Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proyek Banjir Kanal Timur bisa jadi merupakan ujian bagi Wali Kota Jakarta Utara, Muhammad Effendi Anas. Bisa dibilang, sejak diangkat menjadi wali kota pada Mei 2003, salah satu pekerjaan yang paling menyita waktunya adalah pembebasan lahan untuk BKT. Saat ini, tinggal 30 persen tanah yang harus dibebaskan. Effendi Anas menjelaskan soal itu secara panjang lebar kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Apa saja masalah dalam pembebasan tanah?
Macam-macam. Ada yang tanahnya belum kami bayar tapi sudah digali seperti di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda. Kami sudah mengirim surat ke Gubernur agar tanah KBN dimasukkan ke kategori fasilitas umum-fasilitas sosial (fasum-fasos) sehingga tak perlu dibayar. Toh itu tanah milik negara. Ada kasus yang sudah dibayar tapi diributin. Hingga kini ada bidang tanah yang pemiliknya tidak jelas, bidang kosong tak bernama, klaim antarpihak, atau sengketa keluarga. Sertifikat ganda sudah biasa. Saya telah merobek tiga sertifikat palsu.
Lahan yang sengketa, bagaimana penyelesaiannya?
Kita undang musyawarah. Kalau dua kali musyawarah tidak selesai, pertemuan ketiga di pengadilan, biar pengadilan yang memutuskan. Dananya kami titipkan di sana. Pokoknya, pembebasan tanah harus selesai tahun ini.
Apakah warga dikenai biaya dalam proses ini?
Tidak sepeser pun.
Dana untuk panitia pembebasan tanah?
Ah, itu kecil sekali. Panitia hanya mendapatkan satu persen dari anggaran proyek yang dibiayai APBD.
Bagaimana cara anda mempercepat pembebasan tanah?
Dari awal kita memakai sistem zona. Saya membaginya menjadi 11 zona. Satu zona diselesaikan dulu, baru ke zona lain. Begitu 11 zona ini selesai, kami bawa ke bagian keuangan, baru duitnya cair. Yang paling ruwet di Rorotan, Cilincing.
Wali Kota Jakarta Timur, Koesnan Abdul Halim: Saya Siap Diperkarakan
Sebulan sebelum Gubernur Sutiyoso mencanangkan kembali pembangunan Banjir Kanal Timur pada Juni 2002, Koesnan Abdul Halim dilantik menjadi Wali Kota Jakarta Timur. Salah satu tugas yang harus dibereskannya tentu saja pembebasan tanah untuk Banjir Kanal Timur. Namun, hingga kini masih ada 70 hektare yang harus dibebaskan. ”Ini sesuai skedul,” katanya kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Mengapa ada kesan lambat dalam pembebasan tanah di Jakarta Timur?
Sampai akhir 2006, kita sudah membebaskan 61 persen. Ini sesuai skedul. Tahun ini adalah tenggat pembebasan tanah. Jadi, bukan lambat. Kinerja kita diukur dari seberapa banyak APBD yang dialokasikan untuk BKT itu diserap. Pada 2005 dan 2006 kami menyerap lebih besar dari yang dianggarkan.
Seberapa banyak tanah bermasalah?
Saat ini, ada 18 kasus yang muncul ke permukaan. Yang belum muncul saya kira dua kali lipat. Sebagian besar sengketa kepemilikan. Ada lagi sengketa soal fasilitas umum dan fasilitas sosial. Misalnya ada pengembang yang belum menyerahkan fasos dan fasum, ada juga pengembang di Pondok Kelapa yang sudah menyerahkan tapi tanahnya belum dibayar kepada warga. Kami dicurangin dan ini sedang kami teliti. Ada juga fasos-fasum yang diduduki warga.
Bagaimana Anda menyelesaikan tanah-tanah bermasalah?
Pokoknya, yang bermasalah kita tinggal. Bola masalah jangan ada pada kita sebagai pembeli tanah. Masalah-masalah itu kebanyakan berupa klaim antarpihak. Bagi mereka yang tidak cocok dengan harga, uangnya kami titipkan ke pengadilan. Batasnya Oktober nanti.
Kami juga membuat lima tim dari sebelumnya hanya satu. Tiga tim mengurus tanah yang tidak bermasalah, satu tim menangani fasum-fasos, satu tim lagi membereskan tanah-tanah bermasalah. Kami juga memperbaiki prosedur administratif. Jika dulu 16 persyaratan harus sampai ke biro anggaran di Dirjen PU, sekarang cukup dengan empat berkas saja. Kita juga sudah punya daftar inventarisasi global. Pemilik tanah tinggal mencocokkan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo