Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah berlangsung dua tahun, perjuangan urang awak untuk melepaskan PT Semen Padang dari "persekutuan tak suci" dengan PT Semen Gresik tampaknya akan berhasil juga. Keberhasilan ini memang belum final, tapi permohonan untuk spin-off yang sejak dulu tidak digubris—sehingga memuncak pada pembangkangan pemerintah daerah dan rakyat Sumatera Barat pada tahun 2001 lalu—kini telah disetujui. Namun, bagaimana menerjemahkan sebuah persetujuan politis dalam keputusan bisnis, hal itu tentu menjadi wewenang penuh rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Semen Gresik.
Rencana untuk RUPS memang sudah lama disebut-sebut. Namun, masih diperlukan persiapan sebelum acara yang menentukan itu bisa berlangsung dengan sukses. Walaupun samar-samar, dari Jakarta diisyaratkan bahwa pemerintah lebih suka jika pemisahan PT Semen Padang (dan PT Semen Tonasa) dari PT Semen Gresik dilakukan melalui opsi split-off yang disebut juga opsi distribusi saham. Dengan split-off, persentase kepemilikan pemerintah Republik Indonesia (51 persen), Cemex Indonesia (25,5 persen), dan publik (23,5 persen) tetap tidak berubah, walaupun PT Semen Padang sudah dipisahkan dari PT Semen Gresik. Segi positif dari opsi ini ialah, aspirasi masyarakat Sumatera Barat terpenuhi, prosesnya lebih ringkas, pemerintah juga tidak perlu membayar kompensasi kepada publik dan Cemex. Segi negatifnya minimal akan terlihat pada penurunan nilai aset PT Semen Gresik, yang memang sulit dihindarkan.
Di pihak lain, urang awak cenderung pada opsi spin-off, dengan catatan PT Semen Padang dilepaskan dari PT Semen Gresik tapi pada saat yang sama perusahaan ini dinyatakan berstatus penuh sebagai perusahaan negara. Mereka malah ingin agar kepemilikan pemerintah RI atas PT Semen Padang menjadi 100 persen. Ini berarti pemerintah harus merogoh kocek dalam-dalam (Satriyo, Direktur Utama Semen Gresik, memperkirakan sekitar Rp 3 triliun) untuk membeli saham Cemex dan publik. Sungguh alternatif yang mustahil, karena pemerintah tidak punya dana sebanyak itu dan juga karena Cemex besar kemungkinan tidak setuju.
Sejauh ini, jelas akan sulit mempertemukan keterbatasan pemerintah RI dengan aspirasi rakyat Sumatera Barat untuk menjadikan PT Semen Padang 100 persen milik pemerintah. Tapi, kalau urang awak bersikeras dengan tuntutan 100 persen, hal itu jelas berlebihan. Akan lebih baik bila pemisahan dari PT Semen Gresik dituntaskan dulu, sedangkan masalah Cemex dibicarakan kelak. Yang penting itikad baik pemerintah pusat mesti dihargai. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Herwidayatmo, misalnya, sudah berinisiatif ke arah itu. Sebagai pengawas pasar modal, ia akan mengupayakan agar PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa dapat langsung menjadi perusahaan publik yang sahamnya dicatatkan di bursa, tanpa harus melalui proses penawaran umum perdana (IPO). Ini usul yang luar biasa, yang tentu dilontarkan hanya agar spin-off bisa sukses.
Yang pasti, RUPS memainkan peran sentral. Kuncinya memang di sana dan berbagai kendala juga akan muncul dari sana. Yang juga perlu dicermati adalah dampak spin-off terhadap kinerja bisnis dari kedua BUMN semen tersebut. Bagaimana, misalnya, agar PT Semen Padang tidak terus merugi. Dan juga bagaimana agar, tanpa Semen Padang dan Semen Tonasa, PT Semen Gresik tetap mampu meningkatkan kinerja dan mempertahankan pangsa pasarnya di Indonesia.
Jelaslah, implementasi bisnis dari spin-off akan menjadi tantangan berat, baik bagi Gubernur Sumatera Barat maupun bagi Menteri Negara BUMN. Bukan mustahil proses spin-off akan berlarut-larut dan mengakibatkan biaya sosial yang tinggi. Dalam mengantisipasi hal ini, diperlukan tidak sekadar diplomasi dan naluri bisnis, tapi juga terobosan yang berkualitas, sehingga semua pihak merasa diuntungkan. Dan ingatlah juga pepatah ini: "Langkah telah diayunkan, berbalik surut jangan sekali".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo