Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Bom Waktu Di Busway

Ledakan tabung gas bus Transjakarta di stasiun pengisian bahan bakar Pinang Ranti hampir setahun berlalu. Belum ada langkah serius untuk memastikan bus-bus lain aman ditumpangi.

24 September 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECARIK surat diterima Direktur PT Korindo Heavy Industry, 10 Agustus lalu. Pengirim surat, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, meminta perusahaan asal Korea itu memeriksa tabung gas semua bus Transjakarta yang dibeli Dinas Perhubungan dari perusahaan tersebut pada 2010. Permintaan ini berkaitan dengan ledakan tabung gas bus Transjakarta pada 20 Oktober tahun lalu. Bus merek Hyundai itu dioperasikan PT Trans Mayapada Busway, pengelola Koridor 9 Pinang Ranti-Pluit.

”…(A)gar Saudara segera melakukan pemeriksaan ulang terhadap 69 unit armada busway (single-bus),” tulis Udar dalam suratnya. Dia menegaskan pemeriksaan tabung penting untuk memastikan keselamatan dan rasa aman dalam pengoperasian bus khusus itu.

Surat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta merupakan tindak lanjut pertemuan sehari sebelumnya di Balai Kota. Rapat dipimpin Hasan Basri Saleh, Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekretariat Daerah DKI Jakarta. Pesertanya 15 orang, di antaranya perwakilan dari Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Energi, Unit Pengelola Transjakarta, dan Biro Perekonomian.

Fokus kumpulan siang itu membahas letusan tabung gas di stasiun pengisian bahan bakar Pinang Ranti, Jakarta Timur. Menurut kajian laboratorium Center for Materials Processing and Failure Analysis, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia, tabung yang dibuat NK Co Ltd, Korea, itu meledak karena kegagalan material. Hal itu memicu terjadinya retak yang menjalar cepat. Diduga ada perlakuan yang tidak sempurna pada waktu pembuatan tabung di pabrik.

Dalam rapat, Hasbi Hasibuan, Sekretaris Dinas Perhubungan, mati-matian menolak temuan laboratorium UI. ”Tabung ini komposit, banyak unsur yang lain,” kata kuasa pemegang anggaran pengadaan bus Transjakarta Koridor 9 dan 10 itu. Alasan dia, antara lain, ”Tabung-tabung itu sudah lulus tes internasional.”

Jawaban serupa sudah pernah dilontarkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta kepada Tempo. Menurut mereka, ledakan terjadi lantaran tekanan saat pengisian gas melebihi batas yang ditentukan, 200 bar. Tapi, meski hakulyakin tabung gas Transjakarta dalam keadaan prima, Dinas Perhubungan malah menerbitkan aturan baru agar tekanan gas saat pengisian di stasiun pengisian bahan bakar tak boleh lebih dari 180 bar.

Tak peduli terhadap penjelasan Hasbi, Asisten Perekonomian berkeras Dinas Perhubungan segera meminta Korindo memastikan keamanan bus. Dia juga meminta, bila perlu, bus-bus dengan tabung dari pabrikan NK Co Ltd itu ditarik untuk sementara agar bisa segera dites ulang. ”Penjelasan Anda bahwa tabung itu komposit dan sebagainya, saya tidak mengerti itu. Yang saya mengerti saat ini, masyarakat membutuhkan kepastian rasa aman,” katanya kepada Hasbi.

Pertemuan juga membicarakan tetek-bengek moda transportasi tersebut, seperti waktu kedatangan bus yang tak menentu, atau buruknya kondisi bengkel Transjakarta yang dikelola operator. Perwakilan Dinas Perhubungan dan Badan Layanan Umum Transjakarta mengatakan sebenarnya standar layanan yang mesti dikerjakan operator sudah dibuat dalam kontrak. Pengawasannya saja yang kurang. Jawaban ini kembali membuat Hasan kesal. ”Jangan dilempar-lempar begitu. Cek bengkel-bengkel tersebut, lihat apa yang perlu diperbaiki,” ujar Hasan.

Rapat sekitar satu setengah jam kemudian diakhiri dengan keputusan agar Dinas Perhubungan meminta PT Korindo sebagai pemenang tender pengadaan bus mengecek ulang semua komponen, termasuk tabungnya. Maka melayanglah surat untuk Direktur PT Korindo itu.

Isi surat itu berbeda sekali dengan pernyataan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono ketika menerima Tempo untuk wawancara di kantornya pada awal Juli lalu. Ketika itu, dia berkali-kali menegaskan seluruh komponen bus yang dibeli dari Korindo, termasuk tabungnya, telah dicek ulang. ”Hasilnya clear semua, aman dan bisa beroperasi,” katanya.

Pernyataan Udar sesungguhnya jauh dari kenyataan. Korindo memastikan yang diperiksa cuma instalasi. Tabung tak pernah dicek ulang. ”Kami tak membongkar tabung karena tak punya keahlian,” kata Bambang Gunarto, Assistant Manager Quality Assurance & Engineering Change Management Korindo.

Berdasarkan hasil pengecekan instalasi itulah Korindo lalu mengirim surat ke Kepala Unit Pengelola Transjakarta Busway Muhamad Akbar. Dengan alasan mencegah terjadinya ledakan serupa, mereka menyarankan Dinas Perhubungan menurunkan batas aman tekanan pengisian gas, dari 200 bar menjadi 180 bar.

Kasus ledakan tabung gas bus Transjakarta itu sebenarnya telah ditangani Kepolisian Resor Jakarta Timur. Sampai 7 Februari 2012, mereka memeriksa 13 saksi. Informasi ini tertera dalam surat Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Besar Dian Perri yang ditujukan kepada Direksi PT Trans Mayapada Busway, yang memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan.

Pemeriksaan laboratorium terhadap serpihan tabung yang meledak dilakukan laboratorium UI atas permintaan Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian. Pekerjaan ini rampung pada 15 Desember tahun lalu. Dalam laporan hasilnya disebutkan penyebab utama ledakan adalah cacat material pada tabung.

Namun, lebih dari itu, keterangan polisi yang tidak konsisten dan tak seragam justru membuat kasus ini simpang-siur.

Pada pertengahan Mei lalu, Kepala Bagian Humas Kepolisian Sektor Kampung Makasar, Jakarta Timur, Inspektur Satu Arif Rahman, dengan gamblang menyatakan, begitu tabung meledak, polisi bergerak ke Pinang Ranti. Dari hasil pemeriksaan diketahui ledakan terjadi pada menit keempat ketika tabung sedang diisi gas dengan tekanan di bawah 100 bar—artinya, masih jauh di bawah batas toleransi maksimal.

Namun kasus lalu diambil alih Kepolisian Resor Jakarta Timur. Pada awal Juni, Kepala Unit Kriminal Khusus Ajun Komisaris Supoyo menyatakan kasus ini sudah masuk penyidikan. Tapi, pada akhir bulan yang sama, Supoyo tiba-tiba tak mau lagi memberi pernyataan tentang kasus ledakan tabung gas Transjakarta. Belakangan, Kepala Polres Jakarta Timur Komisaris Besar Saidal Mursalin mengatakan belum menerima hasil akhir pengusutan. Meski demikian, menurut dia, ”Penyelidikan mendekati penyidikan.”

Apa pun statusnya, sejauh ini polisi tak pernah memberikan temuan mengenai kegagalan material tabung kepada Dinas Perhubungan dan Korindo. Dengan alasan belum menerima hasil analisis laboratorium UI secara resmi ini, Dinas Perhubungan dan Korindo tak kunjung mengambil langkah tegas untuk memastikan keamanan tabung gas bus Transjakarta di Koridor 9 dan 10.

Dalam situasi itulah rapat kerja dengan Asisten Perekonomian dan Administrasi Sekretariat Daerah DKI Jakarta—yang merupakan respons atas permohonan wawancara Tempo kepada Gubernur Fauzi Bowo—memaksa Dinas Perhubungan bertindak.

Pertanyaan yang bisa segera timbul adalah sudahkah Korindo memenuhi permintaan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Masalahnya, surat Udar yang berkategori penting itu tak mencantumkan tenggat. Hingga pekan lalu, sebulan lebih setelah surat dibuat, nyatanya belum ada satu pun bus Transjakarta di Koridor 9-10 yang dicek tabung gasnya. Korindo slow, Dinas Perhubungan pun tak tampak gelisah.

Ditanyai soal itu pada Selasa pekan lalu, Assistant Manager Quality Assurance & Engineering Change Management Korindo Bambang Gunarto mengatakan mereka baru berencana menjawab surat Udar. ”Kami juga hendak membahasnya dengan prinsipal di Korea, Hyundai,” katanya.

Sumber Tempo di perusahaan penanaman modal asing itu membisikkan, manajemen memang sengaja mengambangkan masalahnya. Kini mereka berusaha agar bisa mengetes ulang serpihan tabung gas bus Transjakarta yang meledak. Mereka ingin tes dilakukan di Korea bersama NK Co Ltd sehingga hasilnya mudah ”dipantau”.

Hal itu hanya berarti satu kemungkinan: 68 bus dengan potensi memiliki tabung gas cacat produksi masih akan terus beroperasi di jalur bus khusus hari-hari ini, mengangkut ribuan penumpang setiap hari. Sulit dipastikan bus-bus itu sungguh aman. ”Ini seperti menanam bom waktu,” kata sumber itu. l

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus