Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bagaimana Seharusnya Kita Membaca Angka Kemiskinan

Lili Retnosari

Lili Retnosari

Statistisi Ahli Muda di Badan Pusat Statistik

Laporan statistik menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia terus menurun. Bagaimana cara membaca angka kemiskinan yang tepat?

7 Februari 2025 | 06.00 WIB

Bagaimana Seharusnya Kita Membaca Angka Kemiskinan.
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko
Perbesar
Bagaimana Seharusnya Kita Membaca Angka Kemiskinan. Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Tingkat kemiskinan September 2024 merupakan yang terendah sepanjang sejarah.

  • Bagaimana sebenarnya cara memahami garis kemiskinan yang dihitung BPS?

  • Kemiskinan memang masalah multidimensi yang bukan sekadar angka.

BEBERAPA waktu lalu, Badan Pusat Statistik merilis angka kemiskinan September 2024. Persentase penduduk miskin pada September 2024 tercatat sebesar 8,57 persen. Angka ini menurun 0,46 persen dibanding kondisi pada Maret 2024 yang sebesar 9,03 persen. Selain itu, tingkat kemiskinan pada September 2024 tersebut merupakan yang terendah sepanjang sejarah dan pertama kalinya menyentuh kisaran 8 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tidak hanya dari sisi persentase, dilihat dari angka absolutnya, jumlah penduduk miskin pada September 2024 juga merupakan yang terendah dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin pada September 2024 mencapai 24,06 juta orang. Angka ini berkurang 1,16 juta orang dibanding pada Maret 2024 (25,22 juta orang).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penurunan tingkat kemiskinan pada September 2024 tidak hanya terjadi secara nasional, tapi juga di daerah perkotaan dan perdesaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada September 2024 sebesar 6,66 persen, menurun dibanding pada Maret 2024 yang sebesar 7,09 persen.

Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan pada September 2024 sebesar 11,34 persen, menurun dibanding pada Maret 2024 yang sebesar 11,79 persen. Selanjutnya, dibanding pada Maret 2024, penurunan angka kemiskinan juga terjadi di semua wilayah, dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, hingga Maluku dan Papua.

Sepanjang Maret-September 2024, indikator kemiskinan lain, seperti indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan, juga menunjukkan tren penurunan, baik di perkotaan maupun perdesaan. Hal ini menunjukkan rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan makin kecil dan distribusi pengeluaran pada penduduk miskin makin merata.

Hal tersebut dapat dibilang merupakan capaian positif. Meski begitu, penurunan tingkat kemiskinan yang terjadi tidak serta-merta mendapat respons positif. Banyak pihak ragu terhadap data yang ada, terutama mengenai garis kemiskinan yang digunakan. Ada juga yang beranggapan bahwa garis kemiskinan dibuat lebih rendah dari periode-periode sebelumnya agar angka kemiskinan cepat turun.

Lantas, bagaimana sebenarnya cara memahami garis kemiskinan yang dihitung BPS?

Sebelumnya, perlu diketahui bersama, dalam menghitung kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Metode ini mengacu pada "Handbook on Poverty and Inequality" terbitan Bank Dunia. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan merupakan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. Jadi garis kemiskinan (GK) terdiri atas GK makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori/kapita/hari) dan GK non-makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok non-makanan). Penghitungan GK ini, selain melihat GK periode sebelumnya, mempertimbangkan perubahan harga.

Penentuan garis kemiskinan pada setiap daerah tidak sama dan tak dapat dipukul rata. Garis kemiskinan di DKI Jakarta, misalnya, berbeda dengan Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan provinsi lain. Garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan juga dibedakan. Sebab, ada perbedaan pola konsumsi dan harga komoditas di setiap wilayah.

Pada September 2024, GK nasional mencapai Rp 595.242,00/kapita/bulan, meningkat 2,11 persen dibanding GK Maret 2024 dan meningkat 8,14 persen dibanding GK Maret 2023. Jadi turunnya tingkat kemiskinan pada September 2024 bukan karena GK sengaja diturunkan. Faktanya, meski GK naik, tingkat kemiskinan masih menurun.

Selain itu, jika kita melihat indikator makro lain, penurunan angka kemiskinan ini sejalan dengan kondisi berbagai indikator ekonomi makro nasional yang juga mengalami perbaikan selama 2024, khususnya pada triwulan III.

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,35 persen pada triwulan III dibanding pada triwulan I 2024, yaitu dari Rp 3.113,02 triliun menjadi Rp 3.279,59 triliun.​ Pada periode yang sama, pengeluaran konsumsi rumah tangga juga meningkat 2,63 persen dari Rp 1.659,86 triliun pada triwulan I menjadi Rp 1.703,46 triliun pada triwulan III 2024.

Dari sisi lapangan usaha, PDB atas dasar harga konstan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga tumbuh 23,54 persen dari Rp 327,1 triliun pada triwulan I menjadi Rp 404,1 triliun pada triwulan III 2024.

Selanjutnya, tingkat inflasi hingga September 2024 masih berada di level yang relatif rendah, yaitu 0,74 persen (year-to-date).​ Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2024, rata-rata upah buruh juga tumbuh 2,81 persen dari Rp 3,18 juta pada Agustus 2023 menjadi Rp 3,37 juta pada Agustus 2024. Peningkatan beberapa indikator makro ini menunjukkan kondisi perekonomian setelah pandemi Covid-19 sudah cukup membaik.

Kemiskinan memang masalah multidimensi yang bukan sekadar angka. Namun memahami makna angka yang ada tentu menjadi penting, misalnya garis kemiskinan. Ketika membaca garis kemiskinan, diperlukan kehati-hatian agar tidak menimbulkan misinterpretasi.

Garis kemiskinan sebesar Rp 595.242,00/kapita/bulan jangan langsung diartikan bahwa seseorang yang memiliki pengeluaran minimum Rp 19.841,4 per hari tidak dikategorikan miskin. Jika diartikan serta-merta seperti ini, angka garis kemiskinan menjadi tidak masuk akal.

Ketika melihat lebih dalam, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional September 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota keluarga atau 4-5 orang. Jika jumlah anggota rumah tangga ini kita kalikan dengan GK nasional September 2024, hasilnya akan setara dengan Rp 2.803.590,00/rumah tangga miskin/bulan.

Rumah tangga miskin pasti sulit mendapatkan uang sejumlah itu dalam sebulan. Dengan perspektif seperti ini, kita akan lebih mudah memaknai GK yang ada. Cara menginterpretasikan GK seperti ini juga dapat digunakan ketika ingin memaknai GK tiap provinsi.

Lebih lanjut, perlu diingat bersama bahwa Bank Dunia juga menggunakan GK untuk menghitung tingkat kemiskinan. Namun GK yang digunakan tersebut memiliki tujuan berbeda, yakni membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Jadi, ketika kita ingin membandingkan angka kemiskinan antarnegara, akan lebih pas menggunakan angka yang dihitung Bank Dunia.

Terlepas dari itu semua, penurunan angka kemiskinan tetap menjadi langkah awal yang positif dalam upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun masih ada tantangan besar yang kita hadapi saat ini, yakni memastikan penanganan kemiskinan bersifat berkelanjutan dan mampu mengatasi akar masalah kemiskinan.

Penurunan angka kemiskinan tidak cukup hanya berfokus pada indikator makroekonomi, tapi juga perlu memperhatikan dimensi lain, di antaranya pendidikan, kesehatan, lapangan kerja yang layak, dan keadilan sosial.

Penting bagi pemerintah memperkuat program perlindungan sosial yang adaptif, terutama bagi kelompok rentan yang masih berada di sekitar garis kemiskinan. Sebab, ketika terjadi gejolak ekonomi, kelompok ini paling rentan kembali jatuh ke dalam kemiskinan. Dengan demikian, perbaikan kebijakan tidak hanya terhenti pada naik/turunnya angka semata, tapi juga pada kualitas hidup masyarakat miskin secara keseluruhan.

Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus