Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemerintah harus membatalkan pembubaran Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengembalikan kewenangan badan itu kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membuka adanya kemungkinan monopoli bisnis telekomunikasi. Tak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, keputusan Presiden itu juga menabrak ketentuan internasional dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).
Keputusan kontroversial ini disahkan Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2020 pada 26 November lalu. Selain tiba-tiba, pembubaran BRTI dilakukan tanpa berdiskusi dengan para pemangku kepentingan di bidang telekomunikasi. Anggota BRTI bahkan baru tahu belakangan.Â
Selain BRTI, ada sembilan lembaga negara non-struktural lain yang dibubarkan. Di antaranya Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, Komisi Pengawas Haji, dan Komisi Nasional Lanjut Usia. Presiden beralasan pembubaran sejumlah lembaga itu penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara. Kewenangan semua lembaga itu kemudian dikembalikan ke kementerian terkait.Â
Tampak betul bahwa keputusan Presiden membubarkan BRTI tidak didasari kajian yang matang dan pemahaman yang menyeluruh soal standar regulasi dunia telekomunikasi. Sejak awal, BRTI dibangun sebagai regulator mandiri karena di dalamnya ada unsur perwakilan masyarakat. Lembaga ini berfungsi sebagai badan kajian kelembagaan (institutional review board) yang juga menjalankan peran sebagai komite etik independen di bidang telekomunikasi.
Keberadaan BRTI juga merupakan amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi—salah satu aturan yang merupakan anak kandung reformasi. Sejak awal, aturan ini memang bertujuan mengakhiri semua bentuk privilese dan monopoli. UU ini menandai dimulainya era kompetisi terbuka di bidang telekomunikasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo