Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Trump Marah BRICS Jauhi Dolar AS, Apa Untungnya Melakukan Dedolarisasi?

Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen pada negara-negara anggota BRICS terkait isu dedolarisasi.

2 Desember 2024 | 14.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS jika mereka tidak membatalkan rencana untuk menggunakan mata uang alternatif selain dolar AS.

"Gagasan bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauh dari Dolar, sementara kita hanya berdiam diri dan mengawasi, sudah BERLALU," tulis Trump di platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Sabtu, 30 November 2024 yang dikutip Antara.

Dilansir dari ejournal.unma.ac.id, BRICS adalah akronim yang mengacu pada Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, sebuah kelompok kerja sama multilateral yang dirancang untuk memperkuat posisi negara berkembang dalam kancah global. Pembentukan kelompok ini bermula dari usulan Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun 2006. Para pemimpin negara pendiri pertama kali bertemu dalam forum informal di KTT G8 Outreach, St. Petersburg, Rusia.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama BRIC (sebelum Afrika Selatan bergabung) diselenggarakan pada tahun 2009 di Yekaterinburg, Rusia. Dalam pertemuan ini, disepakati tujuan kelompok untuk mempromosikan dialog dan kerja sama demi menciptakan dunia yang harmonis, damai, dan sejahtera. Afrika Selatan resmi bergabung pada 2010, nama aliansi tersebut menjadi BRICS sebagai blok yang mencakup lima negara.

BRICS kini terus berkembang dengan menambahkan anggota baru, termasuk Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab pada 2024. Dengan pengaruh yang semakin besar, BRICS berperan dalam isu-isu global terkait politik, keamanan, ekonomi, dan budaya.

Dedolarisasi adalah proses mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, dolar AS menjadi mata uang dominan berkat perjanjian Bretton Woods yang menghubungkan dolar dengan cadangan emas. Namun, keputusan AS pada tahun 1971 untuk menghentikan konversi dolar ke emas menciptakan sistem mata uang fiat, di mana nilai dolar tidak lagi didukung oleh komoditas riil.

Krisis keuangan global 2007-2008 menjadi pemicu utama munculnya skeptisisme terhadap dominasi dolar. Krisis yang berasal dari Amerika Serikat ini mengungkap kelemahan sistem keuangan global berbasis dolar, yang cenderung rentan terhadap volatilitas. Negara-negara seperti anggota BRICS mulai merespons dengan mengupayakan dedolarisasi demi menciptakan stabilitas finansial yang lebih baik.

Keuntungan Dedolarisasi Bagi Negara Berkembang

1. Mengurangi Ketergantungan pada Dolar 

Dominasi dolar dalam perdagangan internasional membuat negara berkembang rentan terhadap kebijakan moneter AS. Fluktuasi nilai tukar dolar seringkali mengganggu stabilitas ekonomi lokal. Dengan dedolarisasi, negara-negara dapat menggunakan mata uang lokal atau mata uang alternatif untuk perdagangan internasional, sehingga mengurangi dampak negatif dari volatilitas dolar.

2. Memperkuat Kedaulatan Ekonomi

Dengan meninggalkan dolar, negara-negara dapat lebih mandiri dalam menentukan kebijakan ekonomi mereka. Ini juga membantu melindungi negara dari sanksi ekonomi unilateral yang sering kali dilakukan melalui kontrol dolar.

3. Mendorong Kolaborasi Multilateral

Dedolarisasi membuka peluang untuk menciptakan sistem moneter global yang lebih inklusif. BRICS, misalnya, telah memulai upaya untuk menciptakan mata uang bersama yang dapat digunakan dalam perdagangan antar anggota.

4. Mengurangi Biaya Transaksi Internasional

Penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antar negara dapat memangkas biaya konversi mata uang, sehingga mempercepat dan menyederhanakan proses perdagangan.

Anggota BRICS telah mengambil langkah signifikan menuju dedolarisasi. China, misalnya, mendorong penggunaan renminbi dalam perdagangan internasional. Pada Maret 2023, pembayaran lintas batas menggunakan renminbi melampaui dolar AS. India dan Rusia juga mulai menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral mereka.

BRICS bahkan sedang mengkaji peluncuran mata uang digital bersama. Langkah ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada dolar, tetapi juga menciptakan sistem keuangan yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menyampaikan keinginan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS saat menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada 24 Oktober 2024. Indonesia melihat keikutsertaan dalam BRICS sebagai bagian dari politik luar negeri yang bebas aktif. “(Bergabungnya RI ke BRICS) bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum,” tegas Sugiono.

Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan BRICS untuk mendorong transaksi berbasis mata uang lokal, mengurangi biaya perdagangan internasional, dan memperkuat posisi ekonomi di kancah global.

Meski menjanjikan, dedolarisasi bukan tanpa tantangan. Sistem keuangan global saat ini masih sangat bergantung pada dolar, sehingga transisi membutuhkan waktu dan komitmen yang besar. Selain itu, kurangnya keselarasan kebijakan antar negara bisa menjadi hambatan bagi implementasi dedolarisasi secara efektif.

MYESHA FATINA RACHMAN I ANTARA | UNMA.AC.ID 

Pilihan Editor: Rumit Menangkal Dominasi Dolar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus