Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Rasisme dan Diskriminasi terhadap Orang Asli Papua

Andreas Harsono

Bekerja untu Human Rights Watch, menulis laporan terbaru: “If It’s Not Racism, What Is It?”: Discrimination and Other Abuses Against Papuans in Indonesia.

Rasisme dan diskriminasi terhadap orang asli Papua masih terjadi. Apa penyebabnya?

16 Desember 2024 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Ada lebih dari 1.000 penangkapan orang Papua pada 2019 dan 418 penangkapan pada Oktober 2020 hingga September 2021.

  • Di Indonesia, pasal-pasal makar sering digunakan untuk menyasar orang Papua yang memperjuangkan hak-hak mereka.

  • Orang asli Papua yang tinggal di luar Papua Barat menghadapi diskriminasi dan rasisme dalam memperoleh akses ke pekerjaan, pendidikan, ataupun tempat tinggal.

SETIAP 10 Desember, kita memperingati Hari Hak Asasi Manusia. Pada momentum peringatan Hari HAM Sedunia ini, Indonesia masih menghadapi banyak persoalan dalam urusan hak asasi manusia, terutama dalam hal bagaimana Indonesia memperlakukan orang asli Papua. Berbagai insiden yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan bagaimana rasisme dan diskriminasi masih terus terjadi terhadap orang Papua.

Papuans Behind Bars, situs web yang memantau penangkapan dengan motivasi politik di Papua Barat, mencatat ada lebih dari 1.000 penangkapan pada 2019 dan 418 penangkapan pada Oktober 2020 hingga September 2021. Setidaknya 245 orang dihukum karena berbagai tuduhan kejahatan, termasuk 109 orang karena pasal makar. Di Indonesia, pasal-pasal makar sering digunakan untuk menyasar orang Papua yang memperjuangkan hak-hak mereka.

Sebuah video yang diunggah pada Maret 2024 menunjukkan tiga tentara memukuli Definus Kogoya, seorang pemuda Papua, yang tangannya diikat di belakang, dan memasukkannya ke dalam drum berisi air serta mengejeknya dengan makian rasis.

Pasukan keamanan Indonesia terlibat dalam penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, serta pemindahan paksa secara besar-besaran, tapi jarang dimintai pertanggungjawaban. Para militan pro-kemerdekaan Papua Barat terlibat dalam pembunuhan pendatang dan orang asing, termasuk menyandera Phillip Mark Mehrtens, seorang pilot asal Selandia Baru.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus