Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia akan hadir dalam acara Conference of the Parties ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan. Peneliti dari The Institute for Ecosoc Rights, yang juga anggota Vegan Squad Indonesia, Sri Palupi, mengatakan ada catatan untuk para delegasi Indonesia yang harus disampaikan dalam forum tersebut perihal isu penanganan perubahan iklim hingga peta jalan untuk mengatasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami membuat setidaknya 10 catatan untuk para delegasi yang mewakili Indonesia yang berangkat ke Azerbaijan,” katanya saat ditemui di SAMOFIS Coworking Space, Jakarta, Minggu, 10 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, kata Palupi, Indonesia harus memimpin dalam penentuan arah solusi mengatasi pemanasan global atau perubahan iklim beserta pengawalannya. Pertimbangannya karena Indonesia sebagai negara keempat populasi paling banyak di dunia yang ikut terdampak perubahan iklim.
Selain itu, Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rentan terdampak bencana alam akibat perubahan iklim. Oleh karena itu Indonesia perlu menyuarakan dan mengarahkan kepentingan penanganan masalah ini untuk masa-masa selanjutnya.
Kedua, perlu mendesakkan solusi yang efektif atau strategis, ekonomi, dan adil untuk mengatasi perubahan iklim atau pemanasan global. “Adil bagi negara berkembang atau miskin, adil terhadap kelompok miskin, adil terhadap kelompok paling rentan,” ujar Sri Palupi.
Ketiga, perlu mendesak semua bangsa-bangsa untuk menempatkan pertimbangan keselamatan bumi dan segenap makhluk di atas pertimbangan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Palupi, orientasi kepentingan ekonomi justru sebagai pendekatan yang tidak berkelanjutan dan hanya sementara.
Keempat, mendesakkan upaya mengatasi pemanasan global atau perubahan iklim berdasarkan akar masalah yang paling mendasar, yaitu memangkas produksi gas rumah kaca (CO2, metana/CH4, nitrogendioksida/NO2) dari sektor yang paling signifikan menghasilkan gas rumah kaca. “Masalah mendasar itu yang tidak banyak disentuh di dalam COP,” ujarnya.
Kelima, mendorong perubahan gaya hidup dari zona nyaman ke arah gaya hidup dengan jejak ekologis rendah karbon. Saat ini dianggap semakin sedikit waktu yang tersedia untuk menyelamatkan bumi, apalagi ada ancaman suhu bumi bisa naik di atas 3 derajat celcius yang sangat mengancam makhluk hidup.
“Kalau kita mau tetap survive dan bumi ini tetap langgeng, maka jalannya adalah jalan perubahan yang radikal,” ucapnya seraya mencontohkan seperti mengendalikan emisi karbon yang selama ini timbul dalam aktivitas manusia.
Keenam, harus menyuarakan untuk mengatasi masalah pemanasan global atau perubahan iklim dengan melibatkan semua pihak, termasuk yang paling terdampak dan yang paling rentan. Ketujuh, membuat peta jalan soal upaya mengatasi perubahan iklim atau pemanasan global dengan langkah-langkah yang jelas, terukur dan adil.
Kedelapan, perlu mendalami data dan fakta tentang pemanasan global dan beragam solusinya untuk menemukan solusi yang efektif atau strategis, ekonomis, dan adil. “Saya kira yang utama dari catatan membaca data, menyimak data dan fakta itu adalah perkara kepedulian,” kata Sri Palupi.
Kesembilan, perlu mendorong perluasan edukasi terkait pemanasan global dan perubahan iklim, beserta mitigasi dan adaptasinya. Kesepuluh, mendengarkan para ilmuwan yang prihatin dan peduli dengan kondisi bumi, dan yang terus mencari upaya konkret mengatasi pemanasan global atau perubahan iklim. “Banyak sekali ilmuwan yang berbicara tentang pemanasan global dan menyampaikan berbagai upaya atau solusi-solusi alternatif,” ujar Palupi.
Pertemuan COP29 ini akan berlangsung pada tangga 11-22 November 2024 di Stadion Baku. Dalam COP, para pemimpin dunia berkumpul untuk mengukur kemajuan dan menegosiasikan cara terbaik untuk mengatasi perubahan iklim.