Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Perkenalkan: Wakanda, Sebuah Tanah Air Impian

Kali ini kita terbangun dan riuh menyambut sebuah film superhero yang berbeda dan tergarap dengan baik. Apakah Hollywood mulai berubah?

25 Februari 2018 | 10.42 WIB

Black Panther
Perbesar
Black Panther

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

BLACK PANTHER
Sutradara   : Ryan Coogler
Skenario     : Ryan Coogler, Joe Robert Cole
Pemain       : Chadwick Boseman, Michael B.Jordan, Lupita Nyong’o, Danai Gurira, Martin Freeman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Alkisah, adalah sebuah negara bernama Wakanda. Sebuah negara fantasi yang merupakan gabungan dari kedahsyatan teknologi masa depan yang tak dimiliki warga dunia manapun dan kecantikan alam Afrika.

Wakanda adalah rumah bagi T’Challa (Chadwick Boseman), yang juga dikenal sebagai Black Panther, dan adiknya Shuri, adalah putera-puteri sang raja Wakanda. Ketika film ini dibuka, T’Challa telah menemui takdirnya: dia harus menggantikan sang Ayah yang baru saja wafat.

T’Challa dinobat menjadi raja Wakanda dan mewujudkan warisan pemikirannya: kerajaan ini dengan segenap kekayaannya  hanya untuk warga Wakanda. Dia adalah kerajaan yang seluruh teritorinya tertutup oleh selapis  kabut yang tak kasat mata. Di luar lapisan itu adalah Wakanda, yang bagi mata dunia, adalah sebuah pandangan  klise: negara Afrika yang miskin dan menderita.

T’Challa tak punya hasrat untuk untuk ‘mengoreksi’ citra klise  itu karena dia lebih sibuk menanggapi para penantangnya, yang merasa lebih kompeten. Sebuah pertarungan gaya Wakanda lazim terjadi. Siapapun boleh menantang calon raja dengan sebuah duel gaya Wakanda.

Salah satu adegan Black Panther

Dan itulah yang terjadi ketika penantang utama hadir dari luar Wakanda. Seorang sosok misterius yang ‘tertinggal’ di dunia nyata karena  sebuah sejarah Wakanda yang gelap bernama Erik Killmonger (Michael B.Jordan). Dia adalah sebuah titik gelap sejarah Wakanda yang selama ini ditutup oleh ayah T’Challa, yang kelak  dibuka kembali oleh T’Challa atau Black Phanter.

Siapakah Erik Killmonger, yang belakangan disambut sebagai sosok anti-hero yang dielu-elukan penonton ini? Apa latar belakangnya? Dan mengapa dia menjadi pencuri perhatian film ini, selain sosok Shuri, adik T’Chala si jenius, tangkas dan bandel itu?

Tokoh Erik Killmonger  adalah seorang karakter tragis.Berbeda dengan  penjahat jalanan seperti Ulysses Klaue (Andy Serkiss) yang cuma tertarik memperkaya diri, Erik adalah tokoh yang terkait dengan masa lalu kerajaan. Tetapi dia muncul bukan sekedar untuk menjadi rival tahta dan merebut kekayaan vibranium yang telah membuat Wakanda sebagai negara termaju dan terkaya di dunia.

Killmonger juga menyodorkan sebuah wacana. Ras kulit berwarna selalu ditindas, dikolonisasi, dijajah dan karena itu terkebelakang. Vibranium, demikian kata Killmonger, akan mampu membinasakan kesombongan mereka dan menaikkan Wakanda sebagai negara yang berharkat dan memiliki daya.

T’Challa yang mencoba mempertahankan tradisi Bapaknya mulai bertanya-tanya apa sebetulnya yang mereka lindungi selama ini. Dan tak heran, Killmonger, meski jelas namanya menunjukkan ia haus darah, menjadi semacam anti-hero yang disukai penonton karena kompleksitas karakternya.

Faktor lain yang tentu saja menarik karena baru kali ini sebuah film besar, superhero hanya menampilkan dua tokoh kulit putih sebagai tokoh sampingan yang tak terlalu penting. Selebihnya adalah aktor aktris Afro-Amerika terkemuka yang memang tampil memukau. Selain Bosman dan Jordan , kita langsung mengenali Forrest Whitakker dan Angela Basset yang tampil dengan agung, Daniel Kaluuya yang sedang menjadi kesayangan Hollywood; dan Lupita Nyong’o yang tentu saja sudah meraih piala Oscar.

Wakanda, negara asal Black Panther

Para tokoh perempuan yang kuat dan dominan ditambah lagi dengan pasukan elite Dora Milaje seolah bersambut dengan berlangsungnya gerakan #MeToo yang tengah menggelegar.

Musik yang asyik dan kostum  meriah yang terinspirasi dari warna-warni  berbagai etnik Afrika sekaligus  kelompok etnik Ifugao di Filipina, film ini langsung memenangkan hati dan mata penonton pada pandangan pertama.

Bagaimanapun, Chadick Boseman tetaplah pusat perhatian fim ini. Bukan karena dia adalah protagonis film  ini, melainkan karena betapa magnetiknya setiap ucapan dan gerak geriknya.  Michael B.Jordan tentu saja jantan, Forrest Whittaker tampil agung, tetapi Boseman mampu menampilkan kharisma tanpa harus memiliki totok pada kulitnya (seperti halnya Erik yang menunjukkan jumlah orang yang sudah dibunuhnya).

Tak perlu raungan maskulin atau gaya jagoan. Cukup seorang adik jenius yang agak mengingatkan kita pada tokoh Q pada serial James Bond yang mampu menciptakan berbagai gadget. Bahkan adegan kejar mengejar yang banyak dibantu si jenius Shuri di Busan lebih mirip sebuah film spionase daripada superhero

Sutradara Ryan Coogler melakukan sebuah terobosan besar bukan hanya karena dia meletakkan cerita dan aktor Afro-American yang berharkat di panggung, tetapi juga karena dia telah mengguncang persepsi apa yang dianggap “bakal laku” atau “zona aman” Hollywood. Mudah-mudahan ini bukan tren sesaat, karena sudah waktunya layar Hollywood tidak didominasi melulu oleh kulit putih belaka.

LEILA S. CHUDORI

 

 

 

      

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus