AYATULLAH Khomeini membuat wasiat baru untuk rakyat Iran. Kamis pekan lalu, pemimpin tertinggi Iran itu mengundang tokoh-tokoh politik dan agama ke rumahnya, yang terletak di pinggiran Teheran, dan menyerahkan dua salinan surat wasiat baru kepada mereka. "Sesuai dengan kondisi dan kebutuhan zaman," pesan Khomeini. Ia, pada kesempatan itu, sekaligus mencabut wasiat yang dikeluarkannya lima tahun silam. Surat wasiat yang tersegel ketat itu baru boleh dibuka setelah Khomeini meninggal. Sesuai dengan pesannya, surat wasiat itu langsung disimpan di kantor Majelis Ahli Agama, satu-satunya lembaga yang berhak mengangkat pengganti Khomeini, dan di masjid Imam Reza di 'Kota Mashad. Sejak wasiat baru diserahkan Khomeini berbagai spekulasi muncul di Iran. Salah satu yang paling santer adalah soal Ayatullah Hussein Ali Montazeri. Pengamat politik di Teheran, menurut laporan berbagai kantor berita, menganggap wasiat baru itu akan memperlemah kedudukan Montazeri, 65 tahun yang diangkat Majelis Ahli Agama sebagai "pembimbing revolusioner" Iran, dua tahun lalu. Apalagi akhir-akhir ini, suhu perang dingin antara Montazeri dan Presiden Ali Khamenei meningkat. Naiknya suhu pertentangan pendapat antara kedua tokoh itu bermula dengan pernyataan Montazeri, yang disampaikan baru-baru ini, agar partai politik lebih diberi keleluasaan ambil bagian dalam pemilihan anggota legislatif pada April depan. Pernyataan itu mengunang perdebatan luas, lantaran isinya bertetangan dengan kebijaksanaan Khomeini yang melarang partai-partai mencurahkan perhatian pada soal-soal politik. Maka, Montazeri tak pelak lagi dituding mendukung bekas Perdana Menteri Mehdi Bazargan, pemimpin partai Gerakan Pembebasan Nasional, satu-satunya partai oposisi yang diizinkan rezim Khomeini. Kabarnya Presiden Ali Khamenei, awal Desember lalu, diperintahkan Khomeini melakukan pendekatan agar Montazeri mengurungkan niatnya itu. Tapi, usaha Khamenei itu gagal. Montazeri tetap bertahan pada sikapnya. Ini bisa dimaklumi, karena, pada waktu Montazeri dicalonkan sebagai kandidat "pembimbing revolusioner" Iran, tentangan paling keras datang dari Khamenei dan Ketua Parlemen Hashemi Rafsanjani. Gebrakan politik Montazeri itu di luar dugaan banyak orang. Ia sudah lama tak muncul dan memberikan pernyataan di depan umum, terutama setelah sejumlah rekan seperjuangannya dieksekusi oleh regu tembak Iran. Terakhir yang jadi korban adalah Mehdi Hashemi, Ketua Biro Bantuan Iran untuk Pembebasan Islam, yang dituduh bersekongkol menggulingkan pemerintah Repubhk Islam Iran. Kematian Hashemi merupakan pukulan berat bagi Montazeri. Alasan: anak perempuan Montazeri adalah adik ipar Hashemi. Di samping itu, mereka juga penganut haluan keras dalam melawan Amerika dan sekutunya. Hashemi, sebelum dieksekusi, dikenal punya hubungan dekat dengan kelompok-kelompok militan Libanon, yang paling sukses menculik orang-orang Barat. Ia juga orang yang melontarkan kutukan keras terhadap skandal pembelian senjata dari Amerika dan Israel. Pertentangan antara golongan radikal dan moderat sama tua dengan umur Revolusi Iran. Golongan pertama menghendaki agar Iran terus membuka front terhadap orangorang "kafir" dengan meningkatkan ekspor revolusi ke negeri mereka. Sedangkan kelompok kedua menghendaki pemerintahan yang stabil dulu sebelum menggebrak dunia. Sampai sekarang belum ada isyarat rujuk dari keduanya. Apa yang bakal terjadi terhadap Montazeri? Tak mudah ditebak. Arah politik Iran punya khas sendiri, yang sering meleset dari berbagai analisa wartawan dan politikus Barat. Ingat Direktur CIA Stansfield Turner delapan tahun lalu meramalkan, Khoemeini akan meninggal setahun setelah revolusi, dan para Ayatollah akan bertengkar sehingga kaum marxis akan memperoleh kemenangan. Sedangkan koran The New York Times yakin kalau revolusi Iran akan tamat dalam waktu singkat. Yang pasti, wasiat Khomeini itu tak mutlak harus dipatuhi. Menurut undang-undang dasar Iran, Majelis Ahli Agama berhak mengangkat calon lain, kalau ternyata calon Khomeini dianggap tak memenuhi syarat. Kalau perlu, Majelis boleh membentuk dewan yang berfungsi sebagai pemimpin tertinggi Iran. Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini