Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Di Bawah bayang-bayang Scorsese dan Coppola

Sebuah film yang gagal mengangkat kehidupan bos mafia New York John Gotti. Struktur skenario yang kacau.  

22 Juli 2018 | 08.00 WIB

Film GOTTI: In The Shadow of My Father. youtube.com
Perbesar
Film GOTTI: In The Shadow of My Father. youtube.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

Ada sebuah lelucon tentang film ini.

Ketika Direktur Festival Film Cannes Thierry Frémaux bersepakat untuk menayangkan film Gotti karya Kevin Connolly di festival prestijius ini, beberapa sineas dan kritikus film menggerundeng “barangkali hantu Gotti menodong kepala pak direktur”. Ini gerutuan para wartawan karena Gotti adalah satu dari sedikit film Hollywood yang tidak mengadakan pemutaran untuk wartawan dan kritikus film hingga saat film ini akhirnya beredar mendapatkan “0” persen dalam situs kumpulan resensi film dan televisi Rotten Tomatoes.

Maklum, proyek Film Gotti dimulai dengan nama-nama besar seperti sutradara Barry Levinson, lantas Nick Cassavetes dengan aktor yang tak kalah heboh seperti Al Pacino dan Joe Pesci. Setelah  4 sutradara, 44 produser keluar masuk daftar selama delapan tahun, akhirnya yang mengarahkan film ini adalah Kevin Connolly yang selama ini dikenal dalam serial TV dan film Entourage. Tokoh John Gotti, seorang bos mafia terkemuka yang paling ditakuti itu diperankan oleh John Travolta.

Pada adegan pembuka, tokoh John Gotti yang tengah memandang laut mendadak membalikkan tubuhnya,  menembus tembok pemisah dengan penonton (di dunia sinema, mereka menyebutnya ‘breaking the fourth wall’), dan dia  berbicara pada penonton, mengutarakan uneg-unegnya.

Tentu saja ini bukan Teknik baru. Pada drama-drama karya William Shakespeare hampir semua drama tragedinya melibatkan solilokui di mana tokoh mengajak penonton berbincang. Di dalam industri televisi, serial TV House of Cards di mana aktor utama yang diperankan Kevin Spacey juga menembus tembok dan menceritakan pada pemirsa perkara muslihatnya terhadap lawan-lawan politiknya. Atau seperti Derek Jakobi yang menyalakan api dan menjelaskan pada pemirsa tentang Henry V dalam film karya Kenneth Branagh. Problemnya: apakah ‘ngobrol’ dengan penonton itu memang sebuah adegan yang efektif untuk film ini?

Sama sekali tidak. Gotti membuka dan menutup film dengan gaya yang teaterikal itu tidak memberikan efek apapun selain drama yang sia-sia. Selebihnya, sutradara Connoly memilih gaya penceritaan kilas balik di mana Gotti tua yang di penjara menghadapi puteranya John Gotti Jr yang mengungkap strateginya menghadapi pengadilan. Film ini memang diangkat berdasarkan buku John A.Gotti , jr yang sangat mengagumi ayahnya.Tak heran film ini,  dibuat berdasarkan sudut pandang sang anak yang ingin mencuci nama si bapak dan anak  yang diadili berkali-kali.

Dengan teknik maju mundur antara Gotti tua dan Gotti muda, skenario yang tidak rapi ini tak kuasa menjebol kedahsyatan film-film mafia sebelumnya seperti trilogi The Godfather (Francis Ford Coppola 1972), atau serangkaian karya Martin Scorsese seperti Goodfellas (1990) atau bahkan serial televisi The Sopranos (David Chase, 1999-2007).

Meski Travolta sudah berusaha sekuatnya untuk menampilkan John Gotti yang memulai karir sebagai mafia dari bawah, hinggabisa memimpin keluarga Gambino, casting ini hampir taka da gunanya. Berbagai film, serial, dokumenter sudah terlalu sering mengunyah kisah Gotti, sehingga membebani Connolly sebagai debutnya adalah sesuatu yang konyol, apalagi setelah penonton sedunia sudah terkesima dengan The Goodfather, The Sopranos dan Goodfellas  yang masing-masing berhasil karena masing-masing sutradara mempunyai kefasihan dan keunikan sendiri.

Dalam film Gotti,  kita bukan saja merasakan betapa berantakan struktur bolak-balik masa Gotti tua dan Gotti muda, tetapi Connoly juga tak berhasil membangun drama-drama penting dalam kehidupan Gotti yang mengangkatnya sebagai pimpinan mafia yang paling ditakuti. Misalnya: pembunuhan Castellano di Sparks Steak House tahun 1985 yang sudah jelas sesuai arahan Gotti tidak menjadi klimaks yang berhasil. Sebuah titik penting lain adalah bagaimana  Gotti  berkali-kali lolos dari semua tuduhan di pengadilan—hingga dia dijuluki Teflon Don -- yang gagal menjadi adegan yang memperlihatkan bagaimana system pengadilan di AS juga bisa diobrak abrik.

Satu-satunya bagian yang diangkat dengan baik adalah adegan tewasnya putera kecil Gotti yang sedang main sepeda, dan bagaimana runtuhnya hati Victoria, sang isteri. Inilah satu-satunya adegan Gotti dan Victoria tampil sebagai manusia biasa yang bisa merasakan kehilangan yang tak tergantikan. Tetapi selebihnya adalah kekacauan struktur dan film yang nyaris tanpa ketegangan apapun.

Film ini adalah upaya epigonisme dari film-film mafia besar yang sudah ada. Epigonisme yang buruk. Itulah sebabnya para sineas dan wartawan film menggerutu tentang keputusan Festival Film Cannes untuk menayangkan film ini.

GOTTI

Sutradara: Kevin Connolly

Skenario: Lem Dobbs dan Leo Rossi

 

Berdasarkan buku “Shadow of My Father” oleh John A.Gotti

Pemain: John Travolta, Kelly Preston, Spencer Lofranco, Pruitt Taylor Vince, Stacy Keach, Chris Mulkey, William Demeo,

 

Leila S. Chudori

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus