Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROGRAM pengangkatan tenaga honorer kategori 2 (K2) menjadi pegawai negeri ternyata sarat masalah. Dua bulan terakhir, laporan tentang pemalsuan data pengangkatan pegawai honorer muncul dari mana-mana. Banyak penumpang gelap menyusup ikut tes penerimaan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara Eko Sutrisno menyadari benar masalah ini. Tapi dia menghadapi dilema. Di satu sisi, para kepala daerah terus-menerus menuntut pemerintah pusat meloloskan ribuan tenaga honorer di wilayah mereka. Sedangkan di sisi lain, membiarkan begitu saja pemalsuan massal melenggang di depan mata bisa berbuntut panjang.
Tak mau terserempet masalah pidana, Eko bersiasat. Dia mengirimkan surat ke semua bupati dan gubernur, meminta mereka menjamin keabsahan data tenaga honorer yang lulus tes. Tanpa surat jaminan itu, Badan Kepegawaian menolak menerbitkan nomor induk pegawai (NIP). Hasilnya? "Sampai sekarang, belum ada satu pun instansi yang mengirimkan surat itu," kata Eko.
Diwawancarai panjang-lebar dua pekan lalu, pria 59 tahun itu mengakui lembaganya tak mendeteksi pemalsuan dokumen pengangkatan tenaga honorer dari berbagai daerah ini sejak awal.
Mengapa Badan Kepegawaian Negara tidak memeriksa kesahihan dokumen pengangkatan tenaga honorer yang ikut tes seleksi pegawai negeri?
Kami tidak memeriksa karena tes seleksi pegawai negeri tidak ada kaitannya dengan valid-tidaknya data pengangkatan mereka sebagai tenaga honorer. Jadi kami tak tahu benar-tidaknya data mereka.
Banyak tenaga honorer mengeluh karena mereka tidak lolos, sementara rekan mereka yang lebih muda malah lolos....
Memang ada yang memprotes begitu: kok, anak-anak baru lulus, sementara yang lama tidak lulus? Tentu saja kelulusan ini tergantung mereka bisa atau tidak mengerjakan soal ujian. Memang ada poin untuk waktu pengabdian, tapi kalau nilai dasar hasil tesnya kecil, mereka tetap tidak lulus.
Jadi mereka yang ikut tes dengan surat keputusan palsu bisa lolos menjadi pegawai negeri?
Untuk mengantisipasi itu, kami telah membuat surat edaran kepada semua pemimpin instansi asal tenaga honorer. Kami minta mereka menjamin kebenaran data para calon pegawai negeri, secara administrasi dan pidana. Surat jaminan itu merupakan syarat pemberkasan untuk pembuatan nomor induk pegawai.
Apakah sejak awal memang tidak ada antisipasi sama sekali untuk mencegah pemalsuan data tenaga honorer ini?
Kami hanya bisa menampung semua sampah ini. Kami enggak mengurusi apakah data itu sampah atau bukan.
Kenapa?
Sebab, kami percaya kepada pejabat daerah. Kalau kita tidak percaya kepada gubernur, bupati, dan wali kota, lalu siapa yang bisa dipercaya?
Tapi kenapa kemudian Anda meminta surat jaminan?
Belakangan, rasa percaya kami ternyata berkurang juga. Makanya kami minta jaminan. Tapi ada gubernur yang bilang permintaan surat jaminan ini mengerikan. Saya jawab: kalau Anda sebagai gubernur saja tidak berani menjamin orang-orang yang Anda usulkan kepada saya, jadi siapa lagi yang bisa menjamin?
Seberapa banyak tenaga honorer yang diduga memalsukan data pengangkatan mereka?
Sebenarnya yang benar-benar mengabdi secara betul itu banyak, tapi penumpang gelapnya juga tak kalah banyak. Makanya saya minta kepala daerah membuat surat jaminan per orang dengan meterai, bukan jaminan kolektif. Kalau kolektif, nanti diselip-selipin juga.
Benarkah ada jalur khusus untuk menjadi pegawai negeri melalui lembaga Anda?
Hati-hati. Tawaran semacam itu pasti ada rupiahnya. Yang palsu semacam itu banyak. Kasihan mereka yang tertipu, mengira bisa jadi pegawai negeri lewat Kepala BKN. Ada yang dimintai Rp 75-150 juta.
Jadi nama Anda dicatut?
Iya. Korbannya ada, tapi sulit sekali menangkap pelakunya. Banyak korban tidak ingin melapor karena masih berharap uangnya dikembalikan. Kalau melapor, pasti uang mereka hilang. Ada calon pegawai yang mengaku membayar Rp 100 juta untuk dua orang agar memperoleh NIP. Mereka sudah ikut tes, tapi tidak lulus. NIP-nya benar keluar. Tapi, setelah saya cek, ternyata NIP itu tidak terdaftar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo