Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Kosakata Covid-19

Pandemi Covid-19 melahirkan pelbagai kosakata baru. Covidiot, morona, covember, bahkan makna karantina pun bergeser.

24 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kosakata Covid-19

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT linguis Tony Thorne (2020), pandemi Covid-19 telah menyumbang seribu kata baru dengan neologisme atau disebut coroneologism yang mencakup istilah teknis dan kata umum. Jika kita sudah mengenal covidiot, ada juga kata morona untuk perilaku yang mirip. Jika selama isolasi tidak pernah bercukur, Anda termasuk orang yang disebut covember. Jika selama rapat virtual berkemeja dan berdasi tapi hanya bercelana pendek, Anda mengikuti waist-up fashion.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan terjadi juga pada aspek semantik, seperti pada makna kata karantina. Pada pertengahan abad ke-14, Eropa diserang wabah yang menelan korban sepertiga populasi. Pada 1377, Dewan Kota Ragusa, Kroasia, menetapkan peraturan tentang trentino. Sebagaimana namanya, peraturan itu menetapkan isolasi untuk pendatang yang masuk dan warga yang keluar selama 30 hari. Warga yang memberikan makanan tanpa izin kepada orang dalam isolasi dihukum tinggal bersama orang tersebut selama sebulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Delapan puluh tahun kemudian, peraturan yang sama diberlakukan di Marseilles, Venice, Pisa, dan Genoa, dengan penambahan waktu menjadi 40 hari, sehingga disebut quarantino. Mengapa 40 hari? Sebagian berasumsi karena alasan biblikal, sebagian lagi karena Doktrin Yunani tentang hari-hari kritis yang menyatakan penyakit menular akan berkembang dalam 40 hari.

Hindia Belanda terimbas juga oleh wabah, sehingga Gubernur Jenderal Pijnacker Hordijk menandatangani Quarantaine Ordonnantie pada 11 Februari 1892. Ordonansi itu diperbarui oleh Idenburg pada 6 April 1911. Peraturan itu kemudian diadopsi menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Udara. Selanjutnya, peraturan itu diperbarui lagi menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Definisi karantina baru muncul pada peraturan tahun 1911. Dalam peraturan itu terdapat kata quarantaine dan afzondering (isolasi). Karantina didefinisikan sebagai larangan atau pembatasan hubungan kapal dengan pantai atau dengan kapal lain untuk mencegah kontaminasi. Isolasi didefinisikan sebagai perawatan penderita tanpa kontak dengan dunia luar.

Kedua definisi itu, meskipun dengan redaksi yang berbeda, masih dipertahankan dalam peraturan tahun 1962. Karena perkembangan zaman, termasuk keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan untuk International Health Regulations (2005), istilah dan definisi berkembang dalam peraturan tahun 2018. Karantina didefinisikan sebagai pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular dan/atau pemisahan barang apa pun yang diduga terkontaminasi untuk mencegah kemungkinan penyebaran.

Isolasi didefinisikan sebagai pemisahan orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. Selain itu, muncul istilah lain, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar.

Pandemi memberi nuansa makna baru pada kata karantina dan isolasi. Dari definisi dan praktik, karantina diterapkan pada orang yang terkena dan barang yang terkontaminasi penyakit. Kini karantina dipahami sebagai periode waktu tertentu ketika orang tidak diizinkan meninggalkan rumah atau bepergian dengan bebas untuk menghindari penyakit, bukan setelah orang tersebut terkena penyakit. Isolasi yang lazimnya dilakukan di fasilitas kesehatan kini dapat dilakukan di rumah, sehingga memunculkan istilah isolasi mandiri atau karantina rumah. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis Guidelines for Home Quarantine.

Karena perkembangan makna tersebut juga istilah lain muncul, yaitu lockdown. Istilah itu memunculkan beberapa variasi di berbagai negara. Lockdown lazim digunakan di Inggris, Kanada, dan Australia, shelter in place lazim digunakan di Amerika, sekatan pergerakan atau movement control order digunakan di Malaysia, circuit breaker digunakan di Singapura, enhanced community quarantine digunakan di Filipina. Sementara itu, Indonesia menghindari istilah lockdown serta karantina dan memilih pembatasan sosial berskala besar, bahkan kini memunculkan istilah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro.

Pandemi belum akan berakhir. Infodemic atau serbuan teks dan wacana dalam berbagai jenis dan format tentang pandemi masih akan mewarnai keseharian kita. Entah berapa kata dan istilah yang akan diproduksi dalam waktu yang sangat cepat. Apakah kita akan sigap memadankan atau hanya tergagap?

ASEP RAHMAT HIDAYAT, anggota Kelompok Kepakaran Layanan Profesional Perkamusan dan Peristilahan Badan Bahasa

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus