Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain dikenal dekat dengan konglomerat Sjamsul Nursalim, Artalyta Suryani alias Ayin memiliki jaringan lobi yang luas. Pertemanannya menjangkau pengusaha sampai pejabat tertinggi negara. Ia bergaul dengan petinggi kejaksaan, kepolisian, juga para politikus.
Kekuatan lobinya tampak ketika ia menggelar resepsi pernikahan anak anaknya. Daftar tamunya dipenuhi para pejabat negeri ini.
Berbiak dari Sonokeling
Bisnis Artalyta Suryani, 47 tahun, dibangun suaminya, Akiong. Mereka menikah pada 1980. Sang suami ketika itu memiliki CV Sonokeling, perusahaan kontraktor. Ia banyak membantu konglomerat Sjamsul Nursalim dalam pengembangan Dipasena, tambak udang terbesar di Asia Tenggara.
Akiong sempat menjadi petinggi PT Gajah Tunggal, induk bisnis keluarga Nursalim. Sempat berganti nama menjadi Surya Dharma, ia meninggal di Singapura pada 1998. Setelah itu, roda bisnis dikendalikan Ayin, nama kecil Artalyta.
Ayin sukses mengembangkan Sonokeling. Bisnisnya meluas, kemudian disatukan dalam PT Bukit Alam Surya. Dia dibantu dua saudaranya, Aman Susilo dan Simon Susilo. Keduanya juga memimpin PT Aman Jaya Perdana dan PT Purna Arena Yudha, yang banyak mengerjakan proyek jalan raya di Lampung.
Jaringan bisnis Ayin melebar ke sejumlah bidang dan berbagai perusahaan sebagai berikut:
Jalinan Lobi
Pertemanan Ayin dengan para pejabat kejaksaan tergambar pada waktu dia hendak ditahan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia menghubungi pejabat kepolisian, kejaksaan, bahkan lingkaran Istana.
Untung Udji Santoso,
Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara
Begitu hendak ditahan KPK, Ayin mencoba menghubungi para petinggi kejaksaan. Tapi semua telepon seluler mereka dimatikan. Hanya telepon Untung yang dapat dijangkau. Ia mengenal Untung ketika sang jaksa menjadi Direktur Penyidikan, enam tahun silam.
Ayin: Duh, gimana, dong…. Ini kan mesti ngamanin kita semua....
Untung: (terdiam lama)
”Aku mesti ngomong apa, Mas? Jawabnya apa?”
”Usahakan cepat you keluar, gerilya dulu. Kenapa sih kok bingung gini?”
”Makane, aku tadi dari luar rumah. Urip maksa nganter 6 hari ini.”
Kemas Yahya Rahman
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
Sehari setelah mengumumkan penghentian penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia di Bank Dagang Nasional Indonesia, ia menghubungi Ayin. Ia disebut sebut menyarankan Ayin membuat surat sakit untuk Sjamsul Nursalim agar bisa mangkir dari panggilan kejaksaan.
Dalam rekaman hasil sadapan,
Kemas mengatakan, ”Sudah dengar pernyataan saya?”
Ayin: ”Good, very good.”
”Jadi tugas saya sudah selesai, kan?”
”Siap, tinggal....”
”Sudah jelas kan, itu gamblang. Sekarang tidak ada permasalahan lagi.”
”Bagus itu.”
Wisnu Subroto
Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen
Mengenal Ayin ketika menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung. Begitu mengetahui KPK menangkap Ayin, ia memerintahkan aparat kejaksaan menangkapnya lebih dulu. Ia antara lain menghubungi Jaksa Agung Hendarman Supandji, meminta izin penangkapan.
Dari Hang Lekir ke Pondok Bambu
Juli 2007
Jaksa Agung Hendarman Supandji membentuk tim pengusut dana BLBI. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman memimpin tim yang terdiri atas 35 jaksa pilihan, dibagi menjadi dua kelompok. Tim pertama menelisik Bantuan Likuiditas untuk BCA dipimpin jaksa Sriyono. Tim kedua menangani kasus BDNI, dipimpin jaksa Urip Tri Gunawan.
28 Februari 2008
Hendarman menghentikan penyelidikan kasus BLBI buat BCA dan BDNI.
2 Maret 2008
Petugas KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan yang baru saja keluar dari rumah Artalyta Suryani, orang dekat Sjamsul Nursalim. Dari mobilnya, petugas menyita dus berisi US$ 660 ribu (sekitar Rp 6,6 miliar). Sejam kemudian, Artalyta alias Ayin ditahan.
3 Maret 2008
Ayin dimasukkan ke tahanan Markas Besar Kepolisian RI, lalu dipindahkan ke Rumah Tahanan Pondok Bambu. Urip dijebloskan ke tahanan Markas Besar Brigade Mobil, Kelapa Dua, Jawa Barat.
12 Maret 2008
Jaksa Agung memberhentikan sementara Urip dari jabatannya.
17 Maret 2008
Ayin membantah terkait langsung dengan BDNI milik Sjamsul Nursalim, penerima BLBI yang kasusnya ditangani Urip.
19 Mei 2008
Atas permintaannya, Ayin dipindahkan kembali ke tahanan Mabes Polri.
26 Juni 2008
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Untung Udji Santoso menyatakan mundur dari jabatannya sejak 24 Juni 2009. Ayin berkomunikasi dengan Untung beberapa saat sebelum ia ditangkap petugas KPK.
30 Juni 2008
Ayin mengaku uang US$ 660 ribu sebagai pinjaman buat Urip untuk membuka bengkel.
7 Juli 2008
Ayin dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta atau pengganti lima bulan penjara.
18 Juli 2008
Pengadilan memutar rekaman dua kali pembicaraan Ayin dengan Urip selama mereka di tahanan. Dicurigai, komunikasi itu dilakukan untuk menyamakan cerita di persidangan.
29 Juli 2008
Ayin divonis hukuman lima tahun penjara potong masa tahanan dan denda Rp 250 juta.
21 Agustus 2008
Urip dituntut 15 tahun penjara.
4 September 2008
Urip divonis hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta atau pengganti satu tahun penjara.
6 November 2008
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding Ayin dan hanya menurunkan hukuman pengganti denda menjadi lima bulan.
28 November 2008
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun penjara buat Urip. Dua anggota majelis hakim menyatakan beda pendapat, menganggap Urip seharusnya dihukum seumur hidup.
20 Februari 2009
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Ayin.
11 Maret 2009
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Urip Tri Gunawan.
23 Maret 2009
Ayin dipindahkan dari tahanan Mabes Polri ke Penjara Pondok Bambu.
19 Agustus 2009
Ayin mengajukan peninjauan kembali, menganggap hakim salah menerapkan hukuman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo