Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
RISET yang mumpuni akan menyelesaikan banyak masalah di negeri ini. Sederet kekacauan yang kita saksikan beberapa waktu terakhir, dari makin tak jelasnya penyelesaian isu Papua, proyek-proyek pembangunan yang merusak ekologi, legislasi nasional yang mengurangi hak sipil, hingga kian maraknya konflik antara warga dan perusahaan, bisa diantisipasi jika kebijakan pemerintah berbasis riset yang relevan dan memadai.
Upaya ke arah sana bukannya tak ada. Seperempat abad lalu, ketika PT Dirgantara Indonesia berhasil menerbangkan pesawat N250 Gatotkaca, pemerintah mencanangkan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional setiap 10 Agustus. Peringatan ini semula diharapkan menjadi penanda dimulainya era kebijakan berbasis bukti ilmiah dan inovasi. Namun ikhtiar itu berhenti sebatas seremoni. Tak pernah ada program konkret untuk mengawinkan kebijakan publik dan riset di berbagai bidang.
Pada Juli tahun lalu, momentum membangkitkan ekosistem riset di Indonesia kembali muncul dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sayangnya, momentum ini pun lewat begitu saja. Selain akibat klausul kontroversial soal sanksi pidana bagi peneliti asing yang masuk tanpa izin, peraturan itu tak bisa terlaksana sampai sekarang karena tak ada aturan turunannya. Tarik-ulur soal siapa figur yang tepat untuk duduk dalam dewan pengarah di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kabarnya membuat Presiden Joko Widodo tak kunjung menerbitkan peraturan tentang struktur organisasi dan tata kelola lembaga itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo