Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ada Sebuah Desa Dibangun Dengan Sampah

Desa marengmang terkenal miskin. setelah sampah di angkut secara besar-besaran ke desa ini menjadi desa yang subur penuh tanaman rambutan dan jambu. (ling)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAH ternyata tak selamanya menjadi musuh. Di Desa Marengmang, Subang, Jawa Barat, sampah itu dicari dan ternyata bisa memakmurkan rakyat. Desa yang dulu terkenal paling miskin, berpenduduk sekitar 4.000 jiwa, sejak lima tahun lalu mendatangkan tiga ton sampah sehari dari Subang. "Kalau dihitung, sudah 4.000 truk sampah yang kami angkut ke mari selama ini," kata Kepala Desa Marengmang, Ono Suhadna. Berkat sampah dari rumah-rumah penduduk kota itu, Marengmang sekarang menjadi hutan rambutan dan jambu batu. Padahal, lima tahun lalu Marengmang digelari Si Ririwit, desa yang sering sakit-sakitan, oleh Bupati Subang Sukanda Kartasasmita. Pemberian gelar itu cukup beralasan. Tahun 1968 misalnya, penduduk Marengmang diserang penyakit kelaparan alias HO. Desa Marengmang, yang terletak di lereng bukit, menjadi tandus akibat erosi. Dari 1.463 hektar areal desa, tak sampai 400 hektar yang bisa dijadikan sawah. Untung, pada suatu hari di tahun 1978, Ono Suhadna memperhatikan betapa pohon rambutan dan jambu tumbuh subur di dekat pembuangan sampah. Tanpa perlu minta bantuan lembaga penehtian, kepala desa yang berpangkat sersan mayor AURI itu sampai pada kesimpulan bahwa sampah bisa menyuburkan tanah. Maka, penduduk Marengmang pun diperintahkannya mengumpulkan sampah di rumah masing-masing dan menggunakannya sebagai pupuk tanaman. Hasilnya tak mengecewakan. Pohon rambutan di pekarangan rumah penduduk, yang dulu kerdil, menjadi gemuk. Tentu saja sampah di Desa Marengmang terlalu sedikit untuk memupuk tanaman di pekarangan rumah dan kebun penduduk. Apalagi, pada saat sampah diketahui begitu mujarab, tanah-tanah tandus ramai-ramai ditanami rakyat dengan rambutan dan jambu batu. Apa akal untuk mencari pupuk alam itu? Pamong desa bermusyawarah dengan penduduk. Keputusannya: sampah harus dicari di tempat lain. Sasaran utama ditetapkan Subang. Selain kota itu merupakan kota terdekat, 15 km dari Marengmang, Subang punya masalah dengan berserakannya sampah di sudut-sudut kota. Setelah penduduk Marengmang pun menyerbu Subang, setiap hari tak kurang dari enam ton sampah diangkut dari sana, kota itu pun menjadi bersih. Di Marengman, sampah itu disortir. Beling, kaleng, dan pastik disisihkan. Kemudian sampah itu ditumpuk di kebun selama setengah bulan - menunggu busuk. Setelah itu penduduk, dengan bimbingan petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL), merauki pohon jambu atau rambutan mereka dengan sampah yang busuk tadi. "Hasil panen meningkat 40% dibandingkan dengan pohon tanpa sampah," kata Karna Sukarna, petani buah setempat. Karna, 45 tahun, memberi pupuk berupa 10 kg sampah yang dicampur setengah kilogram kapur tembok, untuk setiap batan rambutan atau jambu batu. Ia memupuk dua kali: setiap musim bunga dan lepas panen. Sepohon rambutan di kebunnya, setelah dipupuk dengan sampah, menurut Karna, menghasilkan buah 4 kuintal. Dengan kebun seluas 1,5 hektar, Karna Sukarna mengantungi Rp 1 juta setiap panen. Dalam setahun, panen rambutan dua kali dan panen jambu batu tiga kali. "Tahun depan bersama istri saya akan naik haji," kata Karna yang mendiami sebuah rumah tembok. Kini Marengmang tak lagi merupakan desa miskin. Setiap musim panen, sekitar sembilan ribu pohon rambutan dan tiga ribu pohon jambu di sana menghasilkan 300 ton buah. Daerah pemasarannya Bandung dan Cirebon. Belakangan ini sudah menembus pasar di Semarang, Madiun, dan Surabaya. "Penghasilan penduduk di sini sehari rata-rata Rp 750 per orang," ujar kepala desa Ono Suhadna. Tak cuma penghasilan yang berubah. Juga desa. Marengmang sekarang kelihatan lebih semarak. Di pinggir jalan desa, sepanjang 6 km, berjejer pohon rambutan dan jambu. Dan di tengah kerimbunan pohon ini terlihat rumah penduduk yang kebanyakan sudah bertembok - sebelumnya terbuat dari gedek. Kepemimpinan Ono Suhadna oleh kalangan pejabat pemerintahan di Subang dinilai cukup baik. Lebih-lebih kegotong-royongan masyarakat Marengmang dibuktikan lagi dengan membeli sebuah truk Toyota seharga Rp 6 juta. Truk itu untuk mengangkut sampah sehingga tidak perlu menyewa lagi. UNTUK biaya operasinya, penduduk secara bersama-sama mengeluarkan uang guna keperluan sopir, kenek, bensin, dan ongkos menaikkan sampah. Perhitungannya, untuk setiap truk sampah dikeluarkan ongkos Rp 5.000. Satu truk sampah mampu memupuki sekitar 30 pohon rambutan dan jambu batu. Yang menarik, meski Marengmang menjadi "tong sampah" untuk Subang, desa itu sendiri kelihatan cukup bersih. Di jalanan dan di halaman rumah penduduk tak ditemukan sampah berserakan. "Dan, di sini kami tak ada yang kena penyakit kulit," ujar Ono Suhadna. Keberhasilan Marengmang tercium di desa sekitarnya. Mulai tahun ini, desa tetangganya, seperti Wanakerta, Sawangan, dan Kosar, ikut memanfaatkan sampah dari Subang untuk memupuk kebun mereka. "Sekarang kami tak bingung lagi ke mana membuang sampah. Begitu sampah menumpuk, langsung diangkut ke desa," ujar Ir. Sudjana Wirakusuma, kepala Dinas PU Kabupaten Subang. Kalau saja semua desa meniru, sampah tentu tak akan menumpuk lagi di dalam kota. "Problem sampah perkotaan dengan sendirinya teratasi," komentar Dr. Eddy, dari Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Eddy benar. Bahkan kemakmuran seperti Desa Marengmang - tahun ini dicalonkan pemerintah daerah Jawa Barat untuk lomba desa tingkat nasional - dengan sendirinya ikut menular.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus