Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ajengan yang disangka sakti

Kampung kikisik, termasuk daerah bahaya letusan gunung galunggung. tetapi penduduknya enggan diungsikan. mereka baru mengungsi atas perintah kiai syadili. (ling)

21 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPUNG Kikisik ditaksir cuma berjarak 7 km dari kepundan Galunggung. Di situ pesantren pimpinan Kiai Haji Ahmad Syadili, 63 tahun, sudah diliburkan tapi pengajiannya tidak terganggu oleh suara letusan gunung. "Percayalah," kata Syadili yang lebih dikenal dengan sebutan Ajengan Kikisik "letusan itu tidak akan membahayakan kita." Dia tenang saja, dan umatnya pun patuh. Karena berada di Daerah Bahaya I, penduduk Kikisik (sekitar 1.500 jiwa) seharusnya sudah mengungsi semua, tapi masih banyak yang enggan keluar dari kampung itu. Mereka umumnya tampak menunggu keputusan ajengan itu. Keadaan di selceliling Kikisik sudah pernah diterjang banjir lahar. Kikisik memang juga berdebu, seperti halnya di Kota Tasikmalaya. Tapi ketika debu Galunggung menggelapi kota itu tiga hari tiga malam, kehidupan di Kikisik berlangsung seperti biasa. Jadi, banyak orang mengira Ajengan Kikisik seorang sakti. Syadili memang dikenal juga suka mengobati orang yang patah tulang, menderita rematik dan penyakit lainnya. Tapi dia membantah anggapan orang bahwa dia sakti. "Yang sakti hanya Allah," katanya. "Kalau saya menyembuhkan orang sakit, itu hanya karena kebetulan saja." Tentang Kikisik masih selamat dari bahaya lahar, menurut sang kiai, "semuanya rahasia Allah." Hanya dia mengingatkan umatnya akan "adzab Allah" dan ujian Tuhan. Menghadapi bencana Galunggung, katanya, ada dua cara: Pertama, mawas diri dan bertobat. "Bila ini cobaan, berdoalah semoga lekas lulus." Kedua, ikhtiar secara lahiriah. "Bila ini adzab, tentu semua akan terkena." Dia tak menghalangi penduduk Kikisik mengungsi dan bertransmigrasi seperti yang dianjurkan pemerintah. "Itu hak mereka," katanya. Tapi soalnya ialah ajengan itu masih bertahan. Berbagai usaha sudah dilakukan untuk membujuk kiai itu supaya meninggalkan Kikisik. Sesdalopbang Solichin GP, misalnya, mengerahkan kaum ulama terkemuka di Ja-Bar hingga Dr. K.H. E.Z. Muttaqien, Ketua I Majelis Ulama Indonesia, mengadakan pengajian akbar. Sesudah pengajian itu, Syadili konon bersedia pindah, tapi seminggu kemudian berubah lagi pikirannya. Menurut Ketua MUI Kodya Bandung, Drs. Miftah Faridl, bahkan Moh. Natsir pernah mengirim surat kepada Ajeng Kikisik agar ia "tak mengorbankan umat." Sementara itu tersiar cerita bahwa penduduk Kikisik bersedia meninggalkan kampung itu, bahkan mau serempak ditransmigrasikan asalkan kehidupan di tempat baru tidak berubah. Pokoknya, pesantren dan madrasah mereka ikut bertransmigrasi. Ini hal baru. Mungkin ini yang ditunggu Ajengan Kikisik?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus