Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Jangan Main-main dengan Rahangmu

Ustad Arifin Ilham harus dirawat di unit perawatan intensif RSCM gara-gara sakit gigi. Radang rahang yang menjadi pemicunya.

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati....” Lagu dangdut yang dilantunkan Megi Z. itu bisa jadi malah akan menjerumuskan banyak orang. Sesungguhnya, sakit pada organ pengunyah ini tak bisa dipandang remeh. Pengalaman buruk yang dialami ustad zikir kondang, Arifin Ilham, bisa menjadi contoh.

Dua hari sebelum memasuki Ramadan, Arifin merasakan sakit pada tenggorokannya. ”Modalnya” sebagai pendakwah tentu saja terganggu karena dia jadi susah berbicara. Ustad dengan suara serak-serak basah itu langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur. Setelah lima hari dia dirawat, baru ketahuan penyakitnya berasal dari rahang penyangga gigi—bukan dari tenggorokan. Agar lebih aman, Arifin dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

Di rumah sakit pusat itulah diketahui ada virus yang harus segera dikeluarkan dari rahangnya, agar infeksi tak menjalar ke organ tubuh lain. Tak ada jalan normal. Arifin harus menjalani pembedahan bawah rahang melalui kerongkongan. Cairan nanah dikeluarkan. Setelah bersih, lapisan rahang dibuka. Menurut Yuni, istri Arifin, suaminya harus bernapas dengan selang yang keluar lewat tenggorokan. ”Memang sempat masuk ruang ICU, sehingga banyak yang menduga Abang koma, padahal tidak,” katanya.

Masa kritis pun lewat. Arifin berangsur pulih setelah berbaring selama sepekan di RS Cipto Mangunkusumo. Saat Tempo menjenguknya di Ruang Cenderawasih RSCM dua pekan lalu, Arifin sudah bersiap pulang. Sudah sembuh? Arifin hanya mampu mengacungkan tangan yang terkepal, dan tersenyum. Secara fisik sudah pulih, tapi dia belum bisa banyak bicara. Jawaban kepada Tempo hanya bisa disampaikan melalui pesan pendek. ”Subhanallah..., insya Allah, Arifin kembali berkhidmat.”

Bukan hanya Arifin seorang yang mengalami penyakit seperti itu: sakit gigi yang bisa mengenai organ tubuh lain atau bahkan berujung pada kematian. Pernah diberitakan di media massa tentang Abdullah, warga Desa Penjajab, Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Lehernya bengkak sebesar mangkuk bakso. Gara-garanya, bagian gigi yang sakit dicongkel sendiri. Tak sampai sepekan setelah itu, lehernya mulai bengkak. Penglihatan Abdullah juga berkurang.

Menurut seorang dokter senior ahli periodontologi dari Universitas Indonesia, Jakarta, Siti Wuryan A. Prayitno, penyakit gigi, terutama rahang penyangganya, bisa menjadi penyebab berbagai penyakit sistemik, seperti sakit lever, ginjal, jantung, stroke, atau darah, sehingga mengakibatkan leukemia dan diabetes melitus. ”Seperti yang dialami Arifin. Pembengkakan di bawah lidah bisa menghambat saluran napas, mencekik tenggorokannya, dan bisa berakibat kematian,” kata Siti. ”Jadi jangan main-main dengan rahangmu.”

Periodontitis adalah penyakit radang pada jaringan penyangga gigi (gusi dan tulang). Penyakit ini merupakan komplikasi—penyakit yang dipicu oleh penyakit lain—nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit. Bahkan diabetes melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir 80 persen pasien diabetes melitus mengalami masalah pada gusinya.

Adapun tanda-tanda periodontitis antara lain gusi mudah berdarah, warna gusi agak mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi dalam, ada kerusakan tulang di sekitar gigi, serta gigi goyah dan mudah lepas. Biasanya di usia relatif muda, 45-50 tahun, giginya sudah tanggal bukan karena rusak, melainkan akibat fondasi gigi yang rusak.

Bahkan, menurut penelitian yang dilakukan Siti dan tim Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, kini banyak anak muda berusia 18-25 tahun sudah tanggal gigi. Kenapa? Karena di mulut mereka, selain ada jutaan bakteri yang dibutuhkan (flora normal), hidup bakteri periodonpatik yang ada pada jaringan periodontal. Bakteri ini juga disebut gram negatif yang anaerob, yakni mampu hidup tanpa oksigen. ’’Bisa dibayangkan, di gusi kita terdapat semacam kantong yang makin ke dasar makin tidak beroksigen, sehingga bakteri anaerob tumbuh makin subur,’’ katanya.

Masalahnya, bakteri anaerob tidak bisa dihilangkan dengan cara menyikat gigi. Sehingga bakteri tersebut tetap saja hidup dan bisa menimbulkan masalah di kantong gigi. Itu berbeda dengan bakteri aerob, bakteri yang hidupnya membutuhkan oksigen, yang bisa dibersihkan dengan hanya menyikat gigi.

Pada saat mulut mengalami radang—dalam hal ini periodontitis—sel-sel pertahanan tubuh akan mengeluarkan protein TNF-alfa (tumor necrosis factor alpha). Menurut sebuah lembaga kesehatan Amerika Serikat, Mayo Clinic, protein ini berfungsi memobilisasi sel darah putih untuk melawan infeksi dan penyerang lain. Sayangnya, bekerjanya protein ini justru mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Sebab, tubuh menjadi tak mampu memanfaatkan insulin yang diproduksi pankreas. Inilah yang memicu timbulnya diabetes melitus pada penderita periodontitis.

Karena penyakit penyangga gigi ini menjadi penyebab berbagai penyakit lain yang mengerikan, periodontitis selalu mendapat perhatian besar. Dua pekan lalu, ahli periodontologi se-Asia-Pasifik bertemu di Beijing, Cina, membahas perkembangan dan penanganan penyakit yang sering disepelekan orang ini. Siti juga hadir dalam acara tersebut. Hasil pertemuan itu menyimpulkan, setiap dokter penyakit lain—di luar mulut dan gigi—diharapkan juga memeriksakan pasiennya ke dokter gigi, agar bisa menangani penyakit lebih menyeluruh.

Karena saraf gigi dan otak berkaitan, posisi yang sakit belum tentu merupakan sumber tempat penyakit tersebut. Ya, seperti yang terjadi pada Arifin: yang sakit tenggorokannya, biang keroknya ada pada rahang. ”Jika ada rasa sakit di gigi, seperti ngilu atau cekot-cekot, malah lebih mudah menanganinya. Yang berbahaya jika tak ada rasa sakit, tapi sumbernya justru berasal dari rahang penyangganya,” ujar Siti.

Nah, cara terbaik agar tak terkena penyakit rahang gusi adalah mencegahnya, yaitu dengan menyikat gigi yang benar dan secara periodik gigi dikontrol di dokter gigi, termasuk membersihkan karang gigi atau plak. Lagi pula, orang yang membersihkan karang gigi bisa mendapatkan banyak keuntungan. Dari segi estetika bisa lebih bersih, penampilan lebih bagus, dan mulut tak bau. Manfaat yang lebih besar adalah memperkuat kondisi rongga mulut dan mencegah penyakit lain, seperti diabetes melitus, sakit jantung, arthritis, dan stroke.

Andai saja Ustad Arifin Ilham lebih waspada tentang kesehatan gusi, barangkali dia tetap bisa berdakwah di bulan Ramadan ini. Atau mungkin ini bisa menjadi bahan berdakwah Arifin di kemudian hari: pentingnya menjaga kesehatan mulut—bukan sekadar menjaga kata-kata.

Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus