Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poltak Partogi Nainggolan
Profesor riset ekonomipolitik di Pusat Penelitian DPR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Venezuela kini terancam kosong ditinggalkan penduduknya yang mengungsi demi menyelamatkan diri dan membangun masa depan baru. Laporan PBB menyebutkan, dari 32,4 juta penduduk negeri itu, 2,3 juta lebih atau 7 persen telah mengungsi akibat krisis ekonomi dan politik di negeri yang dulu dikenal kaya dan sering memenangi kontes ratu kecantikan sejagat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Venezuela di bawah Presiden Hugo Chavez telah melakukan kesalahan besar dengan menggantungkan 95 persen pendapatan nasionalnya pada ekspor minyak bumi. Negeri itu mengalami kemerosotan ekonomi drastis setelah jatuhnya harga minyak pada 2014.
Kondisi ini diperburuk lagi oleh kebijakan pemerintah sosialis Chavez yang mematok harga kebutuhan pokok, dari tepung, minyak goreng, sampai keperluan mandi, demi meringankan beban penduduk miskin. Kebijakan populis ini menjadi bumerang karena mengakibatkan kebangkrutan banyak pabrik dan perusahaan.
Mata uang bolivar tidak lagi berharga setelah US$ 1 setara dengan 248 ribu bolivar. Kejatuhannya telah memicu inflasi yang dapat menyentuh sejuta persen pada akhir 2018. Harga 1 kg daging setara dengan 9,5 juta bolivar dan sebungkus tisu toilet harus dibayar 2,6 juta bolivar.
Praktik sosialisme yang keliru di Venezuela telah menguras devisa negara karena mengabaikan pengelolaan ekonomi yang sehat dengan menerbitkan mata uang baru dan mencetaknya terus. Sementara itu, belanja besar untuk proyekproyek infrastruktur telah memperbesar defisit transaksi berjalan. Ini berjalan terus sampai Chavez mangkat dan digantikan oleh Nicolas Maduro lewat pemilihan umum yang kontroversial demi mempertahankan kebijakan sosialis yang populis ini. Lalu, muncul demonstrasi mahasiswa dan gelombang protes massa. Korupsi dan salah urus melengkapi aksi represif aparat sehingga timbullah kekacauan.
Seperti konflik vertikal dan horizontal di Mediterania yang telah menyebabkan gagalnya musim semi demokrasi (Arab Spring), di Venezuela konflik dan krisis mengancam eksistensi rezim sosialis pascaChavez dengan implikasi sama, yakni migrasi secara masif
Seperti halnya Chavez, rezim Maduro menuding kaum oposisi dan “kekuatan imperialis”, terutama Amerika Serikat dan Kolombia, berada di balik kekacauan ini. Apakah sosialisme telah menjadi sumber atau penyebab krisis? Para pemikir dan pemimpin sosialis dapat berkeberatan atas argumen ini. Namun penjelasan yang obyektif akan mengungkap kelirunya kebijakan dan jalan sosialisme yang telah ditempuh Chavez dan diteruskan Maduro yang menjadi sumber krisis di Amerika Latin. Kekeliruan ini menjadi penyebab gagalnya sosialisme dewasa ini sebagaimana hancurnya sosialisme di masa lalu, dengan kelaparan massal di Cina pada era Mao Zedong pada dasawarsa 1960. Namun, berbeda dengan di Venezuela, penduduk Cina hanya mampu melarikan diri ke wilayah daratan Cina lain yang amat luas itu.
Jika krisis domestik belum teratasi, akan banyak warga Venezuela yang berbondongbondong menuju perbatasan. Dalam sebulan terakhir, Kolombia, Ekuador, dan Peru telah menerima ratusan ribu pengungsi Venezuela yang kekurangan makanan. Pada awal September 2018, lebih dari 2.500 orang telah melintasi kota kecil di perbatasan Peru dan ribuan orang lainnya menyusul.
Pemerintah Brasil telah mengirim pasukan ke perbatasan untuk menjaga stabilitas keamanan dari kedatangan masif pengungsi Venezuela. Sebab, warga lokal Brasil telah menyerang pengungsi Venezuela sehingga 1.200 pengungsi segera kembali ke negaranya. Sedangkan pengungsi Venezuela mengaku telah mengalami perlakuan rasis, penghinaan, kebencian, xenophobia, serta persekusi ekonomi dan perbudakan.
Ketiga negara tetangga Venezuela telah meminta Presiden Maduro segera memfasilitasi pembuatan paspor bagi warganya yang mengungsi demi menjaga keamanan regional. Negara maju, seperti Amerika, pun memperketat pintupintu perbatasan mereka dari eksodus imigran Amerika Latin dengan kebijakan Trump yang melanggar hak asasi manusia, yang memisahkan anakanak dari orang tua mereka.
Bersama Amerika Serikat, Organisasi Negaranegara Amerika (OAS) mengancam akan melakukan intervensi militer ke Venezuela demi memulihkan demokrasi, meredakan krisis kemanusiaan, dan menjaga stabilitas kawasan. Krisis Venezuela telah membuktikan bahwa ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan dan negara sulit menghindari situasi global.