Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Yang Jatuh Bersama Rainbow

Berkaitan dengan keterlibatan Prancis atas peledakan kapal Rainbow Warrior, Menhan Carles Hernu mengundurkan diri & Pierre Lacoste, kepala DGSE, dipecat. Hubungan dengan Selandia Baru semakin memburuk.(ln)

28 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL Rainbow Warrior tenggelam di Selandia Baru, 10 Juli silam dan karier politik Menteri Pertahanan Charles Hernu ikut tenggelam bersama-nya. Menhan Prancis ini mengundurkan diri pekan lalu, setelah Kabinet Laurent Fabius diguncang keras oleh pemberitaan media massa. Bermula dari harian berpengaruh Le Monde yang menggugat pemerintah, Selasa pekan lampau, lalu disusul oleh majalah L'Express dan mingguan Le Canard Enchaine. Ketiganya beramai-ramai memojokkan Hernu seraya menghantam Laksamana Pierre Lacoste, kepala DGSE (Direktorat Umum Keamanan Luar Negeri Prancis). Dalam surat pengunduran dirinya, Hernu, 62, menyatakan bahwa Lacoste menolak menjawab pertanyaan-pertanyaannya, yang menyangkut operasi rahasia DGSE di Selandia Baru. "Ini berkaitan dengan sumpah jabatan saya," begitu dalih Lacoste kepada Hernu, yang sebagai menhan membawahkan DGSE dan secara hirarkis berhak mengetahui sepak terjang dinas rahasia itu. Sampai di sini pelacakan menemui jalan buntu. Kesimpangsiuran memuncak hebat sampai PM Fabius, Senin pekan ini, mengakui bahwa agen-agen DGSE bertindak atas perintah atasan. Tapi atasan itu siapa tidak dijelaskannya. "Kebenaran yang tersembunyi di balik skandal ini mengerikan, tapi bagaimanapun ia harus diungkapkan secara tuntas," begitu janji Fabius. Untuk ini, Fabius menyarankan agar parlemen membentuk komisi penyelidik, suatu prosedur yang jarang ditempuh di Prancis. Apakah prosedur ini dipilih karena DGSE terlalu kuat, sedangkan orang pemerintah tidak ada yang bisa diandalkan? Wallahualam. Yang pasti, nasib Hernu sudah tidak tertolong lagi. Dengan berat hati Presiden Francois Mitterrand terpaksa menyetujui "penggusurannya". Itu pun setelah PM Fabius mengusulkan tindakan tersebut sampai empat kali, tak lain karena ia tidak melihat jalan keluar untuk mengatasi krisis politik yang bisa timbul akibat penenggelaman kapal Rainbow Warrior oleh agen-agen DGSE. Mitterrand juga menginstruksikan agar personil DGSE "dibersihkan" dan kalau perlu struktur dinas rahasia itu dirombak. Sebagai langkah pertama, Laksamana Lacoste, yang memimpin DGSE sejak 1982, dipecat sehari sebelum pengunduran Charles Hernu. Sekalipun begitu, pembersihan DGSE diduga tidak akan mudah. Terutama karena Paul Quiles, 43, bekas menteri perhubungan, perumahan, dan pengembangan kota, yang ditunjuk menggantikan Hernu, tidak punya cengkeraman kuat di kalangan militer. Bahkan ricuh DGSE ini bisa sedikit menggoyahkan posisi Partai Sosialis Prancis yang kini berkuasa, terutama menjelang pemilu parlemen Maret tahun depan. Sementara itu, Presiden Mitterrand masih harus mengatasi ricuh lain yang berasal dari Selandia Baru. Seperti diketahui, hubungan Paris-Auckland tegang sejak kapal Rainbow Warrior, milik kelompok pencinta lingkungan Greenpeace, diledakkan oleh agen-agen DGSE, dan akhirnya tenggelam. Kapal milik Greenpeace itu berlabuh di Auckland sebelum melanjutkan pelayaran protes ke atol Mururoa, tempat Prancis mengadakan tes-tes nuklirnya. Tak ayal lagi, PM Selandia Baru, David Lange, marah besar. Ia protes karena agen-agen rahasia Prancis telah dengan leluasa malang melintang di negerinya. Lange, yang tersohor karena kebijaksanaan anti nuklirnya, malah sempat memanggil pulang duta Selandia Baru dari Paris. Tapi pekan silam, ia turut menyambut pengunduran Hernu dan pemecatan Lacoste. Hanya saja, Lange menyesalkan Prancis, yang belum secara resmi minta maaf untuk kelancangannya mengirimkan agen-agen rahasia ke Auckland. "Semakin lama Prancis menutup-nutupi skandal itu semakin rapuhlah kestabilan politiknya," ujar Lange. Tapi 50 orang veteran Prancis tidak berpendapat demikian. Seraya mengena-kan baret tentara dan menyematkan berbagai medali penghargaan yang pernah mereka terima, orang-orang sayap kanan itu melakukan unjuk perasaan ke kedutaan besar Selandia Baru di Paris, pekan silam: Mengaku didukung 30.000 warga Prancis, mereka menuntut supaya dua agen rahasia DGSE yang menyamar sebagai suami-istri Turenge dibebaskan segera dari penjara di Auckland. "Walaupun, misalnya, mereka terbukti terlibat dalam peneng-gelaman Rainbow Warrior, sangat tidak pantas jika sebagai agen rahasia yang sedang bertugas mereka dikategorikan sama dengan penjahat biasa dan diperlakukan tidak sebagaimana layaknya," kata Philip Malaud, seorang tokoh demonstran. Malaud agaknya mewakili sikap sebagian besar rakyat Prancis yang cenderung berpendapat bahwa skandal Rainbow sebaiknya didiamkan saja. Dalam tradisi politik Prancis, rahasia pemerintah, dalam batas-batas tertentu, dihormati, sedangkan rakyat pada gilirannya tidak menuntut agar segala sesuatu dibeberkan secara luas. Menurut para pengamat politik di Paris, tradisi itu telah dimanfaatkan Mitterrand sedemikian rupa hingga skandal Rainbow tidak memukul jatuh pamor pemerintahannya. Memang benar laporan komisi Bernard Tricot bohong besar (TEMPO, 7 September 1985) - ini pun secara tak langsung diakui oleh Mitterrand - dan pers serta pihak oposisi gencar melancarkan berbagai kecaman. "Tapi berbohong demi kepentingan negara lebih bisa ditolerir di sini," kata Profesor Jean-Luc Parodi dari Institut Ilmu-Ilmu Politik di Paris. Jangan heran jika rakyat Prancis tidak sampai terbawa-bawa untuk menghukum Mitterrand. Bahkan kehadirannya di Mururoa, khusus untuk mengikuti tes nuklir di sana, justru berkesan dalam di hati mereka. "Prancis hanya menghendaki agar hak-haknya dihormati," kata presiden Prancis itu dan keterangan ini sudah cukup untuk menenangkan rakyat. Karena itu pula kasus Rainbow diduga tidak akan menjatuhkan Mitterrand, berbeda dengan kasus Watergate di AS (1976) yang menamatkan riwayat Presiden Richard Nixon. I.S. Laporan kantor-kantor berita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus