"AKU lego lan marem," -- Saya lega dan puas. Yang berkata itu Sri Sunan Paku Buwono XII ketika menyaksikan bagian keraton yang terbakar dulu kini kembali utuh. Memang, tak seperti dalam dongeng, keraton baru itu tak berdiri hanya dalam waktu semalam. Tapi sampai lebih dari setahun, setelah terbakar di akhir Januari 1985. Di bawah pohon sawo kecik, di halaman keraton, sambil memandangi para tamu yang berhamburan memasuki keratonnya, tutur Sunan kepada TEMPO, pekan lalu, "Bangunan baru ini punya arti sangat mendalam bagi sukmaku. Sebab, saya menyaksikan pembangunannya dari awal sampai selesai." Dari upacara selamatan sebelum dibangun, menanam tumbal, membuat galian fondasi, mendirikan tiang sampai pengecatan, dan kini selamatan syukuran, semuanya diikuti oleh Sunan secara langsung. Tapi, Sinuun, bagaimana dengan pamor keraton baru ini, apakah masih seangker keraton lama? "Pamor itu nilai gaib, cahaya gaib, cahaya luhur, ada karena pikiran masing-masing orang. Kami, semua kerabat keraton, akan tawakal, berakal, dan beramal, hingga hadirlah pamor itu," jawab Sunan, yang kini 64 tahun itu. Yang jelas, "pamor" biayanya memang cukup besar. Tiga bangunan utama yang telah selesai itu menghabiskan dana sekitar Rp 3,7 milyar, melibatkan satu panitia yang terdiri atas orangorang penting di Jakarta, termasuk beberapa menteri. Satu bangunan lagi, disebut Sasono Hondrowino, masih menunggu dana. Menunggu peresmian yang direncanakan Kamis pekan ini, Sunan tak jemu-jemunya berkeliling keluar masuk kamar-kamar keraton baru. Memang ada yang baru, sistem alarem kebakaran, dan 7 pompa hidran guna mencegah terulangnya musibah. Lalu Sunan menghadap ke cermin besar di salah satu pendopo. Ia memang tampak lega dan puas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini