Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bisa mencegah kerusakan lebih parah tatanan bernegara. Dalam sidang putusan pelanggaran etik hakim konstitusi, Selasa pekan ini, majelis yang dipimpin guru besar tata negara Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie, itu punya kesempatan mengoreksi penyelewengan lembaga hukum yang melanggengkan kekuasaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis yang beranggotakan hakim konstitusi Wahiduddin Adams dan penasihat senior Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Bintan R. Saragih, itu layak menjatuhkan sanksi berat bagi Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Adik ipar Presiden Joko Widodo itu ditengarai menggunakan posisinya untuk memuluskan jalan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, mengikuti pemilihan presiden 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada 18 laporan yang mengadukan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi Anwar Usman kepada Majelis Kehormatan. Mayoritas aduan mempersoalkan konflik kepentingan Anwar dalam menangani uji materi perkara Nomor 90/PUU-XXO/2023 tentang usia calon presiden dan wakil presiden.
Uji materi itu menyoal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum yang mengharuskan seorang calon presiden atau wakil presiden berusia minimal 40 tahun. Ketentuan ini digugat oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re Al, yang mengaku pengagum Gibran. Almas adalah anak Boyamin Saiman, teman lama Presiden Joko Widodo.
Tiga hakim konstitusi menerima gugatan Almas, dua menerima dengan argumen berbeda (concurring opinion), dan empat menolak (dissenting opinion). Sebagai pemimpin sidang, Anwar Usman menjadi penentu putusan itu. Ia menerima gugatan tersebut dengan menambahkan frasa dalam Pasal 169 itu dengan “atau pernah terpilih dalam pemilihan umum”. Perubahan pasal itu membuat Gibran, Wali Kota Solo yang baru berusia 36 tahun, bisa menjadi calon wakil presiden untuk Prabowo Subianto.
Keikutsertaan Anwar Usman dalam memutus perkara batas usia calon presiden dan wakil presiden jelas memenuhi unsur konflik kepentingan. Anwar melanggar kode etik dan perilaku hakim khususnya tentang prinsip imparsialitas. Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan hakim konstitusi tak ikut memeriksa perkara bila ia dan keluarganya punya kepentingan atas sebuah gugatan.
Tak hanya ikut memutuskan, Anwar Usman bahkan ditengarai berupaya mempengaruhi hakim lain agar menerima uji materi tersebut. Majalah Tempo edisi 23-29 Oktober 2023 memaparkan lobi dan intervensi Anwar kepada hakim lain agar mengabulkan gugatan Almas. Sinyalemen manuver Anwar juga tersirat dalam dissenting opinion hakim konstitusi Saldi Isra. Saldi membeberkan sejumlah kejanggalan perubahan sikap hakim yang sangat cepat ketika Anwar mengikuti rapat permusyawaratan hakim konstitusi.
Seabrek bukti pelanggaran etik Anwar sudah cukup bagi tiga anggota Majelis Kehormatan untuk memberikan sanksi berat berupa pemberhentian tidak hormat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Keputusan ketiganya akan tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai penyelamat demokrasi dan menghindari keruntuhan hukum karena dipakai hakim untuk melayani hasrat politikus dan keluarganya terus berkuasa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kesempatan Koreksi Majelis Kehormatan"