TATKALA pasukan Muangthai di perbatasan Laos masih saja
berjaga-jaga, selepas pertempuran dengan tentara tetangganya
itu, pasukan penjaga perbatasan Muangthai di tapal batas Kamboja
Muangthai secara mendadak diserang oleh pasukan-pasukan Khmer
Merah dua pekan silam. Resminya soal yang menimbulkan ribut
berdarah itu adalah masalah siapa pemilik wilayah Ang Sila yang
terletak di perbatasan kedua negara. Tapi kenyataannya,
orang-orang Khmer itu berusaha merampok padi yang sedang dipanen
oleh petani di kawasan pertempuran. Insiden berdarah itu
merupakan bentrokan perbatasan terhebat yang pernah melanda
Muangthai 6 bulan terakhir ini. 10 pasukan Muangthai hilang.
Sejumlah pasukan Khmer Merah, yang terdiri dari anak-anak
belasan tahun, ditahan.
Serangan itu tidak cuma menimbulkan keruwetan baru bagi Bangkok
yang memang sudah pusing dengan segala urusan di dalam negeri
dan di seputar perbatasannya. Rakyat di kawasan perbatasan itu
juga tidak mau ketinggalan menyatakan kekesalannya terhadap
orang-orang Kamboja itu. Beberapa hari setelah bentrokan itu,
pihak Bangkok -- yang nampaknya ingin mengurangi keruwetan yang
dihadapinya -- menawarkan gencatan senjata serta melanjutkan
pengiriman bahan makanan dan bahan bakar ke Phnom Penh. Di
perbatasan, kereta api yang mengangkut bahan-bahan itu dicegat
oleh massa dengan para pedagang yang menuntut agar pembayaran
terhadap barang-barang mereka yang telah dibawa masuk ke Kamboja
dilakukan dulu sebelum pengiriman baru dilakukan. Pencegatan
kereta api ini amat memarahkan Jenderal Chunhavan, Menlu
Muangthai itu.
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan politik di Muangthai
akhir-akhir ini, kemarahan Chunhavan dengan mudah dimengerti.
Jatuhnya Laos ke tangan Pathet Lao secara sempurna beberapa
pekan silam, tidak bisa lain dari menggesernya garis depan Hanoi
ke perbatasan Muangthai di sungai Mekong. Bukan saja usaha
Chunhavan terus menerus gagal membina hubungan diplomatik dengan
Hanoi (meskipun untuk itu pasukan Amerika telah terpaksa diusir
dari bumi Muangthai, bahkan pasukan-pasukan Laos yang jelas
ditulang punggungi oleh tentara Vietnam sudah dengan berani
mengganggu Muangthai. Beberapa pekan silam, sebuah kapal
patroli Muangthai di sungai Mekong ditenggelamkan oleh Laos.
Mencoret Dari Agenda
Kamboja yang berorientasi kepada Peking, jelas tidak berada
dalam unit komando Hanoi yang nampak lebih dekat dengan Moskow.
Maka hubungan mesra Peking-Bangkok dengan segala daya
dimanfaatkan pula oleh Muangthai untuk juga memperbaiki
hubungan Phnom Penh-Bangkok. Dengan jalan demikian, salah satu
soal (paling tidak untuk sementara) bisa dicoret dan agenda.
Karena itulah maka Bangkok pekan silam melihat serangan di
perbatasannya tidak sebagai permusuhan dari Phnom Penh. Selain
mengklasifikasikan serangan itu sebagai sesuatu yang dilakukan
oleh pasukan-pasukan yang masih muda, adalah In Tam yang
dituding sebagai hulu malang.
In Tam ini pernah jadi Perdana Menteri Muangthai di masa Lon
Nol. Sebelum Phnom Penh jatuh, ia sempat mengungsi ke Muangthai.
Sudah berkali-kali ia diperintahkan untuk keluar dari Muangthai.
Tapi dengan alasan belum mendapatkan visa untuk masuk ke
Perancis, In Tam terus saja berada di sana. Susahnya bagi
Bangkok, In Tam ini dikabarkan masih memimpin 300 orang Kamboja
bersenjata yang sering juga mengganggu Khmer Merah dari dalam
wilayah Kamboja. Karena itulah maka pekan silam Chunhavan
memerintahkan In Tam untuk segera meninggalkan negeri itu,
sementara para perunding pihak Kamboja dan Muangthai terus
berusaha mengatasi ketegangan di perbatasan.
Dalam soal mengatasi ketegangan, Muangthai sekarang ini memang
lagi sibuk. Perbatasan dengan Laos yang tertutup telah
mengakibatkan kekacauan ekonomi di Vientiane. Bahan bakar
menghilang ("Duta Besar kita di Vientiane harus bisa naik
sepeda", kata Chunhavan) dan harga bahan makanan jadi Masya
Allah. Hano yang menjadi pembekal utama Laos setelah negeri itu
dikuasai Pathet Lao ternyata belum bisa memenuhi kebutuhan
negeri yang baru jadi republik. Karena itulah maka buru-buru
Perdana Menteri Laos, Kaysone Photimhane, menyuarakan keinginan
pemerintahnya untuk berunding dengan Muangthai. Dan Kukrit di
Bangkok sudah tentu dengan gembira menyambut hasrat itu.
Islam Juga
Hingga akhir pekan silam, perundingan itu masih belum
berlangsung juga, sementara satu soal lama tiba-tiba meledak
lagi di selatan. Di wilayah Muangthai yang berbatasan dengan
Malaysia itu sejak lama terasakan ketidakpuasan di kalangan
orang-orang Islam. Pemerintah Bangkok tidak pernah terlalu acuh
terhadap minoritas Islam ditengah mayoritas Buddhis itu. Maka
orang-orang yang disia-siakan itu akhirnya memperjuangkan sebuah
negara terpisah. Dalam keadaan menghangatnya subversi Komunis di
semenanjung Malaysia dan seputar perbatasan Muangthai, memang
tidak selalu mudah membilah-bilah antara yang Islam dan yang
pura-pura Islam tapi Komunis. Maka tentara Muangthai yang
dikirim dari Bangkok lalu main hantam kromo saja. Akibatnya, 16
orang Islam terbunuh dua pekan silam di propinsi Phattani, dan
demonstrasi besar-besaran pun muncul di sana dan di Bangkok.
Kukrit yang sejak lama memang prihatin terhadap urusan dengan
orang-orang Islam itu, segera saja setuju dengan tuntutan para
demonstran. Selain memberikan ganti rugi terhadap keluarga
Muslim yang dibantai oleh anggota Angkatan Laut Muangthai,
Kukrit sendiri berjanji akan berkunjung ke kawasan Islam itu.
Yang belum jelas, adalah keputusan mengenai pasukan-pasukan
pembunuh yang juga dituntut keluar dari Phattani oleh para
pengikut demonstrasi.
Semua kejadian ini berlangsung di Muangthai ketika pesawat
tempur terakhir Amerika meninggalkan negeri itu setelah sekian
lama berpangkalan di sana sembari menggempur negeri-negeri
Indocina. "Keadaan ini amat merisaukan", kata seorang pasukan
anti gerilya Muangthai yang pernah dilatih oleh Baret Hijau.
"Sedang dibantu Amerika saja kita kewalahan, apa lagi kalau kita
hadapi sendiri Komunis itu", kata perwira berpangkat kapten itu
pekan silam kepada seorang wartawan Bangkok. Maka bersamaan
dengan peringatan Raja Bhumibol bahwa "Muangthai kini jadi
sasaran", serta tersiarnya desas-desus infiltrasi
pasukan-pasukan Vietnam ke dalam wilayah Muangthai via Laos,
soal yang cukup gawat yang juga harus dihadapi pemerintahan
Kukrit adalah nasib 5 ribu buruh Muangthai yang kini menganggur
setelah Amerika angkat kaki dari negeri Sirikit itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini