Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG rapat Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Kesehatan lumayan sesak siang itu, 12 Juni 2008. Selain Kepala Biro Mardiono dan beberapa anggota stafnya, hadir utusan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Ada pula direksi PT Bio Farma, yakni Iskandar, ketika itu Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Direktur Produksi Mahendra Suhardono, Direktur Keuangan Muhammad Sofie, serta sejumlah anggota staf lembaga farmasi itu.
Agenda rapat hari itu cukup penting: membicarakan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2008 sebesar Rp 200 miliar, dari pos lain-lain, untuk proyek pembuatan vaksin flu burung untuk manusia. Bagi Kementerian Kesehatan, ini anggaran sekonyong-konyong. Mereka tidak pernah mengajukan program itu. Tapi datang surat Direktur Jenderal Anggaran tertanggal 15 Mei 2008 yang menyatakan ada dana bantuan untuk Bio Farma yang harus dikelola Kementerian. Direktur Jenderal Anggaran minta Kementerian Kesehatan membuat rencana kerja anggaran untuk dana itu, dan menunjuk satuan kerja pelaksana proyek.
Seharusnya yang berkepentingan hanya Kementerian dan Bio Farma. Tapi sumber Tempo di Bio Farma mengatakan, di ruang rapat lantai dua gedung utama Kementerian itu, hadir pula pengusaha Muhammad Nazaruddin. Kepada peserta rapat, Nazaruddin, yang kini menjadi terpidana perkara suap Wisma Atlet SEA Games Palembang, memperkenalkan diri sebagai wakil PT Anugrah Nusantara.
Tak punya kaitan formal apa pun dengan agenda rapat, Nazaruddinlah justru yang banyak berbicara soal bagaimana semestinya proyek pembuatan vaksin flu burung untuk manusia dilaksanakan, dari masalah teknologi sampai peralatan yang dibutuhkan. "Dia menguraikan sebundel dokumen yang tebal," kata sumber itu Sabtu dua pekan lalu. Sesekali penjelasannya ditambahkan oleh Mahendra. Mereka membawa proposal setebal 15 sentimeter.
Lepas dari soal kehadiran Nazaruddin dalam rapat Kementerian, sebenarnya ada banyak ketidaklaziman dalam penetapan Bio Farma sebagai penerima dana lain-lain dari APBN Perubahan yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 10 April 2008 itu. Salah satu yang terpenting, juga ditekankan dalam laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 5 Juni 2012, adalah absennya Kementerian Kesehatan dalam proses pengajuan anggaran ini.
Kalau mengikuti petunjuk Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, seharusnya rencana kerja anggaran dibuat sebelum pagu anggaran dipalu. Dokumen inilah yang digunakan pemerintah dan DPR untuk menimbang penting-tidaknya proyek yang diusulkan, termasuk anggarannya. Kalaupun ada inisiatif baru yang muncul dalam pembahasan Rancangan APBN-sehingga rencana kerja anggaran perlu diperbaiki-seharusnya itu merupakan usul dari Kementerian.
Hal ganjil itu rupanya tak menjadi masalah bagi Kementerian Kesehatan. Di ujung rapat diputuskan: Kementerian akan segera menyusun rencana kerja anggaran, lalu plan of action, untuk proyek drop-dropan ini. Mereka juga sepakat menyerahkan proyek kepada Bio Farma dengan membuat nota kesepahaman dengan perusahaan negara itu. Keputusan terakhir: menunjuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagai satuan kerja yang melaksanakan proses proyek ini.
Seusai rapat, hari itu juga, Mardiono melayangkan surat ke Kementerian Keuangan. Dia mengabarkan bahwa pengadaan barang untuk produksi vaksin flu burung akan ditangani Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
PT Bio Farma telah lama membidik proyek pembuatan vaksin flu burung. Tapi hampir semua proposal yang diajukan, termasuk kepada pemerintah, ditolak. Terakhir, pada Agustus 2007, Japan International Cooperation Agency pun menyatakan keberatan mendanai proyek prestisius yang diinginkan perusahaan obat milik negara itu.
Lalu mengapa Bio Farma tiba-tiba mendapat dana hibah dari APBN pada 2008? Ada indikasi kuat telah terjadi persekongkolan yang melibatkan Bio Farma, Nazaruddin, serta pejabat di Badan Anggaran DPR, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kesehatan.
Para pejabat Bio Farma membantah keras tudingan itu. Direktur Utama Iskandar mengatakan upaya mendapatkan dana bagi pengembangan vaksin flu burung berakhir ketika proposal mereka ditolak Japan International Cooperation Agency pada 2007. "Sampai di situ, bagi kami ini selesai," ujarnya saat ditemui di kantornya di Bandung, pertengahan Maret lalu.
Mengatakan belum pernah bertemu dengan Nazaruddin, Iskandar menegaskan Bio Farma hanya menjalankan tugas dari Kementerian Kesehatan berdasarkan nota kesepahaman. "Kalau bukan karena tugas negara, kami tidak akan mencari proyek yang (bersifat) fisik," katanya.
Fakta lain disampaikan seorang mantan pejabat Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Menurutnya, justru sejak ditolak Japan International Cooperation Agency itu, Bio Farma bergerilya dengan cara lain: melobi pemerintah dan Badan Anggaran agar mendapat dana dari APBN.
Soal lobi itu diakui sendiri oleh Direktur Utama Bio Farma Isa Mansyur dalam suratnya kepada Menteri Kesehatan kala itu, Siti Fadilah Supari, pada 22 April 2008. Melalui surat tiga lembar itu, Isa mengaku mereka telah melakukan pendekatan kepada Badan Anggaran DPR.
"Kami mengajukan proposal multi-year plan 2007-2009 sebesar Rp 600 miliar, dan kami memperoleh informasi bahwa dalam APBN Perubahan 2008 Bio Farma akan mendapat dana hibah sebesar Rp 200 miliar," tulis Isa pada halaman kedua surat itu.
Dalam poin 6 surat yang sama, dia meminta Siti Fadilah mengganti pengusul proposal dana (executive agency) dari Bio Farma menjadi Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, seolah-olah inisiatif baru untuk proyek pembuatan vaksin diusulkan Kementerian Kesehatan.
Ditanyai hal ini, Siti Fadilah menyatakan sudah lupa detail surat Isa. Hanya, dia menegaskan tidak pernah menyetujui usul mengganti proposal Bio Farma menjadi proposal Kementerian. "Ingat, ya, Kementerian tidak pernah mengajukan usul anggaran. Anggaran itu tiba-tiba cair dari atas," katanya. Dia menambahkan, dana "ajaib" Bio Farma itu satu-satunya alokasi APBN yang tidak melalui usul Kementerian.
Rupanya ada peran Nazaruddin di sini. Sumber Tempo mengatakan Nazaruddinlah yang "menitipkan" proyek Bio Farma ini ke Badan Anggaran DPR. Imbalannya: semua urusan pengadaan barang dan jasa untuk proyek itu nantinya diberikan kepada perusahaan miliknya, PT Anugrah Nusantara. Itu pula sebabnya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini hampir selalu hadir-jika tidak diwakili oleh anggota stafnya, Minarsih-dalam rapat persiapan proyek. Termasuk ikut dalam rapat penting pada 12 Juni itu.
Peran Nazaruddin tersebut disepakati dalam rapat di kantor perwakilan Bio Farma di Gedung Arthaloka, Jakarta Pusat. Ketika itu, Januari 2008, hadir Komisaris Bio Farma Sam Soeharto, Direktur Utama Isa Mansyur, Mahendra Suhardono, dan Kepala Divisi Produksi Vaksin Virus Dori Ugiyadi. Nazaruddin ditemani Minarsih.
Selain soal lobi yang akan dilakukan Nazaruddin, dalam rapat itu Sam Soeharto, yang juga anggota Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga, berjanji mengusahakan jalur riset di Unair. Berkali-kali dia menyatakan sudah mendapat dukungan dari Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi, sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga.
Sam memang kerap membawa nama Sudi dalam rapat-rapat menyangkut proyek vaksin flu burung. Dalam beberapa pertemuan sebelumnya, dia sering mengaku mendapat telepon dari Sudi. "Ssst…, ini Pak Sudi, Pak Sudi," kata Sam seperti ditirukan seorang peserta rapat. Banyak yang percaya karena Sam dikenal masih kerabat dekat Sudi.
Sudi Silalahi tidak merespons soal Sam yang sering "menjual" namanya. Cuma, dia menegaskan mendukung produksi vaksin flu burung karena sangat potensial untuk kepentingan negara. "Bila berhasil, vaksin tersebut menjadi sumber pendapatan negara yang luar biasa," ujarnya. Dia juga mengatakan punya kepentingan sebagai Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga.
Sejak bersepakat di Gedung Arthaloka itulah Nazaruddin bergerilya. Hingga, dua bulan kemudian, dalam rapat kerja pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan antara Panitia Anggaran, Kementerian Keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia, pos anggaran untuk Bio Farma tiba-tiba nyelonong masuk daftar.
SEMULA Tunggul P. Sihombing, Kepala Bagian Perencanaan dan Informasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan-yang kini tersangka kasus penyelewengan dana proyek pembuatan vaksin flu burung-keberatan direktoratnya diserahi tugas menjadi satuan kerja untuk proyek ujuk-ujuk tersebut. Alasannya, instansinya belum memiliki acuan kerja, juga belum ada rencana anggaran dan biaya serta kerangka hukum dari proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek itu.
Menanggapi keberatan Tunggul, Mardiono-kini terpidana kasus korupsi pengadaan roentgen portable untuk puskesmas-kembali menggelar rapat pada 9 Juli 2008. Dia mengundang direksi Bio Farma, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Sekretaris Pengendalian Penyakit, Kepala Biro Hukum dan Organisasi, serta Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan. Agenda rapat membentuk tim terpadu.
Tak banyak debat, rapat memutuskan membentuk tim teknis dan tim pelaksanaan pengelolaan anggaran untuk menopang panitia pengadaan. Mereka terdiri atas 15 orang dari beberapa unit kerja, di antaranya Biro Hukum dan Organisasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Pusat Sarana dan Prasarana, Universitas Airlangga, dan Bio Farma.
Sementara itu, meski secara resmi belum ada tender untuk pengadaan bagi proyek baru tersebut, Nazaruddin dan para anggota stafnya dari PT Anugrah terus terlibat dalam berbagai persiapan. Minarsih sering ikut rapat di Kementerian Kesehatan. Dia disusupkan sebagai karyawan Bio Farma. Bukan cuma itu, sumber di Kementerian mengatakan ada pula tiga orang luar yang sering hadir. Belakangan mereka memenangi tender sebagai konsultan perencanaan fisik pembangunan gedung.
Karena sebagian besar anggota tim teknis tidak memiliki kompetensi dan pengalaman dalam proyek semacam itu, tim hampir tak pernah mengadakan rapat koordinasi atau memberi masukan kepada panitia pengadaan.
Seorang anggota Komite Audit Bio Farma mengatakan tugas tim itu belakangan dikerjakan "tim bayangan" yang dibentuk Bio Farma. Dan dalam rapat maraton di perusahaan itu, lagi-lagi hadir Minarsih. Atas persetujuan Mahendra, dan tak ditolak peserta rapat, Minarsih diizinkan ikut membahas kerangka acuan kerja. "Karena Minarsih sudah sering berinteraksi sejak awal Januari 2008," kata Dori Ugiyadi, seperti tertera dalam hasil audit BPK atas kasus ini.
Tempo berusaha meminta penjelasan mengenai hal itu kepada Dori, tapi dia menolak menjawab. "Silakan tanya ke Humas Bio Farma," ujarnya. Namun majalah ini menemukan kerangka acuan kerja yang dicurigai dikerjakan "tim bayangan" tersebut. Daftar usulan peralatan pembangunan fasilitas untuk proyek ini setiap lembarnya diparaf Mahendra. Sedangkan halaman terakhir dokumen tertanggal 17 September 2008 setebal 139 halaman itu ditandatangani Iskandar. Menurut sumber Tempo, dokumen ini sempat disembunyikan manakala perusahaan tersebut diaudit BPK.
Dua surat permohonan wawancara untuk meminta konfirmasi ihwal berbagai temuan itu, yang diajukan kepada Sam Soeharto dan Mahendra, hanya mendapat respons tertulis singkat dari Sam. "Proses kontrak pengadaan barang untuk proyek tersebut dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, bukan Bio Farma," demikian Sam menjelaskan.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR Sumarjati Arjoso, sebaliknya, membenarkan ada banyak jalur yang di-bypass dalam proyek vaksin Bio Farma. "Seperti halnya korupsi lain, korupsi ini terjadi karena ada konspirasi antara kementerian teknis, Kementerian Keuangan, Banggar, dan rekanan," katanya.
Konspirasi itu tampak kian jelas menjelang tender digelar, setelah terbentuk tim teknis dan panitia lelang. Selain melalui Minarsih, lobi Nazaruddin diperkuat kakaknya, Muhammad Nasir. Keduanya kerap mendatangi pejabat pembuat komitmen Kementerian Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat. "Nasir diperkenalkan sebagai calon anggota DPR," ujar anggota staf Kementerian Kesehatan.
Dibantu Tunggul P. Sihombing, pejabat pembuat komitmen, PT Anugrah akhirnya memang memenangi tender pada 28 November 2008. Perusahaan yang baru berdiri pada 2008 itu-dengan Direktur Amin Andoko-mengalahkan PT Alfindo Nuratama Perkasa dan PT Mahkota Negara. Seorang bekas anak buah Nazaruddin mengatakan kemenangan ini tidak mengherankan. Dua perusahaan tadi hanya dipakai benderanya untuk memuluskan Anugrah.
Dua pekan setelah Anugrah menang tender, dibuat kontrak multi-year senilai Rp 718,8 miliar dengan jangka waktu pengerjaan proyek 380 hari. Setahun kemudian, tempo pengerjaan diperpanjang hingga 31 Desember 2010.
DEMIKIANLAH, proyek vaksin akhirnya berjalan. Setahun kemudian, Kementerian Kesehatan mengusulkan pendanaan multi-year untuk proyek ini dengan anggaran Rp 1,01 triliun. Hingga 2011, total dana APBN yang dianggarkan mencapai Rp 2,25 triliun.
Namun, belum sempat semua dana mengalir, pada 2012 proyek dihentikan. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah pelanggaran yang merugikan negara dalam jumlah besar. Dalam pengadaan peralatan fasilitas produksi dan riset, kerugiannya Rp 347,454 miliar. Sedangkan dalam pekerjaan pembangunan system connecting dan chicken breeding, uang negara yang digerogoti Rp 107,16 miliar. Belum lagi potensi kerugian negara akibat bangunan dan fasilitas yang terbengkalai. "Penyimpangan proyek ini sungguh luar biasa, dari hulu sampai hilir," kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil. "Saya yakin proyek ini merugikan negara lebih dari Rp 600 miliar."
Banyak penyelewengan kasatmata, kerugian negara terbukti, tapi Direktorat Tindak Pidana Korupsi Markas Besar Kepolisian RI belum menyentuh satu pun pelaku, kecuali Tunggul-yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tunggul, yang masih masuk kerja di Kementerian Kesehatan meski kini tanpa jabatan, berkali-kali menegaskan ia tak bersalah. "Kami sebagai pelaksana yang jadi korban," katanya saat ditemui di rumahnya di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Di ruang kerjanya di kompleks DPR, Senayan, pertengahan bulan lalu, Muhammad Nasir menolak berkomentar tentang dugaan keterlibatannya. "Saya tidak tahu mengapa nama saya ada dalam hasil audit BPK. Saya tak mau menanggapinya," ujarnya.
Adapun Nazaruddin, yang menjadi tokoh sentral dalam persekongkolan ini, tengah dipenjara dan tak bisa ditemui. Elza Syarief, pengacara Nazaruddin, mengaku tidak tahu kasus ini. "Nazar belum menceritakannya kepada saya," demikian pesan pendek Elza. Rufinus, pengacara Nazaruddin yang lain, pun menyatakan demikian. "Kalau kasus Hambalang, saya tahu. Ini tidak," katanya. Surat permohonan wawancara yang dikirim ke penjara Sukamiskin, Bandung, tak berbalas.
Di satu kesempatan, awal Juni lalu, Tempo juga berusaha menemui Minarsih di kantor PT Anugrah di Jalan Abdullah Syafei Nomor 9, Tebet, Jakarta Selatan. Awalnya, penjaga keamanan menyatakan tidak ada nama Minarsih ketika majalah ini hendak menyampaikan surat wawancara. Namun Agus, seorang anggota staf yang kebetulan lewat, memberitahukan bahwa ruangan Minarsih di lantai empat.
Di lantai empat, Tempo bertemu dengan Dina, sekretaris di perusahaan itu. Mulanya ia berjanji hendak menyampaikan surat wawancara kepada Minarsih. Namun, begitu membaca nama PT Anugrah pada alamat surat, seketika dia tampak gugup. "Maaf, tidak ada nama Minarsih di sini," ujarnya. "Saya baru sehari bekerja." Dina menyodorkan kembali surat, lalu menutup pintu ruangan.
Oleh sejumlah karyawan, tindakan Tempo naik ke lantai empat dianggap lancang. Apalagi mencatat nomor polisi mobil Harrier dan Camry hitam yang diparkir di halaman gedung. "Kalau macam-macam, kamu 'dihabisi' di sini," kata seorang pekerja di sana.
Tim Investigasi Penanggung Jawab Purwanto Setiadi Pemimpin Proyek Philipus Parera Penulis Muchamad Nafi, Yuliawati, Agung Sedayu Penyumbang Bahan Prihandoko, Sundari (Jakarta), Risanti, Ahmad Fikri (Bandung), Diananta P. Sumedi (Surabaya), Jhoniansyah (Tangerang) Penyunting Philipus Parera, Purwanto Setiadi Bahasa Uu Suhardi, Sapto Nugroho, Iyan Bastian Periset Foto Jati Mahatmaji Desain Djunaedi, Aji Yuliarto, Agus Darmawan Setiadi, Tri Watno Widodo |
Bolong Proyek Sekonyong-konyong
PROYEK pembangunan fasilitas produksi dan riset vaksin flu burung senilai Rp 2,25 triliun ditengarai sejak awal telah dirancang untuk dikorupsi. Mendapatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui lobi tak lazim, diikuti dengan pelaksanaan yang janggal dan penuh rekayasa, proyek ini ditaksir "melubangi" keuangan negara hingga Rp 454,614 miliar.
2006
Bio Farma mengajukan proposal untuk memproduksi vaksin flu burung kepada pemerintah Jepang melalui Kedutaan Besar Indonesia dan Badan Kesehatan Dunia (WHO). WHO menjanjikan dana US$ 2 juta untuk pelatihan.
22 September
Bio Farma mengajukan proposal serupa kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Nilai proyek US$ 51,587 juta.
10 November
Direktur Utama Bio Farma bersurat kepada Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tentang proposal kegiatan produksi vaksin ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
2007
20 Agustus
Japan International Cooperation Agency menolak proposal Bio Farma.
2008
Januari
Pertemuan di Gedung Arthaloka, Jakarta, kantor perwakilan PT Bio Farma. Nazaruddin menawarkan bantuan memasukkan proyek vaksin flu burung ke APBN Perubahan 2008, lewat lobi di Badan Anggaran DPR.
4 Maret-9 April
Rapat kerja pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan 2008 antara Badan Anggaran dan pemerintah, yang diwakili Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
10 April
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Nota Perubahan APBN 2008. Bio Farma mendapat dana hibah Rp 200 miliar.
2008
22 April
Direksi Bio Farma melaporkan perkembangan lobi dana vaksin ke Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Dalam surat itu diungkapkan juga soal lobi ke Badan Anggaran dan bahwa Bio Farma mengajukan proposal untuk pendanaan multi-year 2007-2009 sebesar Rp 600 miliar.
15 Mei
Direktur Jenderal Anggaran memberi tahu Kementerian Kesehatan soal dana untuk Bio Farma dan meminta Kementerian membuat rencana kerja anggaran untuk proyek sekonyong-konyong itu.
19 September
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari bersurat kepada Menteri Keuangan mengenai tambahan alokasi anggaran 2009, untuk pengembangan vaksin flu burung serta pembangunan Rumah Sakit Penelitian dan Pendidikan Universitas Airlangga, Surabaya, Rp 673,7 miliar.
24 dan 29 Oktober
Rapat pembahasan kesiapan proyek Kementerian Kesehatan. Anak buah Nazaruddin yang bernama Minarsih hadir menyaru sebagai karyawan Bio Farma.
27 Oktober
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan memulai proses lelang.
6 November
Tiga anggota tim teknis Bio Farma, Dori Ugiyadi, Hikmat Altamsar, dan Hilman Djauhar, mengundurkan diri. Mereka menyatakan tidak bertanggung jawab terhadap isi dokumen lelang.
November
Direktorat Jenderal P2PL menetapkan perubahan tim teknis. Tanggal penetapan dibuat mundur menjadi 22 Oktober 2008. Dicurigai ini untuk menutupi pengunduran diri tiga anggota tim teknis pada 6 November.
28 November
Menteri Kesehatan menetapkan PT Anugrah Nusantara sebagai pemenang lelang.
11 Desember
Kakak Nazaruddin, M. Nasir, mengikuti rapat evaluasi dan pembahasan kontrak proyek dengan Kementerian Kesehatan.
12 Desember
Direktorat Jenderal P2PL dan Anugrah Nusantara menandatangani kontrak multi-year senilai Rp 718,8 miliar.
2009
5 Maret
Kementerian Kesehatan mendapat alokasi anggaran untuk proyek vaksin Rp 493,8 miliar.
10 Juli
Direktorat Jenderal P2PL membuat kerangka kerja pembangunan sarana system connecting dan chicken breeding dengan perkiraan biaya Rp 672,4 miliar.
9 November
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menetapkan PT Pembangunan Perumahan dan PT Exartech Technology sebagai pemenang lelang pembangunan sarana system connecting dan chicken breeding. Nilai proyek ini Rp 663,4 miliar.
2011
13 Desember
Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta penjelasan tentang anggaran Rp 663,4 miliar, yang dinilai kemahalan.
2013
12 Juni
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan proyek vaksin flu burung direkayasa sejak perencanaan anggaran hingga lelang dan pengadaan fisik. Negara diduga rugi Rp 454,614 miliar.
Gurihnya Flu Burung
SEJAK flu burung diketahui bisa menulari manusia, proyek yang berkaitan dengannya bermunculan di Kementerian Kesehatan. Judul proyeknya macam-macam, dari pembelian obat Tamiflu hingga cita-cita membuat vaksin bagi manusia. Tapi segetol proyek-proyek itu dirancang, seramai itu pula dana flu burung ditilap.
2006-2007
4 proyek: pengadaan alat kesehatan dan perbekalan, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2006; pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan; serta pengadaan reagent and consumable penanganan virus flu burung.
Rp 98,6 miliar, total nilai proyek
Rp 40,4 miliar, total kerugian negara
2009
1 proyek: pengadaan alat bantu belajar-mengajar dokter untuk rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan
Rp 429 miliar, nilai proyek
Rp 163 miliar, kerugian negara
2008-2011
1 proyek: pembuatan vaksin flu burung untuk manusia
Rp 2,25 triliun, nilai proyek
Rp 454,614 miliar, kerugian negara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo