MENAMBAH penghasilan dengan beternak ikan, agaknya tak mungkin
bagi para petani di Desa Nyunengan, Bantul, Yogyakarta. Soalnya
perairan sekitar desa itu tercemar air buangan Pabrik Gula dan
Pabrik Spiritus Madukismo.
Ngatijo, 30 tahun, seorang di antara petani desa itu, 2 tahun
lalu mencoba beternak ikan Tombro, Tawes dan Nila. "Tapi begitu
pabrik gula mulai giling dan air buangan masuk ke kolam saya,
ikan mati semua," cerita Ngatijo. Kolamnya itu hanya 200 m dari
mulut selokan pembuangan pabrik. "Bukan hanya milik saya, juga
ikan di kolam petani lainnya. "
Tapi air limbah itu ada juga berkatnya bagi Ngatijo dan teman
sedesa itu. Ternyata tanaman padi, yang menggunakan air buangan
itu, luar biasa suburnya, bahkan bisa panen tiga kali setahun.
Dari 1.400 mÿFD sawah milik Ngatijo, sekali panen bisa
menghasilkan 450 kg. Sedangkan sebelum menggunakan air dari
pabrik, paling banyak hasilnya 300 kg.
Hasil menyolok berkat air buangan pabrik gula itu diperoleh pada
musim tanam 1979. Ketika itu kelompok tani "Randu Gumbolo", dari
Desa Mrisi yang bertetangga juga dengan pabrik Madukismo--sempat
jadi juara DIY dalam lomba Intensifikasi Khusus (Insus). Waktu
itu, "Randu Gumbolo" menanam jenis padi IR-36, dan hasilnya
mencapai 8,364 ton per hektar.
Kenyataan itu agaknya mendorong Dra. Tjut Sugandawaty dari
Fakultas Biologi UGM menilai, "pencemaran pengairan oleh
Madukismo itu, sebagai pencemaran yang bermanfaat."
Ia bersama Dra. Ny. Harminani S. Djalal Tanjung, juga dari
Fakultas Biologi UGM, akhir 1980 meneliti pengaruh pencemaran
air buangan Madukismo itu.
Sasaran penelitian itu ialah ikan air tawar, seperti ikan Nila
(Tilapia nilotica) dan ikan Tombro (Cyprinus carpio) di perairan
yang tercemar limbah Madukismo itu. Hasil penelitian di
laboratorium UGM menunjukkan ikan itu mengalami perubahan warna,
menjadi lebih gelap atau sebaliknya, lebih pucat. "Perubahan
warna ini suatu pertanda kematian ikan," ujar Harminani Tanjung
menjelaskan.
Selain itu ikan juga bisa mengalami pendarahan insang. "Karena
zat beracun yang merusak kapiler darah di kanan kiri insang,"
kata Tjut Sugandawaty. Pada kulit terjadi disintegrasi otot dan
daging, yang menyebabkan ikan jadi tidak enak.
Di laboratorium UGM itu ikan Tombro dan Nila diteliti dalam air
yang kondisinya dibuat serupa dengan perairan sekitar pabrik
Madukismo.
Kedua dosen di Fakultas Biologi UGM itu, memperkirakan kandungan
air limbah pabrik berupa bahan organik, menyebabkan BOD
(Biochemical Oxygen Demand) naik. Akibatnya--pada ikan yang
diuji dalam kondisi laboratorium--terjadi hypoxia (kurangan
oksigen) bahkan mungkin sekali anoxia (hypoxia yang sudah
gawat). Jadi kematian ikan itu selain dapat disebabkan oleh efek
racun berbagai zat yang terdapat dalam air buangan, juga dapat
disebabkan oleh kondisi hypoxia atau anoxia. Bahkan juga oleh
gabungan kedua efek itu.
Luar Biasa
Semua jenis hewan akuatik, hidupnya tergantung pada persediaan
oksigen dalam perairan, dan ikan merupakan jenis hewan yang
paling banyak membutuhkan oksigen. "Ikan tidak bisa hidup tanpa
oksigen," kata Harminani Tanjung. Maka di selokan pembuangan air
limbah pabrik Madukismo, sudah dapat dipastikan tidak ada ikan.
Kenaikan BOD akibat limbah pabrik itu memang ditemukan pada anak
sungai Winongo yang melintas daerah itu dan digunakan untuk
irigasi. Meski begitu kedua peneliti dari UGM itu menandaskan
perairan anak sungai itu tetap memenuhi syarat sebagai sumber
air irigasi. Tapi tidak sebagai sumber air baku atau perikanan.
Tapi bau air buangan itu amat menusuk hidung, terutama pada
musim giling yang berlangsung 6 sampai 8 bulan. "Baunya luar
biasa," kata Ngatijo, "kadang pusing." Tampaknya penduduk di
sekitar sudah terbiasa, dan mereka tidak protes.
Menurut Praptomo dari bagian instalasi PG Madukismo, air limbah
pabrik gula sudah bisa diatasi. "Tapi sebagian kecil air buangan
pabrik spiritus belum bisa dinetralisasi," ucap Praptomo.
Menghilangkan bau itu dengan cara menampung kotoran dari pabrik
dan kemudian dibuang ke tanah milik pabrik di Desa Kembaran!
Secara keseluruhan, menurut Harminani Tanjung, faktor pencemaran
utama di daerah itu ialah bau. Ini bisa dihilangkan dengan cara
menambah oksigen pada kotoran pabrik itu kalau diaduk-aduk.
Endapannya disimpan dan air bersihnya baru dibuang. Tapi "biaya
untuk membeli mesinnya sangat mahal," ujar Praptomo keberatan.
Mungkin petani sekitar sana keberatan juga. Soalnya yang bikin
subur padi di sawah kan endapan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini