Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANCORAN, Jakarta, 28 September 2007. Sebuah mobil Toyota Camry hitam meluncur pelan menuju sebuah rumah di Jalan Kalibata Tengah pada pukul 21.40. Seorang laki-laki setengah baya turun dari mobil. Dialah Ali Herman Ibrahim, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN.
Polisi menduga Ali terlibat kongkalikong penyelewengan uang negara dalam proyek pengadaan turbin pembangkit listrik Truck Mounted (TM) 2500 pada 2004. Begitu terlihat sosoknya, wartawan majalah ini yang sudah dua jam lebih nongkrong di bibir selokan—sepuluh meter dari rumah itu—langsung menghambur.
”Selamat malam, Pak. Saya dari Tempo....”
Baru sepotong kalimat terucap, Ali buru-buru memotong, ”Oh enggak..., enggak bisa,” seraya melangkah cepat masuk rumah. Tangan kanannya terus melambai ke belakang hingga dia menghilang di balik pintu. Tak sampai semenit, seorang satpam keluar dan menarik pagar besi hitam. Klik..., pagar rumah pun tertutup rapat.
Lebih dari seminggu Tempo mengejar Ali untuk meminta konfirmasinya. Mula-mula surat permohonan wawancara dikirimkan pada 20 September lalu melalui sekretarisnya, Yani. Kemudian, berbagai pengejaran: dari menunggu di kantor PLN pusat sejak 07.00 hingga melacaknya ke daerah-daerah, dilakoni. Tempo juga mondar-mandir ”bertandang” ke rumahnya sejak pagi buta selepas sahur. Hasilnya? Nihil!
Aksi tutup mulut juga dilakukan Eddie Widiono, tersangka lainnya. Surat permohonan wawancara yang dilayangkan kepada Direktur Utama PLN itu pada 20 September lalu tak kunjung berbalas. Ketika terbetik kabar bahwa Eddie, Rabu pekan lalu, melakukan safari Ramadan ke Jambi, koresponden majalah ini di sana langsung ”memburunya”.
Selepas dari kantor PLN cabang Jambi, Eddie yang saat itu berada di lobi Hotel Abadi akhirnya dapat ditemui. Sederet pertanyaan diajukan kepadanya. Tak satu pun dijawab. Dia hanya menyatakan ini: ”Tolong hargai hak saya. Semua sudah saya jelaskan kepada penyidik.”
Jawaban serupa dilontarkan Eddie tatkala ditemui koresponden Tempo di Bandung pada Jumat pekan lalu. Eddie yang baru saja menunaikan salat magrib di Masjid An-Nuur di kompleks kantor PLN Jasa dan Produksi, Jalan Banten 10, awalnya tampak akrab. Begitu mendengar kata Borang, mimiknya langsung berubah.
+ ”Kenapa tender pengadaan TM 2500 di Borang pada Juli 2004 menggunakan Keputusan Direksi Nomor 100 yang baru berlaku Agustus?” tanya Tempo.
- ”No comment. Anda dari media mana sih?”
+ ”Tempo.”
Mendengar itu, Eddie sontak melepas rangkulan tangannya dari pundak koresponden majalah ini dan langsung berlalu.
Harapan untuk mendapat jawaban dari petinggi PLN sempat muncul ketika kami berhasil mengontak Deputi Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN, Agus Darmadi, pekan lalu.
Ketua Panitia Pengadaan Proyek Borang yang pernah masuk bui ini sempat berbincang dengan Tempo. Sayang, ia cuma berkata satu kalimat (lihat Curang di Tender Borang). Maqdir Ismail, kuasa hukum PLN, pun ikut-ikutan tutup mulut. ”Semua penjelasan sudah diberikan kepada tim penyidik,” ujarnya singkat.
Johanes Kennedy Aritonang, Direktur Utama PT Guna Cipta Mandiri, juga tampak ”alergi” dengan pertanyaan seputar kasus Borang. Sikapnya ramah saat ditemui di Batam tiga pekan lalu. Namun dia langsung berbalik arah begitu mendengar Tempo akan menulis soal heboh tender turbin pembangkit. Waktu untuk wawancara di Jakarta yang dijanjikannya pun tak kunjung datang.
Ketika pada Jumat lalu Johanes dikabarkan berada di Jakarta, Tempo langsung mendatangi kantornya di Graha Surya Internusa, Jalan H.R. Rasuna Said. Tapi ruang nomor 1005 di lantai 10 gelap-gulita. Kesabaran menunggu empat jam hingga tengah malam di Hotel Mulia, tempat mondoknya di Jakarta selama dua tahun terakhir, pun tak membuahkan hasil.
Hingga akhirnya sebuah pesan pendek diterima Tempo, Sabtu pagi lalu. ”Semuanya saya pasrahkan sama Tuhan. Tuhan Mahatahu, saya no comment! Thanks, JK,” ujar Johanes. Pada hari yang sama, penolakan datang dari Marthen Parengkuan, pengacaranya.
Satu-satunya jawaban resmi datang dari Australia. Lewat faksimile, David McDonald, Direktur Magnum Enterprises Pty. Ltd. yang juga juga pemegang saham dan komisaris GCM, menjawab sejumlah pertanyaan Tempo. ”Meski tidak terlibat dalam negosiasi,” tulisnya, ”saya berharap jawaban ini membantu Anda agar bisa menuliskan kasus ini dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo