Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Agar Sindoro Tak Gundul

Petani Desa Tlahap mengembangkan tumpang sari tembakau dan kopi. Selain ekonomis, model ini cocok untuk mengatasi lahan kritis di lereng-lereng gunung Kabupaten Temanggung, yang dikenal sebagai sentra tanaman emas hijau ini.

19 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABUT di lereng Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, masih tebal hingga siang tiba. Namun Sumeri, 31 tahun, tak beranjak di area pertanian setinggi seribu meter di atas permukaan laut itu. Tangan kanannya lincah memetik biji kopi arabika kate berwarna merah kehitaman. Satu per satu biji kopi sebesar kelereng itu memenuhi karung yang dibawanya. ”Lumayan, hari ini dapat 40 kilogram,” kata lelaki tamatan sekolah dasar ini pekan lalu.

Sumeri adalah satu di antara ratusan petani di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, yang tengah menikmati panen kopi arabika hari-hari ini. Saban tahun, periode panen Mei-Juli, Sumeri mampu menghasilkan kopi setengah ton dari lahan seluas setengah hektare miliknya. Hasilnya menggiurkan. Kini harga kopi mencapai Rp 3.500 per kilogram. ”Menanam kopi di sela tembakau menguntungkan,” ujar Ketua Kelompok Tani Margo Rahayu Desa Tlahab, Ismanto. Selain ekonomis, kata Ismanto lagi, kopi mampu mengurangi ancaman kerusakan lingkungan.

Kopi yang ditanam Sumeri memang sungguh-sungguh untuk mengatasi degradasi lahan pertanian akibat budi daya tembakau secara monokultur. Penanaman satu jenis tanaman di lahan yang luas itu menyebabkan lereng gunung di Kabupaten Temanggung, khususnya Gunung Sindoro, Sumbing, dan Prau, rusak parah. Padahal daerah pertanian yang berbatasan dengan Wonosobo ini dikenal sebagai sentra penghasil tembakau terbaik di dunia.

Data Pemerintah Kabupaten Temanggung menerangkan tingkat erosi di Temanggung mencapai 53,72 ton per hektare per tahun. Adapun data Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung menyatakan, dari 87 ribu total luas Kabupaten Temanggung, 15 ribu hektare lahan di Temanggung masuk kategori kritis. Menurut Kepala Badan Lingkungan Temanggung Andristi, lahan kritis disebabkan pola tanam pertanian yang masih mengandalkan tanaman musiman. Bila kondisi seperti ini dibiarkan, kesuburan lereng Sindoro hanya akan tinggal sejarah.

Apalagi lereng yang dijadikan sentra budi daya tembakau memiliki kemiringan bervariasi sampai di atas 40 persen. Kemiringan lereng ini berpotensi mendatangkan erosi, ditambah curah hujan yang relatif tinggi tahun-tahun ini. Lahan yang dulunya hutan itu dipaksa berganti menjadi daerah pertanian musiman yang menihilkan tanaman pelindung erosi. ”Tumpang sari tembakau dan kopi bisa jadi solusi,” kata Andristi.

Nah, kopi arabika kate ini berguna sebagai tanaman pencegah erosi. Tanpa adanya tanaman pelindung dan upaya konservasi lahan, peneliti Universitas Gadjah Mada meramalkan, kawasan lereng gunung di Temanggung berpotensi tandus seperti pegunungan di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta. Ikhtiar perbaikan lingkungan pun dimulai. Terhitung sejak 2000, petani di Temanggung mengenal model tumpang sari tembakau dan kopi. Model penanaman ini dikenal sebagai ”pola Tlahab”.

Upaya merintis model tumpang sari ini bukan tanpa masalah. Awalnya, bibit kopi arabika kate yang dibagikan pemerintah secara gratis tidak berhasil tumbuh di lahan dengan suhu 18-24 derajat Celsius ini. Berdasarkan pengalaman Sumeri, daya tahan kopi kate terbilang rendah untuk penanaman pertama kali. ”Banyak bibit kopi yang layu dan mati,” katanya. Tapi para petani tak berkecil hati, penanaman terus dilakukan dengan pengawasan rutin. Akhirnya, tanaman kopi arabika kate sedikit demi sedikit tumbuh subur.

Pemilihan kopi arabika kate pun bukan tanpa sebab. Selain buahnya lebat, pohon berjenis pendek ini memiliki ketinggian setara dengan tanaman tembakau dewasa. Sehingga pertumbuhan tembakau yang menjadi komoditas andalan petani Temanggung secara turun-temurun itu tidak terganggu.

Kelebihan lainnya, tanaman kopi dewasa tidak butuh perawatan khusus laiknya tembakau, yang biasa ditanam antara Maret dan Mei. Tembakau butuh perawatan minimal empat bulan sampai usia dewasa, dan harus ditanam kembali pada musim berikutnya. Sedangkan kopi hanya ditanam sekali. Setelah tumbuh, kopi dapat dipanen rutin setiap tahun. ”Ini jelas membantu perekonomian petani,” kata Direktur Budi Daya Semusim Kementerian Pertanian Agus Hasanudin.

Di lahan setengah hektare milik Sumeri, Tempo melihat pohon kopi ditanam dengan jarak sekitar empat meter. Di antara pohon kopi itu terselip tiga sampai empat tanaman tembakau setinggi satu meter. Karena tingginya terbilang sejajar, kedua jenis tanaman itu memperoleh sinar matahari dengan intensitas yang sama.

Ismanto menambahkan, untuk lahan satu hektare, petani bisa menanam kopi 1.000 batang. Adapun tembakau yang bisa ditanam secara tumpang sari sekitar 14 ribu batang. Sebelum pola Tlahab diluncurkan, petani bisa menanam tembakau 18 ribu batang. ”Asumsinya, satu batang kopi sama dengan empat batang tembakau,” katanya.

Keberadaan kopi, kata Ismanto, sudah pasti menurunkan produksi tembakau. Tapi tidak lantas petani rugi. Menurunnya produksi tembakau berdampak pada stabilnya harga komoditas tembakau Temanggung. Harga tembakau Temanggung kering ada di kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Kini 490 petani pimpinan Ismanto konsisten merawat kopi di lahan seluas 200 hektare sebagai komoditas unggulan baru di Temanggung.

Tingginya harga tembakau dan kenangan masa kejayaan tembakau Temanggung di era 1970-1990-an masih segar dalam ingatan warga. Triswanto, 60 tahun, misalnya. Petani Desa Kwadungan, Kecamatan Kledung, ini masih terbilang enggan menanam kopi. Lahan tiga hektare miliknya hanya ditanami kopi 300 batang. Padahal potensi maksimal kopi yang bisa ditanam di lahannya 3.000 batang. ”Saya bisa beli empat motor dari tembakau,” cerita Triswanto, yang hobi sepak bola.

Dampak kerusakan lingkungan, kontroversi mengenai rancangan peraturan pemerintah tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan, serta fatwa haram merokok yang dikeluarkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah jelas tidak menyurutkan petani Temanggung menanam tembakau. Triswanto—mungkin juga ribuan petani lain di tempat itu—tetap berharap dan memilih tembakau sebagai sandaran hidup utama. ”Ada perasaan ingin menebang kopi ketika musim panen tembakau,” kata Triswanto tertawa.

Bagaimanapun, sebagian petani yang tinggal di dataran tinggi Temanggung sudah memiliki kesadaran menanam tembakau secara tumpang sari. Contohnya usaha Kelompok Tani Margo Rahayu itu, sebagai pelopor tumpang sari tembakau dan kopi di Desa Tlahap, Kledung, yang patut ditiru. Mereka terus menularkan pola Tlahap ke desa-desa lainnya. Menurut Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung, pohon kopi telah ditanam di seribu hektare lahan perkebunan tembakau di Temanggung. Jumlah tersebut masih jauh dari total lahan kritis seluas 15 ribu hektare di sana.

Senja hampir tiba. Kabut tebal di lereng Sindoro terus menebal. ”Tiap hari seperti ini, sebentar lagi biasanya turun hujan,” kata Sumeri. Hujan yang datang pada musim kemarau ini sejatinya mengganggu kualitas tanaman tembakau. ”Tapi hikmahnya tidak ada lagi longsor di Tlahab. Air pun menjadi bersih,” kata Ismanto.

Rudy Prasetyo, Anang Zakaria (Temanggung)


Penyebab Lahan Kritis

  • Area tanam tembakau musiman mencapai 14-20 ribu hektare per tahun.
  • Total produksi tembakau 10- 12 ribu ton.
  • Menyerap tenaga kerja sekitar tiga perempat penduduk Temanggung.
  • Peredaran uang semusim mencapai Rp 500 miliar.
  • Tingkat erosi mencapai 53,72 ton per hektare per tahun.
  • Tumpang sari kopi dan tembakau belum maksimal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus