KAMPUNG Kikisik ditaksir cuma berjarak 7 km dari kepundan
Galunggung. Di situ pesantren pimpinan Kiai Haji Ahmad Syadili,
63 tahun, sudah diliburkan tapi pengajiannya tidak terganggu
oleh suara letusan gunung.
"Percayalah," kata Syadili yang lebih dikenal dengan sebutan
Ajengan Kikisik "letusan itu tidak akan membahayakan kita." Dia
tenang saja, dan umatnya pun patuh.
Karena berada di Daerah Bahaya I, penduduk Kikisik (sekitar
1.500 jiwa) seharusnya sudah mengungsi semua, tapi masih banyak
yang enggan keluar dari kampung itu. Mereka umumnya tampak
menunggu keputusan ajengan itu.
Keadaan di selceliling Kikisik sudah pernah diterjang banjir
lahar. Kikisik memang juga berdebu, seperti halnya di Kota
Tasikmalaya. Tapi ketika debu Galunggung menggelapi kota itu
tiga hari tiga malam, kehidupan di Kikisik berlangsung seperti
biasa. Jadi, banyak orang mengira Ajengan Kikisik seorang sakti.
Syadili memang dikenal juga suka mengobati orang yang patah
tulang, menderita rematik dan penyakit lainnya. Tapi dia
membantah anggapan orang bahwa dia sakti. "Yang sakti hanya
Allah," katanya. "Kalau saya menyembuhkan orang sakit, itu hanya
karena kebetulan saja."
Tentang Kikisik masih selamat dari bahaya lahar, menurut sang
kiai, "semuanya rahasia Allah." Hanya dia mengingatkan umatnya
akan "adzab Allah" dan ujian Tuhan.
Menghadapi bencana Galunggung, katanya, ada dua cara: Pertama,
mawas diri dan bertobat. "Bila ini cobaan, berdoalah semoga
lekas lulus." Kedua, ikhtiar secara lahiriah. "Bila ini adzab,
tentu semua akan terkena."
Dia tak menghalangi penduduk Kikisik mengungsi dan
bertransmigrasi seperti yang dianjurkan pemerintah. "Itu hak
mereka," katanya. Tapi soalnya ialah ajengan itu masih bertahan.
Berbagai usaha sudah dilakukan untuk membujuk kiai itu supaya
meninggalkan Kikisik. Sesdalopbang Solichin GP, misalnya,
mengerahkan kaum ulama terkemuka di Ja-Bar hingga Dr. K.H. E.Z.
Muttaqien, Ketua I Majelis Ulama Indonesia, mengadakan pengajian
akbar. Sesudah pengajian itu, Syadili konon bersedia pindah,
tapi seminggu kemudian berubah lagi pikirannya. Menurut Ketua
MUI Kodya Bandung, Drs. Miftah Faridl, bahkan Moh. Natsir pernah
mengirim surat kepada Ajeng Kikisik agar ia "tak mengorbankan
umat."
Sementara itu tersiar cerita bahwa penduduk Kikisik bersedia
meninggalkan kampung itu, bahkan mau serempak ditransmigrasikan
asalkan kehidupan di tempat baru tidak berubah. Pokoknya,
pesantren dan madrasah mereka ikut bertransmigrasi. Ini hal
baru. Mungkin ini yang ditunggu Ajengan Kikisik?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini