Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ujung Sumpah Setia Sang Ustad

Anjem Choudary dipenjara lima tahun enam bulan. Ia dituduh memicu radikalisasi, mengajak bergabung dengan ISIS.

19 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua ini bermula dari sebuah diskusi di Musala Hayfield di Mile End Road, Inggris timur, medio Juni 2014. Beberapa hari sebelumnya, para milisi dari kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) baru saja menyerbu Suriah dan mencaplok sebagian wilayah Irak.

Anjem Choudary dan tangan kanannya, Mohammed Mizanur Rahman, hadir untuk membahas kekhalifahan yang baru saja didirikan Abu Bakar al-Baghdadi. Tampak di antara para tamu, Siddharta Dhar alias Abu Rumaysa, yang terbang ke Suriah menjadi eksekutor, dan Abdul Muhid, yang dibui karena mengumpulkan dana untuk para teroris pada 2008. Juga teroris Simon Keeler, yang pernah dibui bersama Omar Brooks pada awal tahun ini.

Dua tahun berselang, tepatnya Selasa dua pekan lalu, seperti dilaporkan BBC, Choudary, 49 tahun, divonis lima tahun enam bulan penjara karena terbukti menggalang dukungan untuk ISIS dalam sumpah setia kepada kekhalifahan Al-Baghdadi itu. Hakim pengadilan Old Bailey, London, menggambarkan Choudary sebagai orang yang penuh perhitungan dan berbahaya. Hukuman penjara setara juga dijatuhkan terhadap Mohammed Mizanur Rahman, 33 tahun.

Polisi menuding para pengikut Choudary telah melancarkan serangan di Inggris Raya dan mancanegara. Selama empat pekan, bekas pengacara asal Ilford, London timur, yang menjadi ustad itu dan Rahman dari Palmers Green, London utara, menjalani sidang. Puluhan pendukung Choudary berteriak "Allahu Akbar" begitu dia keluar dari ruang pengadilan. Mengenakan busana jubah putih, Choudary tak menunjukkan emosi di wajahnya seusai vonis dibacakan hakim Justice Holroyde.

Keduanya dinyatakan telah melanggar Pasal 12 Terrorism Act 2000. Antara 29 Juni 2014 dan 6 Maret 2015, mereka aktif menyerukan dukungan terhadap ISIS. Terungkap di pengadilan, dokumen sumpah yang isinya memastikan keabsahan kekhalifahan ISIS di-posting oleh sejawat Choudary di Indonesia, Mohammad Fachry.

Pemerintah Inggris menabalkan ISIS sebagai kelompok teroris sejak Juni 2014. Menggalang dukungan untuk kelompok semacam itu terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Choudary, yang piawai berceramah, punya jejak kontroversial dalam dua dekade ini. Kuliahnya menyerempet batas hukum dan mendukung ekstremisme, kendati tidak ada bukti yang benar-benar menunjukkan dia menghasut kekerasan. Beberapa pekan setelah baiat, Choudary melansir kembali dukungannya itu dalam dua kuliah.

Dalam kuliah online pertama pada akhir Agustus 2014, dia mengatakan ISIS telah membangun khilafah yang sah. Dalam protes, dia satu panggung bersama Michael Adebolajo, yang belakangan membunuh tentara Inggris, Lee Rigby. Dalam aksi itu, ada poster "Amerika Serikat dan Inggris Raya adalah Teroris Sebenarnya". Adebolajo juga terkait dengan Siddhartha Dhar, tersangka yang disebut-sebut menggantikan Jihadi John sebagai eksekutor ISIS.

"Kadang kala propaganda dan jihad verbal bahkan lebih kuat ketimbang jihad dengan pedang. Saya sampaikan jihad di mana pun di dunia tapi bagaimana manifestasinya bisa berbeda-beda," kata Choudary saat proses jaminan sementara pada Desember 2015. "Dari sini kami dapat mendukung warga muslim di seluruh dunia."

Choudary berpikir ISIS adalah surga. "Di sana damai, tak ada korupsi, tak ada sogokan, tak ada alkohol, judi." Pengadilan mengungkapkan betapa berbahaya sumpah setia dan materi ceramahnya tersebut. Pengikut mereka di media sosial sangat banyak. Duet Choudary dan Rahman punya 60 ribu pengikut di Twitter.

Hannah Stuart, periset tamu pada The Henry Jackson—lembaga kajian yang bertujuan memerangi ekstremisme—mengatakan Choudary akan terus menimbulkan ancaman bahkan ketika di penjara, karena "kemungkinan rehabilitasi rendahnya".

"Kuncinya akses Internet dibatasi dan bahwa para anggota staf harus bisa mengidentifikasi upaya-upaya untuk mempengaruhi lingkungan komunal, seperti sekitar salat Jumat dan perkumpulan sosial informal," ujar Hannah Stuart.

Dwi Arjanto (BBC, The Telegraph, CNN, Al Jazeera)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus