Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiap kali setelah bencana menghantam bagian negeri ini, lemahnya koordinasi dan lambannya penanganan bantuan selalu menjadi sorotan. Begitu juga yang terlihat setelah gempa mengguncang kawasan Sumatera Barat pada 30 September lalu. Dua hari setelah dikoyak bencana, korban hanya bisa berdiam diri di kolong tenda buatan sendiri, di dekat rumah masing-masing, kekurangan makanan dan air bersih.
Salah satu orang yang ikut bertanggung jawab atas penanganan bencana adalah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Syamsul Maarif. Berikut ini petikan wawancaranya dengan Ismi Wahid dan Philipus Parera dari Tempo, di rumah dinas Gubernur Sumatera Barat, tiga hari setelah lindu.
Kenapa pengamanan bencana terlihat lamban, padahal sudah ada prosedur yang jelas di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana?
Kalau malam itu juga bisa bergerak, kami pasti berangkat. Yang menjadi kendala bukan lapangan terbang tidak siap didarati, melainkan petugas tower tidak ada di tempat. Bukan karena mereka tidak bertanggung jawab. Mereka kan punya anak- istri yang mungkin menjadi korban. Setelah selesai dengan urusan masing-masing, mereka kembali bertugas. Jadi jangan terlalu berburuk sangka. Ini sangat manusiawi. Yang kedua adalah alat berat. Kami lihat operatornya juga tidak semua bisa bekerja. Mereka sedang berduka.
Apa yang pertama dilakukan pascabencana?
Yang utama adalah penyelamatan. Kami berusaha mendapatkan yang masih hidup. Lalu penanganan pengungsi. Kemudian pemulihan awal, misalnya membersihkan bangunan dan infrastruktur rusak yang menghalangi penyelamatan. Sekarang Sumatera Barat sudah bisa terjangkau. Memang ada tempat yang agak sulit dijangkau, tapi bisa ditembus berkat bantuan rekan-rekan tentara dan polisi yang sigap lewat udara. Lalu kami berusaha mengatur sistem distribusi bantuan.
Untuk penanganan pascagempa Sumatera Barat ini, siapa yang memegang tongkat komando di lapangan?
Menurut undang-undang, yang terdepan justru masyarakat itu sendiri. Di seluruh dunia, hampir 80 persen dampak bencana selalu dihadapi masyarakat. Setelah itu, pejabat terdepan yang bergerak. Di Sumatera Barat, gubernur sebagai penanggung jawab. Tapi pemerintah pusat juga tahu bagaimana kesulitan yang dihadapi pemerintah provinsi. Maka tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana datang. Para menteri berkunjung, bahkan juga Presiden. Kami juga memberikan pendampingan dan asistensi. Yang pertama adalah pendampingan dana. Pemerintah menyiapkan Rp 250 miliar untuk tanggap darurat.
Apakah Badan Nasional Penanggulangan Bencana bisa menegur gubernur bila penanganan sangat lamban?
Asistensi itu harus diartikan secara luas. Di sini kan ada dinas-dinas di bawah koordinasi pemerintah provinsi. Kalau pemerintah daerah masih hidup, itu sudah sangat membantu, saya tidak mau ikut campur. Coba Anda bayangkan, jika saya memarahi orang-orang itu, mereka akan ngomong, ”Lho, kamu siapa?” Bantuan dari pusat memang berada di bawah koordinasi saya, seperti helikopter milik tentara dan kepolisian.
Penanganan yang lamban membuat penduduk khawatir pemerintah tak bertindak. Ini merembet pada soal lain, misalnya orang antre membeli bahan bakar sebanyak-banyaknya karena takut tidak ada stok lagi.
Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa hubungan antara masyarakat dan pemerintah itu harus terpupuk baik sehingga rasa percaya muncul. Sehingga, kalau pemerintahnya berbicara, itu yang akan diikuti. Jadi tak ada lagi orang memborong bahan bakar, karena memang ada stok. Ini yang perlu disampaikan. Pemerintah sedang berbuat. Tolong dibantu. Relasi antara pemerintah dan masyarakat harus dijalankan agar menimbulkan trust, sehingga menjadi modal sosial yang kuat.
Pelajaran apa lagi yang bisa dipetik dari bencana kali ini?
Padang terlatih menghadapi bencana. Misalnya, kami lihat masyarakat yang berbondong-bondong itu tidak saling tabrak. Dengan latihan itu, mereka melewati jalur-jalur yang sudah ditentukan. Sebagai orang yang tinggal di kawasan rawan bencana, seharusnya kita waspada dan punya ketahanan.
Adek Media
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo