Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Simsalabim Impor Bawang

Kuota impor bukan obat mujarab menyelesaikan persoalan. Keran impor melalui mekanisme pasar menjadi opsi yang tak terelakkan.

7 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Simsalabim Impor Bawang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBIJAKAN pemerintah di sektor pertanian sering tidak menyentuh akar persoalan, tambal sulam, dan akibatnya masalah selalu berulang. Penyalahgunaan izin impor bawang putih akhir-akhir ini merupakan salah satu buktinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan kebutuhan industri dan rumah tangga terhadap bawang putih yang tiap tahun meningkat, sementara pasokan bawang putih domestik pas-pasan, kebijakan pembatasan impor rentan menjadi bancakan segelintir orang. Izin impor melalui sistem kuota kerap kali diselewengkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyalahgunaan izin impor ini terungkap setelah Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menemukan keganjilan pada kemasan bawang putih asal Cina dan Taiwan. Importir yang mendatangkan bawang putih tersebut tidak memiliki izin. PT Pertani (Persero), yang mengantongi izin impor bawang putih sebesar 30 ribu ton, diduga membagi-bagikan kuota impor kepada tiga perusahaan swasta. Satu perusahaan lain bertugas sebagai distributor di dalam negeri.

Yang lebih memprihatinkan, salah satu dari mereka juga menjual bibit bawang putih ke masyarakat sebagai bawang konsumsi. Bibit tersebut tidak layak konsumsi karena mengandung cacing nematoda. Ini jelas menabrak Undang-Undang Karantina dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tidak sesuai dengan peruntukan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16 Tahun 2016, importir wajib menanam bibit bawang putih sebanyak lima persen dari alokasi impor yang diberikan. Bibit bawang putih tersebut semestinya dibudidayakan, bukan dijual ke pasar.

Bukan sekali ini saja importir menjual bibit bawang putih sebagai bawang konsumsi. Pada Maret lalu, tim Kementerian Perdagangan juga menemukan 5 ton dalam 254 karung bibit bawang putih milik salah satu importir dijual ke konsumen di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Sebanyak 250 ton bibit bawang putih lainnya beredar di Medan dan Malang. Namun pemerintah tidak pernah tegas menindak importir nakal sehingga kasus serupa kembali terulang.

Sudah saatnya pemerintah meninjau ulang kebijakan di sektor pertanian. Belajar dari masa lalu, pembatasan impor melalui sistem kuota, plus kewajiban menanam bibit bawang putih, bukan obat mujarab menyelesaikan persoalan. Tidak semua dataran tinggi cocok ditanami bawang putih. Proses membuka lahan yang cocok buat menanam bawang putih juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak mengherankan bila realisasi tanam bawang putih yang ditugaskan kepada importir belum memuaskan, hanya 865 hektare dari 2.868 hektare yang ditargetkan.

Itu sebabnya pasokan bawang putih dalam negeri tak pernah lebih dari 25 ribu ton per tahun. Sementara itu, konsumsi bawang putih per kapita per tahun sekitar 1,68 kilogram. Dengan asumsi jumlah penduduk 250 juta, setidaknya dibutuhkan 420 ribu ton bawang putih untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia.

Sederet bukti tadi menunjukkan Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif sebagai produsen bawang putih. Keunggulan itu tercapai bila suatu negara mampu memproduksi lebih banyak barang dan jasa dengan biaya lebih murah dan efisien dari negara lain. Ketimbang membatasi impor dan repot-repot mewajibkan importir menanam demi mencapai target swasembada, pemerintah sebaiknya membuka keran impor bawang seluas-luasnya. Mekanisme pasar bebas menjadi opsi yang tak terelakkan.

Pembatasan kuota imporhanya akan menambah kisruh dan menguntungkan pundi pemburu rente. Segelintir orang yang punya akses terhadap informasi dan kekuasaan akan menjual jatah kuota. Mereka pula yang kerap memanipulasi pasokan sehingga harga bawang putih menjulang. Pada akhirnya, konsumen yang selalu menjadi korban.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus