitas kawasan."
Di Gedung Putih, Trump bertemu dengan sekelompok sandera yang baru saja dibebaskan berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza. Trump kembali mengancaman Hamas melalui unggahan di media sosial.
Trump menuntut Hamas membebaskan semua sandera sekarang, termasuk sandera yang telah meninggal. "Saya akan mengirimkan kepada Israel semua yang dibutuhkannya untuk menyelesaikan tugas ini, tidak seorang pun anggota Hamas akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan," katanya.
"Juga, kepada Rakyat Gaza: Masa Depan yang indah menanti, tetapi tidak jika kalian menyandera. Jika kalian melakukannya, kalian MATI! Buatlah keputusan yang cerdas. Bebaskan sandera sekarang, atau akan ada neraka yang harus dibayar nanti!" kata Trump.
Sebelum dilantik sebagai presiden, Trump telah mengancam Hamas bahwa ada neraka yang harus dibayar. Ia menuntut Hamas segera membebaskan sandera.
Namun Trump tak merinci langkah yang akan diambil jika Hamas tak membebaskan sandera.
Adapun Hamas mengecam peringatan Trump. Hamas mengatakan bahwa ancaman Trump itu merupakan niat AS turut melakukan kejahatan genosida di Gaza. Israel membantah tuduhan genosida.
“Ancaman Trump hari ini dengan jelas memperlihatkan wajah buruk Amerika Serikat dan menunjukkan kurangnya keseriusan serta penolakannya terhadap perjanjian yang dimediasinya,” kata Hamas.
AS telah lama menghindari untuk terlibat langsung dengan kelompok Islamis Palestina tersebut. Departemen Luar Negeri AS menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris pada 1997.
Salah satu sumber mengatakan upaya tersebut mencakup upaya membebaskan Edan Alexander dari Tenafly, New Jersey, yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup yang ditawan Hamas. Ia muncul dalam sebuah video yang dipublikasikan Hamas pada November 2024. Empat sandera AS lainnya telah dinyatakan tewas oleh otoritas Israel.
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Dampak Penangguhan Bantuan Militer AS ke Ukraina