Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Garis Polisi di Pabrik Vaksin

Proyek pembuatan vaksin flu burung untuk manusia dinyatakan bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan disidik kepolisian. Sejak itu, fasilitasnya yang bernilai miliaran rupiah terbengkalai.

14 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARNA kuning garis polisi yang mengelilingi bangunan empat lantai di seberang Instalasi Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin, Bandung, tampak sudah memudar. Bangunan itu pun seperti tak terawat. Rumput liar, pada awal Juni lalu, meninggi di sekelilingnya, sementara tulang besi yang belum sempat dicor berkarat-menjulang di sekitar halaman bangunan.

Ada tiga bangunan di Pasteur, Bandung, itu. Satu besar, yang lainnya berukuran sedang. Bangunan-bangunan itu rencananya menjadi pabrik pembuatan vaksin flu burung yang dikelola PT Bio Farma.

Sejak 2008, berbagai mesin untuk proyek itu sudah dipasang. Tapi pada 2012, setelah Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menetapkan Tunggul P. Sihombing sebagai tersangka dalam proyek vaksin flu burung, kegiatan pabrik dihentikan. Garis polisi pun dipasang. Seorang sumber mengatakan, lantaran tak terurus, mesin-mesin yang telanjur dipasang bisa jadi sudah rusak atau tak berfungsi.

Di Jawa Barat, selain pabrik di Pasteur dengan nilai proyek Rp 40,91 miliar, dibangun fasilitas chicken breeding di Cisarua, Bandung, yang menghabiskan anggaran Rp 32,239 miliar. Menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan, pekerjaan mekanikal dan elektrikal di kedua lokasi itu merugikan keuangan negara Rp 4,213 miliar.

Proyek pembuatan vaksin flu burung untuk manusia ini juga melibatkan Biosafety Laboratorium 3 (BSL-3) milik Universitas Airlangga, Surabaya. Berdiri di antara dua gedung Rumah Sakit Tropis Unair, tak sembarang orang boleh masuk ke bangunan yang merupakan bagian kecil dari Lembaga Penyakit Tropis milik Unair itu. Bahkan bagian inti laboratorium, Animal Biosafety Level 3 (ABSL-3), cuma boleh didatangi 15 peneliti.

Di dalam setiap ruang uji coba hewan, terdapat beragam alat pendukung yang tersusun rapi dan tampak terawat baik. Suhu ruangan terjaga sepanjang hari. Para peneliti yang keluar-masuk ABSL-3 mengenakan personal protective equipment atawa pakaian pelindung yang dirancang untuk sekali pakai (disposable). Ini karena semua ruangan di ABSL-3 telah terinfeksi virus.

Setelah kasus korupsi terkuak, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI mengeluarkan surat penitipan dan penyitaan barang bukti di BSL-3. Tapi pihak universitas berkukuh meminta laboratorium itu tetap beroperasi. "Demi kepentingan masyarakat," kata Chairul A. Nidom, salah satu peneliti di Avian Influenza Research Center Universitas Airlangga. Secara praklinik, kata dia, antivirus buatan Unair terbukti ampuh menangkal serangan H5N1. Uji coba dilakukan pada empat hewan laboratorium, yakni mencit, ayam, monyet, dan ferret (sejenis musang). Meski demikian, menurut Nidom, untuk bisa digunakan pada manusia, antivirus itu harus diuji lebih jauh oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Kini kegiatan penelitian di BSL-3 tersendat karena ketiadaan biaya. Unair dan Kementerian Kesehatan enggan membantu, meski pihak laboratorium hanya meminta Rp 900 juta dari total kebutuhan biaya perawatan Rp 2 miliar per tahun.

Nidom mengaku terpaksa meminjam dana perawatan dari Unair. Pinjaman itu kemudian mereka cicil menggunakan dana riset yang diperoleh dari lembaga-lembaga swasta. "Setiap peneliti terpaksa membuat proposal sumbangan untuk perawatannya," ujarnya.

Tipu-tipu dalam pengelolaan dana proyek tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga pihak swasta. PT Hadi Putri Kartika Paqsi, subkontraktor yang diminta mengurus peralatan ABSL-3 dengan merek Airtech serta perlengkapan seperti sink disinfectant dan biosafety cabinet, misalnya. Lantaran piutangnya sekitar Rp 2,7 miliar sempat tak dibayar PT Anugrah Nusantara-perusahaan milik Muhammad Nazaruddin yang menjadi rekanan Bio Farma dalam penyediaan fasilitas proyek vaksin flu burung-pada 2011 Hadi Putri Kartika Paqsi sempat berhenti beroperasi.

Penetapan Hadi Putri Kartika Paqsi sebagai subkontraktor penyedia beberapa perlengkapan teknis laboratorium sebenarnya mengundang syak wasangka. Soalnya itu perusahaan furnitur khusus kitchen set. Badan Pemeriksa Keuangan menganggap pengadaan perlengkapan untuk ABSL-3 itu hanya untuk membesar-besarkan biaya proyek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus