Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAKNYA pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital menjadi tersangka pelindung judi online menunjukkan ada komplotan besar beking judi di kementerian yang dulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika ini. Karena itu, polisi mesti memeriksa atasan para pegawai tersebut, bahkan hingga ke level menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pegawai level menengah dan rendahan itu tak bisa bekerja sendiri karena begitu banyak situs judi yang harus mereka lindungi. Apalagi kewenangan kementerian ini bisa memantau semua website yang ada di Indonesia. Sungguh mustahil pejabat di kementerian ini tidak tahu ada situs judi yang tak dibekukan. Apalagi Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi—kini Menteri Koperasi—acap sesumbar telah menutup ribuan situs judi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kemarin, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sudah menangkap 16 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Sebanyak 12 orang di antaranya menjadi tersangka. Menurut informasi yang diterima polisi, komplotan ini memungut upeti Rp 8,5 juta per bulan per situs kepada pemiliknya.
Jika membekingi 1.000 situs saja, kelompok ini meraup Rp 8,5 miliar sebulan. Padahal Menteri Komunikasi Meutya Hafid mengumumkan telah membekukan 187 ribu situs judi, menambah 2,6 juta situs yang sudah dibekukan sepanjang Juli 2023-Juli 2024.
Selain menyewa ruko di Bekasi untuk operasi melindungi situs judi, para pegawai Kementerian Komunikasi itu mendirikan perusahaan jasa keuangan digital sendiri. Perusahaan ini menjadi sarana pembagian setoran uang judi untuk para pegawai. Polisi telah membekukan 573 rekening digital yang dipakai untuk menampung setoran judi.
Nilai bisnis judi online memang fantastis. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan transaksinya bernilai Rp 327 triliun pada 2023, naik menjadi Rp 600 triliun hanya pada triwulan pertama 2024. Menurut PPATK, pencandu judi online adalah masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka bahkan terjerat pinjaman online untuk bisa bermain judi.
Penangkapan para pelindung judi online di Kementerian Komunikasi ini mengkonfirmasi dugaan sebelumnya bahwa pemberantasan judi online hanya gimik semata. Editorial koran ini pada 24 Juni 2024 sudah menyebutkan pembentukan Satuan Tugas Judi Online pada masa Presiden Joko Widodo hanya gincu belaka.
Sebab, Satgas hanya menyasar pemain judi, alih-alih pemilik website-nya. Polisi menangkap pemain dan bandar kecil, alih-alih mencokok bandar besar yang punya beking kuat dan koneksi politik yang luas. Polisi sebatas menangkap selebritas media sosial yang mempromosikan sebuah situs judi. Sejak Satgas dibentuk setahun lalu, tak terdengar ada bandar judi kakap yang ditangkap.
Jika kini polisi agresif menangkap para pelindung judi online dan Kementerian Komunikasi aktif memblokir situs judi, keseriusan ini perlu dilanjutkan dengan memeriksa para pejabat kementerian itu. Judi yang merusak ekonomi kelas bawah ini akan terus ada jika penegakan hukum lemah dan hanya menyasar pemain serta bandar kecil.